Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, yang berbatasan dengan 10 negara tetangga di darat dan di laut. Di laut, Indonesia berbatasan dengan India, Singapura, Malaysia, Thailand, Vietnam, Filipina, Palau, Australia, Timor Leste, dan Papua New Guinea. Sedangkan di darat Indonesia berbatasan dengan Malaysia, Timor Leste, dan Papua New Guinea.
Kawasan perbatasan Indonesia dengan negara tetangga tersebar di 12 provinsi yaitu : (i) NAD, (ii) Sumatera Utara, (iii) Riau, (iv) Kepulauan Riau, (v) Kalimantan Barat, (vi) Kalimantan Timur, (vii) Sulawesi Utara, (viii) Maluku; (ix) Maluku Utara; (x) Nusa Tenggara Timur; (xi) Papua, dan (xii) Papua Barat. Setidaknya, terdapat 38 wilayah kabupaten/kota di kawasan perbatasan yang secara geografis dan demografis berbatasan langsung dengan negara tetangga, serta perlu memperoleh perhatian khusus.
Isu pengembangan kawasan perbatasan negara dalam beberapa tahun terakhir telah menjadi topik yang sering dibicarakan dalam berbagai kesempatan, mulai dari rapat-rapat terbatas dan koordinasi antar departemen/instansi pusat dan daerah, seminar, lokakarya, pembahasan di DPR, sampai ke sidang kabinet. Maraknya pembicaraan masalah perbatasan ini sebenarnya telah dimulai sejak dulu.
Terutama sejak dibukanya pintu perbatasan (border gate) di beberapa titik di Kalimantan, yang ternyata telah memperlihatkan kepada masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat di sekitar perbatasan dan masyarakat Indonesia pada umumnya, bahwa ada kesenjangan sosial, ekonomi dan kesejahteraan antara masyarakat perbatasan di Indonesia dan di Malaysia. Keputusan Mahkamah Internasional yang menetapkan kepemilikan Malaysia terhadap Pulau Sipadan-Ligitan serta terjadinya konflik batas laut, misalnya di Blok Ambalat baru-baru ini, semakin menambah ramainya perbincangan masalah perbatasan baik di darat maupun laut.
Kesan kurangnya perhatian dari Pemerintah terhadap kawasan perbatasan selalu dikaitkan dengan pendekatan pembangunan yang digunakan dimasa lampau, yang lebih menekankan pada keamanan (security) dibanding dengan peningkatan kesejahteraan (prosperity). Apabila kita memperhatikan kondisi sosial, politik, dan keamanan pada masa itu, terdapat kesan kuat bahwa dalam pengembangan kawasan perbatasan lebih menekankan aspek dan pendekatan keamanan.
Namun pada saat ini dimana situasi keamanan yang semakin kondusif dan adanya proses globalisasi yang ditandai dengan berbagai kerjasama ekonomi baik regional maupun sub-regional, maka pendekatan keamanan perlu disertai dengan pendekatan kesejahteraan secara seimbang. Dipihak lain, beberapa negara tetangga yang berbatasan langsung dengan Indonesia telah mengembangkan daerah perbatasannya sebagai kawasan pertumbuhan ekonomi yang telah maju dengan berbagai sarana dan prasarana fisik yang lengkap serta sumberdaya manusia yang berkualitas.
Melalui UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Kawasan Perbatasan saat ini telah ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional dari sudut pandang pertahanan dan keamanan. Penggunaan istilah ini bukan berarti pengembangan kawasan perbatasan semata-mata berorientasi kepada pendekatan hankam semata. Pendekatan kesejahteraan bersama-sama dengan pendekatan hankam dan lingkungan menjadi strategi pengembangan kawasan perbatasan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat, untuk menjamin kedaulatan wilayah NKRI.
Isu Pembangunan Kawasan Perbatasan
Kawasan perbatasan, termasuk pulau-pulau kecil terluar, memiliki potensi sumber daya alam (SDA) yang sangat besar yang dapat dioptimalkan pemanfaatannya untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, kawasan perbatasan merupakan kawasan yang sangat strategis bagi pertahanan dan keamanan negara.
Potensi yang dimiliki oleh kawasan perbatasan bernilai ekonomis yang sangat besar, terutama potensi sumberdaya alam (hutan, tambang dan mineral, perikanan dan kelautan) yang terbentang di sepanjang dan di sekitar perbatasan. Sebagian besar dari potensi sumberdaya alam tersebut belum dikelola dan sebagian lagi merupakan kawasan konservasi atau hutan lindung yang memiliki nilai sebagai “paru-paru dunia‟ (world heritage) yang perlu dijaga dan dilindungi.
Beberapa sumberdaya alam tersebut saat ini berstatus taman nasional dan hutan lindung yang perlu dijaga kelestariannya, seperti : Cagar Alam Gunung Nyiut, Taman Nasional Bentuang Kerimun, dan Suaka Margasatwa Danau Sentarum yang sangat indah di Kalimantan Barat. Selain itu terdapat pula Taman Nasional Kayan Mentarang di Kalimantan Timur dan Taman Nasional Wasur di Merauke, Papua.
Potensi lainnya adalah kawasan perairan di Sangihe Talaud dan di Riau Kepulauan yang memiliki potensi perikanan yang sangat besar dan sering menjadi daerah tangkap tidak sah bagi nelayan Philipina dan Thailand. Namun demikian, hingga saat ini kondisi perekonomian sebagian besar wilayah di kawasan perbatasan tersebut masih relatif tertinggal jika dibandingkan dengan pembangunan di wilayah lain. Di beberapa kawasan terjadi kesenjangan pembangunan kawasan perbatasan dengan negara tetangga. Kondisi ini pada umumnya disebabkan oleh masih terbatasnya ketersediaan sarana dan prasarana sosial ekonomi seperti sarana dan prasarana perhubungan, telekomunikasi, permukiman, perdagangan, listrik, air bersih, pendidikan, dan kesehatan.
Keterbatasan sarana dan prasarana sosial ekonomi di kawasan perbatasan tersebut menyebabkan minimnya kegiatan investasi, rendahnya optimalisasi pemanfaatan SDA, rendahnya penciptaan lapangan pekerjaan, sulit berkembangnya pusat pertumbuhan, keterisolasian wilayah, ketergantungan masyarakat terhadap pelayanan sosial ekonomi dari negara tetangga, tingginya biaya hidup, serta rendahnya kualitas sumberdaya manusia.
Pengembangan perekonomian kawasan perbatasan perlu dilakukan secara seimbang dengan pengelolaan aspek keamanan yang juga sering muncul sebagai isu krusial di kawasan ini. Kegiatan eksploitasi SDA secara ilegal oleh pihak asing, seperti illegal logging dan illegal fishing, masih marak terjadi dan menyebabkan degradasi lingkungan hidup. Adanya kesamaan budaya dan adat antara masyarakat di kedua negara serta faktor kesenjangan ekonomi menyebabkan munculnya mobilitas penduduk lintas batas yang memerlukan penanganan khusus.
Lemahnya sistem pengawasan di kawasan perbatasan menyebabkan adanya potensi kerawanan kawasan ini terhadap transnasional crime. Permasalahan lain yang tidak dapat dilepaskan dalam pengelolaan kawasan perbatasan adalah belum disepakatinya penetapan wilayah negara di beberapa segmen batas darat dan laut melalui kesepakatan dengan negara tetangga.Kerusakan atau pergeseran sebagian patok-patok batas darat sering menyebabkan demarkasi batas di lapangan menjadi kabur. Perlu diperhatikan pula eksistensi pulau-pulau terluar yang menjadi lokasi penempatan Titik Dasar/Titik Referensi sebagai acuan dalam menarik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia.
Strategi Pembangunan Kawasan Perbatasan
Untuk menjadikan kawasan perbatasan sebagai kawasan beranda depan yang berinteraksi positif dengan negara tetangga, diperlukan upaya dan komitmen dari seluruh komponen bangsa, mulai dari pemerintah pusat dan daerah, legislatif, dunia usaha, masyarakat adat dan sebagainya. Dari pemerintah diperlukan adanya kebijakan nasional dan strategi pengembangan serta investasi sarana dan prasarana fisik dasar seperti jalan, pelabuhan, air bersih, listrik dan sebagainya.
Pihak legislatif perlu mendukung setiap kebijakan dan peraturan yang berkaitan dengan pengembangan kawasan perbatasan, sedangkan dari dunia usaha diperlukan dukungan investasi bagi pengembangan pertumbuhan ekonomi seperti kawasan-kawasan perdagangan, berikat, industri, pariwisata, dan kawasan lainnya.
Bagi masyarakat di sekitar perbatasan seperti masyarakat adat, perlu diikutsertakan secara aktif dalam setiap pengambilan keputusan karena mereka merasa memiliki hak-hak ulayat yang telah ada sejak sebelum Republik berdiri. Namun „pengorbanan‟ masyarakat adat ini perlu disertai dengan reward kepada mereka yang diatur secara adil dan transparan.
Strategi pengembangan kawasan perbatasan secara umum meliputi :
1) Menjadikan kawasan perbatasan sebagai pintu gerbang ke negara tetangga
2) Membangun kawasan perbatasan dengan pendekatan kesejahteraan (prosperity), keamanan (security), dan lingkungan (environment) secara serasi.
3) Mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di kecamatan-kecamatan yang langsung berbatasan secara selektif dan bertahap sesuai prioritas dan kebutuhan.
4) Meningkatkan perlindungan sumberdaya alam hutan tropis (tropical forest) dan kawasan konservasi, serta mengembangkan kawasan budidaya secara produktif bagi kesejahteraan masyarakat lokal.
5) Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia (SDM) melalui pembangunan di bidang pendidikan, kesehatan, perhubungan dan informasi.
Meningkatkan kerjasama pembangunan di bidang sosial, budaya, keamanan dan ekonomi dengan negara tetangga.
Sedangkan strategi pengembangan kawasan perbatasan secara khusus harus disesuaikan dengan kondisi potensi dan masalah di masing-masing kawasan perbatasan. Beberapa model pengembangan kawasan perbatasan darat yang dapat dikembangkan sesuai dengan kondisi dan potensi kawasan perbatasan yang ada antara lain sebagai pusat pertumbuhan, transito, stasiun riset dan pariwisata alam, serta agropolitan.
Di dalam masing-masing model tersebut dapat dibangun beberapa komponen pembentuk kawasan perbatasan, seperti PLB, pelabuhan darat (dry port), kawasan wisata alam/lingkungan dan budaya, akuakultur, kawasan berikat (bounded zone), kawasan industri, dan welcome plaza. Pengembangan ekonomi kawasan perbatasan perlu mempertimbangkan beberapa aspek antara lain pasar di negara tetangga, potensi komoditas daerah, peluang bagi investasi swasta, serta jaminan keamanan, baik di internal maupun yang berhubungan dengan negara tetangga.
Sedangkan konsep pengembangan kawasan perbatasan laut perlu lebih ditekankan pada upaya pengembangan pulau-pulau terluar yang tersebar dari mulai Selat Malaka, kepulauan Sangihe Talaud sampai di bagian selatan yaitu Pulau Wetar beserta kawasan di sekitarnya. Pulau-pulau terluar yang merupakan “halaman depan” negara di wilayah laut, harus dikembangkan segera sesuai fungsi dan potensi pulau. Masalah yang sering ditemui di sebagian besar pulau kecil terluar antara lain adalah tidak tersedianya sarana dan prasarana dasar dan ekonomi, tidak terjaga oleh aparat keamanan, penduduknya lebih banyak berorientasi ke negara tetangga karena letak pulau yang lebih dekat ke negara tetangga, sangat minimnya akses informasi terhadap negara sendiri, dan sebagainya.
Kebijakan dan Program Yang Dilaksanakan
Pembangunan kawasan perbatasan merupakan salah satu komitmen dan kebijakan pembangunan yang telah digariskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2004-2025 dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2004-2025, salah satu arah kebijakan pembangunan dalam rangka mewujudkan pemba-ngunan yang merata dan dapat dinikmati oleh seluruh komponen bangsa di berbagai wilayah Indonesia dilakukan melalui pengem-bangan kawasan perbatasan termasuk pulau-pulau kecil terluar yang selama ini luput dari perhatian. Pengembangan kawasan perbatasan dikemukakan pula secara lebih tegas di dalam rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009 khususnya dalam agenda pengurangan ketimpangan antar wilayah.
Salah satu sasaran pengurangan ketimpangan antar wilayah adalah terwujudnya percepatan pembangunan di wilayah-wilayah cepat tumbuh dan strategis, wilayah tertinggal, termasuk wilayah perbatasan dalam suatu “sistem wilayah pengembangan ekonomi‟ yang terintegrasi dan sinergis”.
Untuk mencapai sasaran ini, kebijakan pembangunan jangka menengah diarahkan pada upaya untuk pengembangan kawasan perbatasan dengan mengubah arah kebijakan pembangunan yang selama ini cenderung berorientasi inward looking menjadi outward looking. Orientasi outward looking dimaknai kedalam upaya-upaya untuk memanfaatkan kawasan perbatasan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga.
Adapun pendekatan pembangunan yang dilakukan selain menggunakan pendekatan yang bersifat keamanan, juga diperlukan pendekatan kesejahteraan, termasuk pendekatan lingkungan.
Di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009, telah ditetapkan Program Pengembangan Wilayah Perbatasan yang dilaksanakan untuk mencapai dua tujuan sekaligus, yaitu :
(1) menjaga keutuhan wilayah NKRI melalui penetapan hak kedaulatan NKRI yang dijamin oleh hukum internasional; dan
(2) meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat dengan menggali potensi ekonomi, sosial dan budaya, serta keuntungan lokasi geografis yang sangat strategis untuk berhubungan dengan negara tetangga. Kegiatan pokok terkait yang dilaksanakan untuk memfasilitasi pemerintah daerah antara lain :
a. Penguatan pemerintah daerah dalam mempercepat peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat melalui :
(a) peningkatan pembangunan sarana dan prasarana sosial dan ekonomi;
(b) peningkatan kapasitas SDM;
(c) pemberdayaan kapasitas aparatur pemerintah dan kelembagaan;serta
(d) peningkatan mobilisasi pendanaan pembangunan;
b. Peningkatan keberpihakan pemerintah dalam pembiayaan pembangunan, terutama untuk pembangunan sarana dan prasarana ekonomi di wilayah-wilayah perbatasan dan pulau-pulau kecil melalui, antara lain, penerapan berbagai skema pembiayaan pembangunan seperti: pemberian prioritas dana alokasi khusus (DAK), public service obligation (PSO) dan keperintisan untuk transportasi, penerapan universal service obligation (USO) untuk telekomunikasi, serta program listrik masuk desa;
c. Percepatan pendeklarasian dan penetapan garis perbatasan antarnegara dengan tanda-tanda batas yang jelas serta dilindungi oleh hukum internasional;
d. Peningkatan kerjasama masyarakat dalam memelihara lingkungan (hutan) dan mencegah penyelundupan barang, termasuk hasil hutan (illegal logging) dan perdagangan manusia (human trafficking), sekaligus mengupayakan kemudahan pergerakan barang dan orang secara sah, melalui peningkatan penyediaan fasilitas kepabeanan, keimigrasian, karantina, serta keamanan dan pertahanan;
Peningkatan wawasan kebangsaan masyarakat dan penegakan supremasi hukum serta aturan perundang-undangan terhadap setiap pelanggaran yang terjadi di wilayah perbatasan.
Khusus dalam pengelolaan pulau kecil terluar, pemerintah telah pula menerbitkan Perpres 78 tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar.
Tujuan pengelolaan pulau-pulau kecil terluar berdasarkan Perpres ini selain untuk menjaga keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, keamanan nasional, pertahanan negara dan bangsa, serta menciptakan stabilitas kawasan, melalui pemanfaatan sumberdaya alam dalam rangka pembangunan yang berkelanjutan serta memberdayakan masyarakat dalam rangka peningkatan kesejahteraan. Bidang-bidang yang dikelola dalam pengelolaan pulau-pulau kecil terluar antara lain :
(1) sumberdaya alam dan lingkungan hidup;
(2) infrastruktur dan perhubungan;
(3) pembinaan wilayah;
(4) pertahanan dan keamanan;
(5) ekonomi, sosial, dan budaya.
Arahan Kebijakan lain tertuang di dalam PP No. 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. RTRWN telah menetapkan 9 kawasan perbatasan negara beserta 26 Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) sebagai pusat pelayanan kawasan perbatasan, yang bertujuan untuk menyediakan pelayanan kegiatan masyarakat di perbatasan termasuk pelayanan kegiatan lintas batas.
Hingga tahun 2019, RTRWN telah memprogramkan agar seluruh kawasan perbatasan dapat dikembangkan dan ditingkatkan kualitasnya dalam aspek kesejahteraan, hankam, dan lingkungan, serta mempercepat pengembangan 26 Pusat Kegiatan Strategis Nasional.
Baru-baru ini pemerintah telah pula menerbitkan Undang-Undang Nomor 43 tentang Wilayah Negara. Beberapa hal pokok yang diatur antara lain :
(1) pengaturan pembagian kewenangan antara pemerintah pusat, provinsi, dan daerah dalam pengelolaan batas wilayah dan kawasan negara. Pemda memiliki kewenangan besar dalam upaya pembangunan sosial dan ekonomi;
(2) mengamanatkan pembentukan Badan Pengelola di tingkat Pusat dan Daerah sebagai upaya untuk meningkatkan sinergitas pembangunan antarsektor dan antara pusat-daerah. Badan ini yang diberi tugas untuk mengelola Batas Wilayah dan Kawasan Perbatasan dalam hal penetapan kebijakan dan program, penetapan rencana kebutuhan anggaran, pengkoordinasian pelaksanaan dan pelaksanaan evaluasi, dan pengawasan; serta
(3) perumusan keikutsertaan masyarakat dalam menjaga dan mempertahankan wilayah negaratermasuk kawasan perbatasan.
Kinerja Pembangunan Kawasan Perbatasan
Berdasarkan arah kebijakan dalam RPJM Nasional 2004-2009 tersebut, dalam kurun waktu empat tahun terakhir telah dilaksanakan berbagai kegiatan baik dalam kerangka anggaran maupun regulasi dalam penenganan kawasan perbatasan oleh berbagai Kementerian dan Lembaga terkait. Kegiatan yang dilaksanakan antara lain :
PENETAPAN GARIS BATAS, meliputi kegiatan-kegiatan antara lain sebagai berikut :
(1) Perundingan dan penetapan batas dengan negara tetangga
(2) Survei dan pemetaan bersama
(3) Pembuatan dan pemeliharaan patok-patok perbatasan
(4) Penyelesaian masalah perbatasan.
PENGAMANAN WILAYAH PERBATASAN, meliputi kegiatan-kegiatan antara lain sebagai berikut :
(1) Pembukaan dan peningkatan pelayanan imigrasi, bea cukai, dan karantina di Pos Lintas Batas;
(2) Pembangunan dan peningkatan pos pengamanan perbatasan dan pos polisi beserta sarana pendukungnya;
(3) Pembangunan tugu batas, dermaga, suar, sarana komunikasi;
(4) Patroli darat, laut dan udara;
(5) Penegakan hukum terhadap pelaku kegiatan illegal.
PENGEMBANGAN WILAYAH meliputi kegiatan-kegiatan antara lain sebagai berikut (dilaksanakan Pemerintah Pusat bersama Pemerintah Daerah terkait) :
(1) Pembangunan dan rehabilitasi jaringan jalan dan jembatan, jaringan irigasi, prasarana air baku dan sarana permukiman di beberapa wilayah perbatasan;
(2) Peningkatan layanan pendidikan dan kese-hatan;
(3) Pembangunan dan pengadaan prasarana dan sarana transportasi darat, laut dan udara, penyediaan subsidi angkutan di wilayah perbatasan tertentu;
(4) Penyediaan layanan pos, telekomunikasi, dan informasi di sejumlah desa perbatasan;
(5) Pemberian insentif untuk pendirian wilayah ekonomi khusus (seperti wilayah perda-gangan bebas, wilayah industri, dll.).;
(6) Pembangunan pasar dan marketing point/sarana promosi ekspor pada beberapa daerah;
(7) Peningkatan ketersediaan sarana dan prasarana ketenagalistrikan;
(8) Penyediaan air bersih dari sumur bor/air bawah tanah;
(9) Pemberian bantuan sarana produksi kepada masyarakat;
(10) Pemberdayaan sosial ekonomi dan peningkatan kesejahteraan sosial Komunitas Adat Terpencil
(11) Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah
(12) Pembinaan sentra-sentra produksi
(13) Kerjasama pembangunan sosial ekonomi dengan negara tetangga melalui forum SOSEK MALINDO dan KESR
(14) Pelaksanaan koordinasi pembangunan wilayah perbatasan
(15) Peningkatan kapasitas aparat pemerintah daerah perbatasan
(16) Penyiapan permukiman, perpindahan, dan penempatan transmigran
Penerbitan Regulasi Dan Keberpihakan Pendanaan Pembangunan, Meliputi kegiatan-kegiatan antara lain sebagai berikut :
(1) Penerbitan Undang-Undang No. 43 tentang Wilayah Negara;
(2) Penerbitan Peraturan Presiden No. 78 tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar;
(3) Penerbitan Permendagri No. 18 tahun 2007 tentang Standardisasi Sarana, Prasarana dan Pelayanan Lintas Batas Antar Negara;
(4) Penetapan wilayah perbatasan sebagai salah satu kriteria perhitungan alokasi DAK.
Rencana Pembangunan Perbatasan Dalam Jangka Menengah Meskipun telah tercapai cukup banyak kemajuan dalam penanganan wilayah perbatasan dibandingkan awal pelaksanaan RPJM Nasional, namun perlu diakui bahwa pembangunan di kawasan perbatasan masih dirasakan lamban.
Salah satu permasalahan utama dalam penanganan kawasan perbatasan selama empat tahun terakhir adalah belum optimalnya koordinasi dan sinergitas antar sektor.
Ini menyebabkan belum optimalnya upaya pengelolaan kawasan perbatasan. Suatu manajemen pengelolaan kawasan perbatasan yang terintegrasi, baik dalam aspek perencanaan maupun pelaksanaannya belum terbangun. Anggaran pembangunan untuk pengembangan kawasan perbatasan juga masih relatif terbatas karena sering terkalahkan oleh prioritas pembangunan lain.
Untuk itu, beberapa agenda yang perlu memperoleh perhatian dalam upaya penanganan kawasan perbatasan ke depan antara lain :
(1) Penetapan Rencana Tata Ruang Kawasan Perbatasan sebagai acuan mengenai ruang dan tempat (spatial) bagi upaya pengembangan wilayah secara terpadu antar sektor dan antar daerah;
(2) Penetapan Peraturan Presiden mengenai pembentukan Badan Nasional Pengelola Perbatasan beserta penyusunan Rencana Induk Pengembangan Kawasan Perbatasan;
(3) Peningkatan alokasi pendanaan pembangunan untuk mempercepat pembangunan sarana dan prasarana dan pengamanan wilayah perbatasan;
(4) Meningkatkan partisipasi sektor swasta dan dunia usaha, lembaga non pemerintah, dan masyarakat lokal dalam pengembangan wilayah perbatasan.
Menindaklanjuti hasil-hasil yang telah dicapai hingga tahun 2009 sebagai tahun terakhir pelaksanaan RPJMN 2004-2009, saat ini tengah dirancang Kebijakan Pengembangan Kawasan Perbatasan untuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah periode 2010-2014. Arah kebijakan pembangunan kawasan perbatasan tahun 2010-2014 adalah ”mempercepat pengembangan kawasan perbatasan sebagai beranda depan negara sekaligus pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan Negara tetangga secara terintegrasi dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat dan keamanan negara dengan memperhatikan kelestarian lingkungan hidup”.
Terdapat tujuh fokus kebijakan pengembangan kawasan perbatasan dalam Rancangan RPJMN 2010-2014, diantaranya :
Penyelesaian penetapan dan penegasan batas negara, dengan kegiatan prioritas :
(1) penyelesaian penetapan batas darat dan laut;
(2) pengadaan dan pemeliharaan patok-patok batas negara di darat dan laut;
(3) pemetaan kawasan dan batas wilayah perbatasan serta pengukuran koordinat batas; dan
(4) pendokumentasian perjanjian batas internasional dengan negara tetangga.
Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan di kawasan perbatasan, dengan kegiatan prioritas :
(1) pengembangan PKSN secara terpadu sebagai pusat industri maupun non-industri sesuai fungsi kabupaten/kota dengan mempertimbangkan daya dukung dan daya dorong berdasarkan prinsip pembangunan ekonomi yang berkesinambungan; dan
(2) penciptaan sistem hubungan ekonomi antar PKSN dengan negara tetangga sesuai dengan fungsi kabupaten/kotanya.
Peningkatan kemampuan kerjasama kegiatan ekonomi antara kawasan perbatasan dengan negara tetangga, dengan kegiatan prioritas :
(1) penyelenggaraan forum kerjasama sosial ekonomi antara kawasan perbatasan dengan negara tetangga yang saling menguntungkan; dan
(2) penyelenggaraan perdagangan lintas batas yang menguntungkan bagi masyarakat setempat.
Peningkatan tingkat kesejahteraan masyarakat, dengan kegiatan prioritas :
(1) peningkatan pelayanan sosial dasar dalam rangka peningkatan produktivitas;
(2) penyediaan sarana dan prasarana transmigrasi;
(3) penyediaan sarana dan prasarana perdesaan;
(4) pemberian bantuan stimulan untuk mendukung kegiatan produksi;
(5) pemeliharaan kelestarian lingkungan; dan
(6) fasilitasi penguatan identitas budaya dan tradisi masyarakat lokal perbatasan.
Pemeliharaan kelestarian lingkungan, dengan kegiatan prioritas :
(1) peningkatan kerjasama masyarakat dalam memelihara lingkungan; dan
(2) pemulihan dan pemeliharaan kawasan lindung dan konservasi di kawasan perbatasan darat dan laut, termasuk pulau kecil terluar.
Peningkatan pertahanan, keamanan, dan penegakan hukum, dengan kegiatan prioritas :
(1) peningkatan kemampuan sarana dan prasarana pertahanan dan keamanan di kawasan perbatasan;
(2) peningkatan infrastruktur dan pelayanan Kepabeanan, Imigrasi, Karantina dan Keamanan (CIQS) pada Pos Lintas Batas (PLB);
(3) sosialisasi wawasan kebangsaan kepada masyarakat dalam rangka peningkatan pemantapan pertahanan dan keamanan berbasis masyarakat; dan
(4) peningkatan koordinasi antar instansi penegak hukum di perbatasan darat dan laut.
Peningkatan kapasitas kelembagaan dan keberpihakan pendanaan pembangunan, dengan
kegiatan prioritas :
(1) Fasilitasi pembentukan dan peningkatan kapasitas Badan Pengelola Perbatasan;
(2) Pengembangan kapasitas sarana dan prasarana pelayanan pemerintahan umum;
(3) Penyediaan Dana Alokasi Khusus , USO untuk telekomunikasi dan PSO untuk transportasi
Pengembangan kawasan perbatasan merupakan upaya untuk mewujudkan hak kedaulatan NKRI sebagai sebuah negara yang merdeka. Oleh karena itu, ruang lingkup pengembangan kawasan perbatasan terkait erat dengan persoalan penyelesaian batas wilayah negara Indonesia dengan negara-negara tetangga yang amat strategis bagi Indonesia dari segi geo-politik dan geo-strategis. Penyelesaian persoalan perbatasan secara damai dan upaya pengem-bangan kawasan perbatasan berikut penanganan masalahnya akan memperkuat efektivitas pelaksanaan politik luar negeri dan diplomasi untuk mencapai tujuannya sebagaimana yang ditetapkan dalam pembukaan UUD 1945.
Pengembangan kawasan perbatasan juga diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan perbatasan, yang karena lokasinya yang terpencil dan jauh dari pusat-pusat pertumbuhan ekonomi, saat ini masih dalam kondisi keterbelakangan. Peningkatan kesejah-teraan masyarakat lokal ini juga sangat penting ditinjau dari aspek ketahanan bangsa. Bumi Indonesia kaya akan sumberdaya alam dan budaya. Bangsa-bangsa lain banyak yang tidak mempunyai kekayaan sebesar yang dimiliki negara Indonesia. Melalui upaya pengembangan kawasan perbatasan ini, diharapkan berbagai bentuk pencurian kekayaan sumber daya alam dan budaya Indonesia tidak akan terjadi.
Hal ini memerlukan kerjasama yang erat dari semua pihak secara sinergis, baik antar instansi di tingkat pusat maupun antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Masing-masing pihak mempunyai tugas dan tanggung jawab yang berbeda satu sama lain, namun secara bersama-sama semuanya menyatu pada upaya membangun wilayah Negara Kesatuan Repubik Indonesia yang kuat, berdaulat dan sejahtera.
Kawasan perbatasan Indonesia dengan negara tetangga tersebar di 12 provinsi yaitu : (i) NAD, (ii) Sumatera Utara, (iii) Riau, (iv) Kepulauan Riau, (v) Kalimantan Barat, (vi) Kalimantan Timur, (vii) Sulawesi Utara, (viii) Maluku; (ix) Maluku Utara; (x) Nusa Tenggara Timur; (xi) Papua, dan (xii) Papua Barat. Setidaknya, terdapat 38 wilayah kabupaten/kota di kawasan perbatasan yang secara geografis dan demografis berbatasan langsung dengan negara tetangga, serta perlu memperoleh perhatian khusus.
Isu pengembangan kawasan perbatasan negara dalam beberapa tahun terakhir telah menjadi topik yang sering dibicarakan dalam berbagai kesempatan, mulai dari rapat-rapat terbatas dan koordinasi antar departemen/instansi pusat dan daerah, seminar, lokakarya, pembahasan di DPR, sampai ke sidang kabinet. Maraknya pembicaraan masalah perbatasan ini sebenarnya telah dimulai sejak dulu.
Terutama sejak dibukanya pintu perbatasan (border gate) di beberapa titik di Kalimantan, yang ternyata telah memperlihatkan kepada masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat di sekitar perbatasan dan masyarakat Indonesia pada umumnya, bahwa ada kesenjangan sosial, ekonomi dan kesejahteraan antara masyarakat perbatasan di Indonesia dan di Malaysia. Keputusan Mahkamah Internasional yang menetapkan kepemilikan Malaysia terhadap Pulau Sipadan-Ligitan serta terjadinya konflik batas laut, misalnya di Blok Ambalat baru-baru ini, semakin menambah ramainya perbincangan masalah perbatasan baik di darat maupun laut.
Kesan kurangnya perhatian dari Pemerintah terhadap kawasan perbatasan selalu dikaitkan dengan pendekatan pembangunan yang digunakan dimasa lampau, yang lebih menekankan pada keamanan (security) dibanding dengan peningkatan kesejahteraan (prosperity). Apabila kita memperhatikan kondisi sosial, politik, dan keamanan pada masa itu, terdapat kesan kuat bahwa dalam pengembangan kawasan perbatasan lebih menekankan aspek dan pendekatan keamanan.
Namun pada saat ini dimana situasi keamanan yang semakin kondusif dan adanya proses globalisasi yang ditandai dengan berbagai kerjasama ekonomi baik regional maupun sub-regional, maka pendekatan keamanan perlu disertai dengan pendekatan kesejahteraan secara seimbang. Dipihak lain, beberapa negara tetangga yang berbatasan langsung dengan Indonesia telah mengembangkan daerah perbatasannya sebagai kawasan pertumbuhan ekonomi yang telah maju dengan berbagai sarana dan prasarana fisik yang lengkap serta sumberdaya manusia yang berkualitas.
Melalui UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Kawasan Perbatasan saat ini telah ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional dari sudut pandang pertahanan dan keamanan. Penggunaan istilah ini bukan berarti pengembangan kawasan perbatasan semata-mata berorientasi kepada pendekatan hankam semata. Pendekatan kesejahteraan bersama-sama dengan pendekatan hankam dan lingkungan menjadi strategi pengembangan kawasan perbatasan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat, untuk menjamin kedaulatan wilayah NKRI.
Isu Pembangunan Kawasan Perbatasan
Kawasan perbatasan, termasuk pulau-pulau kecil terluar, memiliki potensi sumber daya alam (SDA) yang sangat besar yang dapat dioptimalkan pemanfaatannya untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, kawasan perbatasan merupakan kawasan yang sangat strategis bagi pertahanan dan keamanan negara.
Potensi yang dimiliki oleh kawasan perbatasan bernilai ekonomis yang sangat besar, terutama potensi sumberdaya alam (hutan, tambang dan mineral, perikanan dan kelautan) yang terbentang di sepanjang dan di sekitar perbatasan. Sebagian besar dari potensi sumberdaya alam tersebut belum dikelola dan sebagian lagi merupakan kawasan konservasi atau hutan lindung yang memiliki nilai sebagai “paru-paru dunia‟ (world heritage) yang perlu dijaga dan dilindungi.
Beberapa sumberdaya alam tersebut saat ini berstatus taman nasional dan hutan lindung yang perlu dijaga kelestariannya, seperti : Cagar Alam Gunung Nyiut, Taman Nasional Bentuang Kerimun, dan Suaka Margasatwa Danau Sentarum yang sangat indah di Kalimantan Barat. Selain itu terdapat pula Taman Nasional Kayan Mentarang di Kalimantan Timur dan Taman Nasional Wasur di Merauke, Papua.
Potensi lainnya adalah kawasan perairan di Sangihe Talaud dan di Riau Kepulauan yang memiliki potensi perikanan yang sangat besar dan sering menjadi daerah tangkap tidak sah bagi nelayan Philipina dan Thailand. Namun demikian, hingga saat ini kondisi perekonomian sebagian besar wilayah di kawasan perbatasan tersebut masih relatif tertinggal jika dibandingkan dengan pembangunan di wilayah lain. Di beberapa kawasan terjadi kesenjangan pembangunan kawasan perbatasan dengan negara tetangga. Kondisi ini pada umumnya disebabkan oleh masih terbatasnya ketersediaan sarana dan prasarana sosial ekonomi seperti sarana dan prasarana perhubungan, telekomunikasi, permukiman, perdagangan, listrik, air bersih, pendidikan, dan kesehatan.
Keterbatasan sarana dan prasarana sosial ekonomi di kawasan perbatasan tersebut menyebabkan minimnya kegiatan investasi, rendahnya optimalisasi pemanfaatan SDA, rendahnya penciptaan lapangan pekerjaan, sulit berkembangnya pusat pertumbuhan, keterisolasian wilayah, ketergantungan masyarakat terhadap pelayanan sosial ekonomi dari negara tetangga, tingginya biaya hidup, serta rendahnya kualitas sumberdaya manusia.
Pengembangan perekonomian kawasan perbatasan perlu dilakukan secara seimbang dengan pengelolaan aspek keamanan yang juga sering muncul sebagai isu krusial di kawasan ini. Kegiatan eksploitasi SDA secara ilegal oleh pihak asing, seperti illegal logging dan illegal fishing, masih marak terjadi dan menyebabkan degradasi lingkungan hidup. Adanya kesamaan budaya dan adat antara masyarakat di kedua negara serta faktor kesenjangan ekonomi menyebabkan munculnya mobilitas penduduk lintas batas yang memerlukan penanganan khusus.
Lemahnya sistem pengawasan di kawasan perbatasan menyebabkan adanya potensi kerawanan kawasan ini terhadap transnasional crime. Permasalahan lain yang tidak dapat dilepaskan dalam pengelolaan kawasan perbatasan adalah belum disepakatinya penetapan wilayah negara di beberapa segmen batas darat dan laut melalui kesepakatan dengan negara tetangga.Kerusakan atau pergeseran sebagian patok-patok batas darat sering menyebabkan demarkasi batas di lapangan menjadi kabur. Perlu diperhatikan pula eksistensi pulau-pulau terluar yang menjadi lokasi penempatan Titik Dasar/Titik Referensi sebagai acuan dalam menarik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia.
Strategi Pembangunan Kawasan Perbatasan
Untuk menjadikan kawasan perbatasan sebagai kawasan beranda depan yang berinteraksi positif dengan negara tetangga, diperlukan upaya dan komitmen dari seluruh komponen bangsa, mulai dari pemerintah pusat dan daerah, legislatif, dunia usaha, masyarakat adat dan sebagainya. Dari pemerintah diperlukan adanya kebijakan nasional dan strategi pengembangan serta investasi sarana dan prasarana fisik dasar seperti jalan, pelabuhan, air bersih, listrik dan sebagainya.
Pihak legislatif perlu mendukung setiap kebijakan dan peraturan yang berkaitan dengan pengembangan kawasan perbatasan, sedangkan dari dunia usaha diperlukan dukungan investasi bagi pengembangan pertumbuhan ekonomi seperti kawasan-kawasan perdagangan, berikat, industri, pariwisata, dan kawasan lainnya.
Bagi masyarakat di sekitar perbatasan seperti masyarakat adat, perlu diikutsertakan secara aktif dalam setiap pengambilan keputusan karena mereka merasa memiliki hak-hak ulayat yang telah ada sejak sebelum Republik berdiri. Namun „pengorbanan‟ masyarakat adat ini perlu disertai dengan reward kepada mereka yang diatur secara adil dan transparan.
Strategi pengembangan kawasan perbatasan secara umum meliputi :
1) Menjadikan kawasan perbatasan sebagai pintu gerbang ke negara tetangga
2) Membangun kawasan perbatasan dengan pendekatan kesejahteraan (prosperity), keamanan (security), dan lingkungan (environment) secara serasi.
3) Mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di kecamatan-kecamatan yang langsung berbatasan secara selektif dan bertahap sesuai prioritas dan kebutuhan.
4) Meningkatkan perlindungan sumberdaya alam hutan tropis (tropical forest) dan kawasan konservasi, serta mengembangkan kawasan budidaya secara produktif bagi kesejahteraan masyarakat lokal.
5) Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia (SDM) melalui pembangunan di bidang pendidikan, kesehatan, perhubungan dan informasi.
Meningkatkan kerjasama pembangunan di bidang sosial, budaya, keamanan dan ekonomi dengan negara tetangga.
Sedangkan strategi pengembangan kawasan perbatasan secara khusus harus disesuaikan dengan kondisi potensi dan masalah di masing-masing kawasan perbatasan. Beberapa model pengembangan kawasan perbatasan darat yang dapat dikembangkan sesuai dengan kondisi dan potensi kawasan perbatasan yang ada antara lain sebagai pusat pertumbuhan, transito, stasiun riset dan pariwisata alam, serta agropolitan.
Di dalam masing-masing model tersebut dapat dibangun beberapa komponen pembentuk kawasan perbatasan, seperti PLB, pelabuhan darat (dry port), kawasan wisata alam/lingkungan dan budaya, akuakultur, kawasan berikat (bounded zone), kawasan industri, dan welcome plaza. Pengembangan ekonomi kawasan perbatasan perlu mempertimbangkan beberapa aspek antara lain pasar di negara tetangga, potensi komoditas daerah, peluang bagi investasi swasta, serta jaminan keamanan, baik di internal maupun yang berhubungan dengan negara tetangga.
Sedangkan konsep pengembangan kawasan perbatasan laut perlu lebih ditekankan pada upaya pengembangan pulau-pulau terluar yang tersebar dari mulai Selat Malaka, kepulauan Sangihe Talaud sampai di bagian selatan yaitu Pulau Wetar beserta kawasan di sekitarnya. Pulau-pulau terluar yang merupakan “halaman depan” negara di wilayah laut, harus dikembangkan segera sesuai fungsi dan potensi pulau. Masalah yang sering ditemui di sebagian besar pulau kecil terluar antara lain adalah tidak tersedianya sarana dan prasarana dasar dan ekonomi, tidak terjaga oleh aparat keamanan, penduduknya lebih banyak berorientasi ke negara tetangga karena letak pulau yang lebih dekat ke negara tetangga, sangat minimnya akses informasi terhadap negara sendiri, dan sebagainya.
Kebijakan dan Program Yang Dilaksanakan
Pembangunan kawasan perbatasan merupakan salah satu komitmen dan kebijakan pembangunan yang telah digariskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2004-2025 dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2004-2025, salah satu arah kebijakan pembangunan dalam rangka mewujudkan pemba-ngunan yang merata dan dapat dinikmati oleh seluruh komponen bangsa di berbagai wilayah Indonesia dilakukan melalui pengem-bangan kawasan perbatasan termasuk pulau-pulau kecil terluar yang selama ini luput dari perhatian. Pengembangan kawasan perbatasan dikemukakan pula secara lebih tegas di dalam rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009 khususnya dalam agenda pengurangan ketimpangan antar wilayah.
Salah satu sasaran pengurangan ketimpangan antar wilayah adalah terwujudnya percepatan pembangunan di wilayah-wilayah cepat tumbuh dan strategis, wilayah tertinggal, termasuk wilayah perbatasan dalam suatu “sistem wilayah pengembangan ekonomi‟ yang terintegrasi dan sinergis”.
Untuk mencapai sasaran ini, kebijakan pembangunan jangka menengah diarahkan pada upaya untuk pengembangan kawasan perbatasan dengan mengubah arah kebijakan pembangunan yang selama ini cenderung berorientasi inward looking menjadi outward looking. Orientasi outward looking dimaknai kedalam upaya-upaya untuk memanfaatkan kawasan perbatasan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga.
Adapun pendekatan pembangunan yang dilakukan selain menggunakan pendekatan yang bersifat keamanan, juga diperlukan pendekatan kesejahteraan, termasuk pendekatan lingkungan.
Di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009, telah ditetapkan Program Pengembangan Wilayah Perbatasan yang dilaksanakan untuk mencapai dua tujuan sekaligus, yaitu :
(1) menjaga keutuhan wilayah NKRI melalui penetapan hak kedaulatan NKRI yang dijamin oleh hukum internasional; dan
(2) meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat dengan menggali potensi ekonomi, sosial dan budaya, serta keuntungan lokasi geografis yang sangat strategis untuk berhubungan dengan negara tetangga. Kegiatan pokok terkait yang dilaksanakan untuk memfasilitasi pemerintah daerah antara lain :
a. Penguatan pemerintah daerah dalam mempercepat peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat melalui :
(a) peningkatan pembangunan sarana dan prasarana sosial dan ekonomi;
(b) peningkatan kapasitas SDM;
(c) pemberdayaan kapasitas aparatur pemerintah dan kelembagaan;serta
(d) peningkatan mobilisasi pendanaan pembangunan;
b. Peningkatan keberpihakan pemerintah dalam pembiayaan pembangunan, terutama untuk pembangunan sarana dan prasarana ekonomi di wilayah-wilayah perbatasan dan pulau-pulau kecil melalui, antara lain, penerapan berbagai skema pembiayaan pembangunan seperti: pemberian prioritas dana alokasi khusus (DAK), public service obligation (PSO) dan keperintisan untuk transportasi, penerapan universal service obligation (USO) untuk telekomunikasi, serta program listrik masuk desa;
c. Percepatan pendeklarasian dan penetapan garis perbatasan antarnegara dengan tanda-tanda batas yang jelas serta dilindungi oleh hukum internasional;
d. Peningkatan kerjasama masyarakat dalam memelihara lingkungan (hutan) dan mencegah penyelundupan barang, termasuk hasil hutan (illegal logging) dan perdagangan manusia (human trafficking), sekaligus mengupayakan kemudahan pergerakan barang dan orang secara sah, melalui peningkatan penyediaan fasilitas kepabeanan, keimigrasian, karantina, serta keamanan dan pertahanan;
Peningkatan wawasan kebangsaan masyarakat dan penegakan supremasi hukum serta aturan perundang-undangan terhadap setiap pelanggaran yang terjadi di wilayah perbatasan.
Khusus dalam pengelolaan pulau kecil terluar, pemerintah telah pula menerbitkan Perpres 78 tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar.
Tujuan pengelolaan pulau-pulau kecil terluar berdasarkan Perpres ini selain untuk menjaga keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, keamanan nasional, pertahanan negara dan bangsa, serta menciptakan stabilitas kawasan, melalui pemanfaatan sumberdaya alam dalam rangka pembangunan yang berkelanjutan serta memberdayakan masyarakat dalam rangka peningkatan kesejahteraan. Bidang-bidang yang dikelola dalam pengelolaan pulau-pulau kecil terluar antara lain :
(1) sumberdaya alam dan lingkungan hidup;
(2) infrastruktur dan perhubungan;
(3) pembinaan wilayah;
(4) pertahanan dan keamanan;
(5) ekonomi, sosial, dan budaya.
Arahan Kebijakan lain tertuang di dalam PP No. 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. RTRWN telah menetapkan 9 kawasan perbatasan negara beserta 26 Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) sebagai pusat pelayanan kawasan perbatasan, yang bertujuan untuk menyediakan pelayanan kegiatan masyarakat di perbatasan termasuk pelayanan kegiatan lintas batas.
Hingga tahun 2019, RTRWN telah memprogramkan agar seluruh kawasan perbatasan dapat dikembangkan dan ditingkatkan kualitasnya dalam aspek kesejahteraan, hankam, dan lingkungan, serta mempercepat pengembangan 26 Pusat Kegiatan Strategis Nasional.
Baru-baru ini pemerintah telah pula menerbitkan Undang-Undang Nomor 43 tentang Wilayah Negara. Beberapa hal pokok yang diatur antara lain :
(1) pengaturan pembagian kewenangan antara pemerintah pusat, provinsi, dan daerah dalam pengelolaan batas wilayah dan kawasan negara. Pemda memiliki kewenangan besar dalam upaya pembangunan sosial dan ekonomi;
(2) mengamanatkan pembentukan Badan Pengelola di tingkat Pusat dan Daerah sebagai upaya untuk meningkatkan sinergitas pembangunan antarsektor dan antara pusat-daerah. Badan ini yang diberi tugas untuk mengelola Batas Wilayah dan Kawasan Perbatasan dalam hal penetapan kebijakan dan program, penetapan rencana kebutuhan anggaran, pengkoordinasian pelaksanaan dan pelaksanaan evaluasi, dan pengawasan; serta
(3) perumusan keikutsertaan masyarakat dalam menjaga dan mempertahankan wilayah negaratermasuk kawasan perbatasan.
Kinerja Pembangunan Kawasan Perbatasan
Berdasarkan arah kebijakan dalam RPJM Nasional 2004-2009 tersebut, dalam kurun waktu empat tahun terakhir telah dilaksanakan berbagai kegiatan baik dalam kerangka anggaran maupun regulasi dalam penenganan kawasan perbatasan oleh berbagai Kementerian dan Lembaga terkait. Kegiatan yang dilaksanakan antara lain :
PENETAPAN GARIS BATAS, meliputi kegiatan-kegiatan antara lain sebagai berikut :
(1) Perundingan dan penetapan batas dengan negara tetangga
(2) Survei dan pemetaan bersama
(3) Pembuatan dan pemeliharaan patok-patok perbatasan
(4) Penyelesaian masalah perbatasan.
PENGAMANAN WILAYAH PERBATASAN, meliputi kegiatan-kegiatan antara lain sebagai berikut :
(1) Pembukaan dan peningkatan pelayanan imigrasi, bea cukai, dan karantina di Pos Lintas Batas;
(2) Pembangunan dan peningkatan pos pengamanan perbatasan dan pos polisi beserta sarana pendukungnya;
(3) Pembangunan tugu batas, dermaga, suar, sarana komunikasi;
(4) Patroli darat, laut dan udara;
(5) Penegakan hukum terhadap pelaku kegiatan illegal.
PENGEMBANGAN WILAYAH meliputi kegiatan-kegiatan antara lain sebagai berikut (dilaksanakan Pemerintah Pusat bersama Pemerintah Daerah terkait) :
(1) Pembangunan dan rehabilitasi jaringan jalan dan jembatan, jaringan irigasi, prasarana air baku dan sarana permukiman di beberapa wilayah perbatasan;
(2) Peningkatan layanan pendidikan dan kese-hatan;
(3) Pembangunan dan pengadaan prasarana dan sarana transportasi darat, laut dan udara, penyediaan subsidi angkutan di wilayah perbatasan tertentu;
(4) Penyediaan layanan pos, telekomunikasi, dan informasi di sejumlah desa perbatasan;
(5) Pemberian insentif untuk pendirian wilayah ekonomi khusus (seperti wilayah perda-gangan bebas, wilayah industri, dll.).;
(6) Pembangunan pasar dan marketing point/sarana promosi ekspor pada beberapa daerah;
(7) Peningkatan ketersediaan sarana dan prasarana ketenagalistrikan;
(8) Penyediaan air bersih dari sumur bor/air bawah tanah;
(9) Pemberian bantuan sarana produksi kepada masyarakat;
(10) Pemberdayaan sosial ekonomi dan peningkatan kesejahteraan sosial Komunitas Adat Terpencil
(11) Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah
(12) Pembinaan sentra-sentra produksi
(13) Kerjasama pembangunan sosial ekonomi dengan negara tetangga melalui forum SOSEK MALINDO dan KESR
(14) Pelaksanaan koordinasi pembangunan wilayah perbatasan
(15) Peningkatan kapasitas aparat pemerintah daerah perbatasan
(16) Penyiapan permukiman, perpindahan, dan penempatan transmigran
Penerbitan Regulasi Dan Keberpihakan Pendanaan Pembangunan, Meliputi kegiatan-kegiatan antara lain sebagai berikut :
(1) Penerbitan Undang-Undang No. 43 tentang Wilayah Negara;
(2) Penerbitan Peraturan Presiden No. 78 tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar;
(3) Penerbitan Permendagri No. 18 tahun 2007 tentang Standardisasi Sarana, Prasarana dan Pelayanan Lintas Batas Antar Negara;
(4) Penetapan wilayah perbatasan sebagai salah satu kriteria perhitungan alokasi DAK.
Rencana Pembangunan Perbatasan Dalam Jangka Menengah Meskipun telah tercapai cukup banyak kemajuan dalam penanganan wilayah perbatasan dibandingkan awal pelaksanaan RPJM Nasional, namun perlu diakui bahwa pembangunan di kawasan perbatasan masih dirasakan lamban.
Salah satu permasalahan utama dalam penanganan kawasan perbatasan selama empat tahun terakhir adalah belum optimalnya koordinasi dan sinergitas antar sektor.
Ini menyebabkan belum optimalnya upaya pengelolaan kawasan perbatasan. Suatu manajemen pengelolaan kawasan perbatasan yang terintegrasi, baik dalam aspek perencanaan maupun pelaksanaannya belum terbangun. Anggaran pembangunan untuk pengembangan kawasan perbatasan juga masih relatif terbatas karena sering terkalahkan oleh prioritas pembangunan lain.
Untuk itu, beberapa agenda yang perlu memperoleh perhatian dalam upaya penanganan kawasan perbatasan ke depan antara lain :
(1) Penetapan Rencana Tata Ruang Kawasan Perbatasan sebagai acuan mengenai ruang dan tempat (spatial) bagi upaya pengembangan wilayah secara terpadu antar sektor dan antar daerah;
(2) Penetapan Peraturan Presiden mengenai pembentukan Badan Nasional Pengelola Perbatasan beserta penyusunan Rencana Induk Pengembangan Kawasan Perbatasan;
(3) Peningkatan alokasi pendanaan pembangunan untuk mempercepat pembangunan sarana dan prasarana dan pengamanan wilayah perbatasan;
(4) Meningkatkan partisipasi sektor swasta dan dunia usaha, lembaga non pemerintah, dan masyarakat lokal dalam pengembangan wilayah perbatasan.
Menindaklanjuti hasil-hasil yang telah dicapai hingga tahun 2009 sebagai tahun terakhir pelaksanaan RPJMN 2004-2009, saat ini tengah dirancang Kebijakan Pengembangan Kawasan Perbatasan untuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah periode 2010-2014. Arah kebijakan pembangunan kawasan perbatasan tahun 2010-2014 adalah ”mempercepat pengembangan kawasan perbatasan sebagai beranda depan negara sekaligus pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan Negara tetangga secara terintegrasi dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat dan keamanan negara dengan memperhatikan kelestarian lingkungan hidup”.
Terdapat tujuh fokus kebijakan pengembangan kawasan perbatasan dalam Rancangan RPJMN 2010-2014, diantaranya :
Penyelesaian penetapan dan penegasan batas negara, dengan kegiatan prioritas :
(1) penyelesaian penetapan batas darat dan laut;
(2) pengadaan dan pemeliharaan patok-patok batas negara di darat dan laut;
(3) pemetaan kawasan dan batas wilayah perbatasan serta pengukuran koordinat batas; dan
(4) pendokumentasian perjanjian batas internasional dengan negara tetangga.
Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan di kawasan perbatasan, dengan kegiatan prioritas :
(1) pengembangan PKSN secara terpadu sebagai pusat industri maupun non-industri sesuai fungsi kabupaten/kota dengan mempertimbangkan daya dukung dan daya dorong berdasarkan prinsip pembangunan ekonomi yang berkesinambungan; dan
(2) penciptaan sistem hubungan ekonomi antar PKSN dengan negara tetangga sesuai dengan fungsi kabupaten/kotanya.
Peningkatan kemampuan kerjasama kegiatan ekonomi antara kawasan perbatasan dengan negara tetangga, dengan kegiatan prioritas :
(1) penyelenggaraan forum kerjasama sosial ekonomi antara kawasan perbatasan dengan negara tetangga yang saling menguntungkan; dan
(2) penyelenggaraan perdagangan lintas batas yang menguntungkan bagi masyarakat setempat.
Peningkatan tingkat kesejahteraan masyarakat, dengan kegiatan prioritas :
(1) peningkatan pelayanan sosial dasar dalam rangka peningkatan produktivitas;
(2) penyediaan sarana dan prasarana transmigrasi;
(3) penyediaan sarana dan prasarana perdesaan;
(4) pemberian bantuan stimulan untuk mendukung kegiatan produksi;
(5) pemeliharaan kelestarian lingkungan; dan
(6) fasilitasi penguatan identitas budaya dan tradisi masyarakat lokal perbatasan.
Pemeliharaan kelestarian lingkungan, dengan kegiatan prioritas :
(1) peningkatan kerjasama masyarakat dalam memelihara lingkungan; dan
(2) pemulihan dan pemeliharaan kawasan lindung dan konservasi di kawasan perbatasan darat dan laut, termasuk pulau kecil terluar.
Peningkatan pertahanan, keamanan, dan penegakan hukum, dengan kegiatan prioritas :
(1) peningkatan kemampuan sarana dan prasarana pertahanan dan keamanan di kawasan perbatasan;
(2) peningkatan infrastruktur dan pelayanan Kepabeanan, Imigrasi, Karantina dan Keamanan (CIQS) pada Pos Lintas Batas (PLB);
(3) sosialisasi wawasan kebangsaan kepada masyarakat dalam rangka peningkatan pemantapan pertahanan dan keamanan berbasis masyarakat; dan
(4) peningkatan koordinasi antar instansi penegak hukum di perbatasan darat dan laut.
Peningkatan kapasitas kelembagaan dan keberpihakan pendanaan pembangunan, dengan
kegiatan prioritas :
(1) Fasilitasi pembentukan dan peningkatan kapasitas Badan Pengelola Perbatasan;
(2) Pengembangan kapasitas sarana dan prasarana pelayanan pemerintahan umum;
(3) Penyediaan Dana Alokasi Khusus , USO untuk telekomunikasi dan PSO untuk transportasi
Pengembangan kawasan perbatasan merupakan upaya untuk mewujudkan hak kedaulatan NKRI sebagai sebuah negara yang merdeka. Oleh karena itu, ruang lingkup pengembangan kawasan perbatasan terkait erat dengan persoalan penyelesaian batas wilayah negara Indonesia dengan negara-negara tetangga yang amat strategis bagi Indonesia dari segi geo-politik dan geo-strategis. Penyelesaian persoalan perbatasan secara damai dan upaya pengem-bangan kawasan perbatasan berikut penanganan masalahnya akan memperkuat efektivitas pelaksanaan politik luar negeri dan diplomasi untuk mencapai tujuannya sebagaimana yang ditetapkan dalam pembukaan UUD 1945.
Pengembangan kawasan perbatasan juga diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan perbatasan, yang karena lokasinya yang terpencil dan jauh dari pusat-pusat pertumbuhan ekonomi, saat ini masih dalam kondisi keterbelakangan. Peningkatan kesejah-teraan masyarakat lokal ini juga sangat penting ditinjau dari aspek ketahanan bangsa. Bumi Indonesia kaya akan sumberdaya alam dan budaya. Bangsa-bangsa lain banyak yang tidak mempunyai kekayaan sebesar yang dimiliki negara Indonesia. Melalui upaya pengembangan kawasan perbatasan ini, diharapkan berbagai bentuk pencurian kekayaan sumber daya alam dan budaya Indonesia tidak akan terjadi.
Hal ini memerlukan kerjasama yang erat dari semua pihak secara sinergis, baik antar instansi di tingkat pusat maupun antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Masing-masing pihak mempunyai tugas dan tanggung jawab yang berbeda satu sama lain, namun secara bersama-sama semuanya menyatu pada upaya membangun wilayah Negara Kesatuan Repubik Indonesia yang kuat, berdaulat dan sejahtera.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar