Empat Masalah Pokok Pengembangan Kota di Indonesia
Dalam rangka untuk mendapatkan rumusan awal tentang konsep “Kota Ideal“, pertama-tama kita berangkat dari masalah pokok apa yang dihadapi oleh kota-kota kita saat ini. Menurut saya, masalah pokok yang dimaksud terdiri dari (4) empat masalah, yaitu :
1. Mengatasi proses Urbanisasi yang sedang berlangsung. Masalah urbanisasi ini mempunyai dua karakteristik, yang pertama adalah kecepatan dan yang kedua adalah dimensi. Secara dimensional, penduduk daerah urban Indonesia akan menjadi dua kali lipat dalam 25 tahun yang akan datang dan dalam kurun waktu tersebut jumlahnya bertambah dari sekitar 85 juta menjadi lebih dari 170 juta jiwa.
Tahun 2008 lalu untuk pertama kali jumlah penduduk dunia di perkotaan telah melampaui batas magis 50% dari penduduk dunia. “Kota Ideal“ yang menjadi impian kita harus mempunyai kemampuan mengantisipasi proses urbanisasi ini.
Yang pertama harus diselesaikan adalah masalah distribusi penggunaan tanah yang tidak seimbang, dimana sebagian kecil anggota masyarakat menggunakan atau mengontrol sebagian besar sumber daya tanah di perkotaan. Praktek-praktek spekulasi tanah turut memper-buruk situasi tersebut. Kota-kota besar kita pada saat ini tidak mampu menyediakan tanah untuk menyediakan perumahan dan membangun berbagai fasilitas sosial yang dibutuhkan oleh masyarakat luas.
Penduduk dan daerah hunian lainnya secara terus menerus semakin terdesak oleh ekspansi dari proses komersialisasi lahan. Ini menyebabkan turunnya jumlah unit hunian rumah di pusat kota dan mendorong terjadinya urban sprawl dalam bentuk hunian sub-urban di pinggiran kota. Dampak dari semua ini adalah terjadinya desintegrasi fungsi kota yang menghancurkan koherensi dari sistem perkotaan yang ada dan semakin tidak efisiennya sistem urban kota-kota di Indonesia
2. Kekuasaan ekonomi dan politik global. Sebagai akibat lebih terbukanya hubungan lintas Negara satu dengan lainnya maka kompleksitas dari masalah yang kita hadapi akan meningkat, terutama dalam hal-hal yang terkait dengan arus komunikasi, barang dan manusia. Pengaruh globalisasi sistem ekonomi dan komunikasi akan berdampak kuat terhadap perubahan struktur ekonomi dan sistem nilai kultural di kota-kota kita.
Kondisi ini akan menyebabkan kota-kota Indonesia lebih berfungsi sebagai bridgeheads bagi ekonomi global dan menjadi agen-agen pemasaran dan mediasi demi kepentingan ekonomi global. Semua itu di satu pihak akan memperlemah ekonomi lokal setempat secara struktural dan memicu sebuah perubahan sistem nilai kultural yang kontradiktif dengan nilai-nilai kultural setempat.
3. “Agent of development”, terutama dalam kaitannya dengan transformasi masyarakat Indonesia secara keseluruhan dari masyarakat tradisional menjadi modern, dan dari rural menjadi industrial. Perlu digarisbawahi di sini bahwa seiring dengan semakin majunya kesejahteraan masyarakat, maka kebutuhan akan ruang secara kuantitas dan secara kualitas di dalam kota akan semakin meningkat.
Hal ini akan berlangsung terus bahkan bagi kota-kota yang jumlah penduduknya relatif stabil. Ini bisa mempertajam ketimpangan antara desa dan kota. Karena itu “Kota Ideal“ adalah kota yang bisa berperan sebagai agent of development. Sebuah “Kota Ideal“ harus bisa menjadi lokomotif yang ikut mendorong perkembangan Indonesia secara keseluruhan disatu pihak, dan sebagai sebuah kesatuan urban (urbanentity).
4. Perubahan sistem ekologis global maupun lokal. Pada saat ini kota-kota di Indonesia belum mempunyai kemampuan untuk mengatasi atau menjinakkan berbagai dampak negatif yang diakibatkan oleh kenaikan suhu bumi seperti perubahan iklim, kenaikan permukaan air laut, kekeringan, banjir, dan seterusnya.
Kecenderungan pada saat ini adalah bahwa selain meningkatnya kerusakan lingkungan urban secara umum, juga telah terjadi ketidakadilan pada pendistribusian sumberdaya alam demi keuntungan mereka yang menguasai sistem produksi urban dan ketidak adilan pada pendistribusian beban lingkungan (environmental burden) atas kerugian mereka yang berstatus sosial rendah.
KOTA IDEAL Yang Menjadi Impian
Sesuai dengan paparan mengenai masalah-masalah yang kita hadapi sekarang maka kota impian yang ideal bagi Indonesia saat ini adalah kota dengan ciri-ciri sebagai berikut :
1) Kota yang mampu mengantisipasi proses urbanisasi, dalam arti kata mampu menyediakan ruang hidup yang berkualitas bagi semua penghuninya. Hal ini bisa tercapai bila distribusi tanah perkotaan, utilitas dan fasilitas perkotaan dilakukan secara berkeadilan. Distribusi dari pemakaian tanah dan sumberdaya urban lainnya harus dilakukan secara berkeadilan dengan tujuan bisa menampung berbagai tingkat kegiatan ekonomi urban mulai dari ekonomi kampung, ekonomi urban, ekonomi regional maupun ekonomi global.
Secara sosial ini berarti kota tersebut mampu mengembangkan sebuah komunitas urban baru (new urban community) yang bertumpu pada kehidupan kolektif (coex is tance) yang kuat. Dari segi spatial ini berarti kita harus melakukan reorganisasi dari satuan-satuan ruang (spatial entity) baik di dalam kota maupun di pinggiran kota yang mampu mewadahi lahirnya komunitas urban yang kolektif tersebut. Dari segi perumahan, kota yang ideal harus mampu menyediakan perumahan bagi semua golongan sosial masyarakat yang walaupun mempunyai standard yang berbeda tetapi dapat memenuhi standar kualitas yang minimal.
KOTA IDEAL harus melindungi rumah yang ada, mengusahakan penambahan jumlah rumah (housingstock) sesuai dengan pertambahan penduduk dan secara bertahap membantu mereka yang kurang mampu untuk meningkatkan kualitas rumah mereka. Bagi mereka yang tidak mampu memiliki rumah atau bagi mereka yang hanya ingin tinggal di kota untuk sementara, maka kota perlu mengembangkan kemampuan untuk menyediakan perumahan sewa.
2) Kota yang dapat berfungsi sebagai agent of development, dalam pengertian mampu menjadi pemacu perkembangan ekonomi nasional dalam rangka proses transformasi masyarakat Indonesia secara keseluruhan dari Negara berkembang menjadi negara yang mampu bersaing secara global, demokratis dan bermartabat. Dalam kaitannya dengan itu “Kota Ideal“ harus mampu mengatasi struktur ekonomi urban yang sangat lemah dalam menghadapi dominasi ekonomi global dengan cara memperkuat ekonomi lokal dan global.
Peningkatan ekonomi urban yang bertumpu pada hubungan regional yang kuat dengan wilayah di sekeliling kota harus di dasari pada prinsip keadilan dalam mendistribusikan nilai tambah yang dihasilkan dari kerjasama tersebut. Pengembangan legalinstitusional dan manajemen pemerintahan yang baik akan membantu terjaminnya keberlanjutan pengembangan ekonomi lokal dan regional tanpa harus mengorbankan integrasi ekonomi urban tersebut pada pasar global.
3) Kota yang secara sosial dan kultural harus menjadi bagian terintegrasi secara lokal-regional, bukan sebagai agen perantara yang secara sepihak mendukung kepentingan politik negara-negara adikuasa dan secara berat sebelah hanya berfungsi sebagai penyebar kultur universal yang bersifat generik di kota kota di Indonesia. Kota-kota Indonesia harus mampu berkembang menjadi kota yang secara sosial-budaya terintegrasi dalam pergaulan antar kota-kota dunia disatu pihak, tanpa kehilangan ciri lokalnya yang spesifik dilain pihak. Kemampuan ini hanya mungkin dikembangkan bila “Kota Ideal“ kita ini mempunyai akar yang kuat (embeded) baik secara ekonomi, sosial maupun kultural di wilayah dimana dia berada.
4) Terakhir adalah, bahwa “Kota Ideal“ yang kita impikan adalah sebuah kota yang mempunyai ketahanan yang kuat atau kemampuan yang tinggi untuk menetralisasi proses perubahan iklim, dengan segala dampak dan akibatnya. Masalah yang harus mampu diatasi oleh “Kota Ideal“ yang kita impikan adalah datangnya ancaman dalam bentuk perubahan sistem ekologis. Kota yang ideal dalam pengertian ini adalah kota yang mampu menjinakkan dampak negatif dari kenaikan suhu bumi seperti perubahan, kenaikan permukaan air laut, kekeringan, banjir, dan seterusnya. Kota yang ideal tidak cukup hanya mempunyai kemampuan untuk membangun kota secara lebih sustainable dengan menerapkan yang dinamakan green technology, tetapi kota yang ideal harus mengembangkan kemampuannya untuk melindungi kota dan penduduk kotanya dari berbagai ancaman lingkungan (environmental threat).
Dari keempat ciri-ciri “Kota Ideal“ yang menjadi impian tersebut, sebetulnya menurut saya hal yang terakhir ini adalah yang termudah, karena pada hakekatnya hal inilah sebenarnya yang mendasari lahirnya semua peradaban urban. Kemampuan manusia untuk hidup bersama dalam komunitas (collective community) yang lalu berkembang menjadi urbanco-existance lahir dari kepentingan bersama untuk melindungi diri dari keganasan lingkungan alam. Perbedaannya hanya bahwa keganasan alam saat ini sebagian besar di sebabkan oleh ulah umat manusia sendiri.
Belum pernah dalam sejarahnya, manusia (homo sapiens) berada dalam situasi yang begitu mengancam keberlangsungan hidupnya sebagai makhluk. Claude Levi Strauss mengatakan bahwa “pada saat manusia tidak lagi mengenali batas dari kekuasaannya, maka dia cenderung untuk menghancurkan dirinya sendiri”. Sesuai dengan argumen Ulric Beck (lihat bukunya mengenai RiskSociety), maka kita semua berharap bahwa ancaman yang begitu serius terhadap keberadaannya akan membangkitkan kemampuan manusia untuk secara kolektif mengatasi bahaya itu dengan cara membangun sebuah habitat yang berkelanjutan. (Oleh : Dr. Ing. Jo Santoso)
Dalam rangka untuk mendapatkan rumusan awal tentang konsep “Kota Ideal“, pertama-tama kita berangkat dari masalah pokok apa yang dihadapi oleh kota-kota kita saat ini. Menurut saya, masalah pokok yang dimaksud terdiri dari (4) empat masalah, yaitu :
1. Mengatasi proses Urbanisasi yang sedang berlangsung. Masalah urbanisasi ini mempunyai dua karakteristik, yang pertama adalah kecepatan dan yang kedua adalah dimensi. Secara dimensional, penduduk daerah urban Indonesia akan menjadi dua kali lipat dalam 25 tahun yang akan datang dan dalam kurun waktu tersebut jumlahnya bertambah dari sekitar 85 juta menjadi lebih dari 170 juta jiwa.
Tahun 2008 lalu untuk pertama kali jumlah penduduk dunia di perkotaan telah melampaui batas magis 50% dari penduduk dunia. “Kota Ideal“ yang menjadi impian kita harus mempunyai kemampuan mengantisipasi proses urbanisasi ini.
Yang pertama harus diselesaikan adalah masalah distribusi penggunaan tanah yang tidak seimbang, dimana sebagian kecil anggota masyarakat menggunakan atau mengontrol sebagian besar sumber daya tanah di perkotaan. Praktek-praktek spekulasi tanah turut memper-buruk situasi tersebut. Kota-kota besar kita pada saat ini tidak mampu menyediakan tanah untuk menyediakan perumahan dan membangun berbagai fasilitas sosial yang dibutuhkan oleh masyarakat luas.
Penduduk dan daerah hunian lainnya secara terus menerus semakin terdesak oleh ekspansi dari proses komersialisasi lahan. Ini menyebabkan turunnya jumlah unit hunian rumah di pusat kota dan mendorong terjadinya urban sprawl dalam bentuk hunian sub-urban di pinggiran kota. Dampak dari semua ini adalah terjadinya desintegrasi fungsi kota yang menghancurkan koherensi dari sistem perkotaan yang ada dan semakin tidak efisiennya sistem urban kota-kota di Indonesia
2. Kekuasaan ekonomi dan politik global. Sebagai akibat lebih terbukanya hubungan lintas Negara satu dengan lainnya maka kompleksitas dari masalah yang kita hadapi akan meningkat, terutama dalam hal-hal yang terkait dengan arus komunikasi, barang dan manusia. Pengaruh globalisasi sistem ekonomi dan komunikasi akan berdampak kuat terhadap perubahan struktur ekonomi dan sistem nilai kultural di kota-kota kita.
Kondisi ini akan menyebabkan kota-kota Indonesia lebih berfungsi sebagai bridgeheads bagi ekonomi global dan menjadi agen-agen pemasaran dan mediasi demi kepentingan ekonomi global. Semua itu di satu pihak akan memperlemah ekonomi lokal setempat secara struktural dan memicu sebuah perubahan sistem nilai kultural yang kontradiktif dengan nilai-nilai kultural setempat.
3. “Agent of development”, terutama dalam kaitannya dengan transformasi masyarakat Indonesia secara keseluruhan dari masyarakat tradisional menjadi modern, dan dari rural menjadi industrial. Perlu digarisbawahi di sini bahwa seiring dengan semakin majunya kesejahteraan masyarakat, maka kebutuhan akan ruang secara kuantitas dan secara kualitas di dalam kota akan semakin meningkat.
Hal ini akan berlangsung terus bahkan bagi kota-kota yang jumlah penduduknya relatif stabil. Ini bisa mempertajam ketimpangan antara desa dan kota. Karena itu “Kota Ideal“ adalah kota yang bisa berperan sebagai agent of development. Sebuah “Kota Ideal“ harus bisa menjadi lokomotif yang ikut mendorong perkembangan Indonesia secara keseluruhan disatu pihak, dan sebagai sebuah kesatuan urban (urbanentity).
4. Perubahan sistem ekologis global maupun lokal. Pada saat ini kota-kota di Indonesia belum mempunyai kemampuan untuk mengatasi atau menjinakkan berbagai dampak negatif yang diakibatkan oleh kenaikan suhu bumi seperti perubahan iklim, kenaikan permukaan air laut, kekeringan, banjir, dan seterusnya.
Kecenderungan pada saat ini adalah bahwa selain meningkatnya kerusakan lingkungan urban secara umum, juga telah terjadi ketidakadilan pada pendistribusian sumberdaya alam demi keuntungan mereka yang menguasai sistem produksi urban dan ketidak adilan pada pendistribusian beban lingkungan (environmental burden) atas kerugian mereka yang berstatus sosial rendah.
KOTA IDEAL Yang Menjadi Impian
Sesuai dengan paparan mengenai masalah-masalah yang kita hadapi sekarang maka kota impian yang ideal bagi Indonesia saat ini adalah kota dengan ciri-ciri sebagai berikut :
1) Kota yang mampu mengantisipasi proses urbanisasi, dalam arti kata mampu menyediakan ruang hidup yang berkualitas bagi semua penghuninya. Hal ini bisa tercapai bila distribusi tanah perkotaan, utilitas dan fasilitas perkotaan dilakukan secara berkeadilan. Distribusi dari pemakaian tanah dan sumberdaya urban lainnya harus dilakukan secara berkeadilan dengan tujuan bisa menampung berbagai tingkat kegiatan ekonomi urban mulai dari ekonomi kampung, ekonomi urban, ekonomi regional maupun ekonomi global.
Secara sosial ini berarti kota tersebut mampu mengembangkan sebuah komunitas urban baru (new urban community) yang bertumpu pada kehidupan kolektif (coex is tance) yang kuat. Dari segi spatial ini berarti kita harus melakukan reorganisasi dari satuan-satuan ruang (spatial entity) baik di dalam kota maupun di pinggiran kota yang mampu mewadahi lahirnya komunitas urban yang kolektif tersebut. Dari segi perumahan, kota yang ideal harus mampu menyediakan perumahan bagi semua golongan sosial masyarakat yang walaupun mempunyai standard yang berbeda tetapi dapat memenuhi standar kualitas yang minimal.
KOTA IDEAL harus melindungi rumah yang ada, mengusahakan penambahan jumlah rumah (housingstock) sesuai dengan pertambahan penduduk dan secara bertahap membantu mereka yang kurang mampu untuk meningkatkan kualitas rumah mereka. Bagi mereka yang tidak mampu memiliki rumah atau bagi mereka yang hanya ingin tinggal di kota untuk sementara, maka kota perlu mengembangkan kemampuan untuk menyediakan perumahan sewa.
2) Kota yang dapat berfungsi sebagai agent of development, dalam pengertian mampu menjadi pemacu perkembangan ekonomi nasional dalam rangka proses transformasi masyarakat Indonesia secara keseluruhan dari Negara berkembang menjadi negara yang mampu bersaing secara global, demokratis dan bermartabat. Dalam kaitannya dengan itu “Kota Ideal“ harus mampu mengatasi struktur ekonomi urban yang sangat lemah dalam menghadapi dominasi ekonomi global dengan cara memperkuat ekonomi lokal dan global.
Peningkatan ekonomi urban yang bertumpu pada hubungan regional yang kuat dengan wilayah di sekeliling kota harus di dasari pada prinsip keadilan dalam mendistribusikan nilai tambah yang dihasilkan dari kerjasama tersebut. Pengembangan legalinstitusional dan manajemen pemerintahan yang baik akan membantu terjaminnya keberlanjutan pengembangan ekonomi lokal dan regional tanpa harus mengorbankan integrasi ekonomi urban tersebut pada pasar global.
3) Kota yang secara sosial dan kultural harus menjadi bagian terintegrasi secara lokal-regional, bukan sebagai agen perantara yang secara sepihak mendukung kepentingan politik negara-negara adikuasa dan secara berat sebelah hanya berfungsi sebagai penyebar kultur universal yang bersifat generik di kota kota di Indonesia. Kota-kota Indonesia harus mampu berkembang menjadi kota yang secara sosial-budaya terintegrasi dalam pergaulan antar kota-kota dunia disatu pihak, tanpa kehilangan ciri lokalnya yang spesifik dilain pihak. Kemampuan ini hanya mungkin dikembangkan bila “Kota Ideal“ kita ini mempunyai akar yang kuat (embeded) baik secara ekonomi, sosial maupun kultural di wilayah dimana dia berada.
4) Terakhir adalah, bahwa “Kota Ideal“ yang kita impikan adalah sebuah kota yang mempunyai ketahanan yang kuat atau kemampuan yang tinggi untuk menetralisasi proses perubahan iklim, dengan segala dampak dan akibatnya. Masalah yang harus mampu diatasi oleh “Kota Ideal“ yang kita impikan adalah datangnya ancaman dalam bentuk perubahan sistem ekologis. Kota yang ideal dalam pengertian ini adalah kota yang mampu menjinakkan dampak negatif dari kenaikan suhu bumi seperti perubahan, kenaikan permukaan air laut, kekeringan, banjir, dan seterusnya. Kota yang ideal tidak cukup hanya mempunyai kemampuan untuk membangun kota secara lebih sustainable dengan menerapkan yang dinamakan green technology, tetapi kota yang ideal harus mengembangkan kemampuannya untuk melindungi kota dan penduduk kotanya dari berbagai ancaman lingkungan (environmental threat).
Dari keempat ciri-ciri “Kota Ideal“ yang menjadi impian tersebut, sebetulnya menurut saya hal yang terakhir ini adalah yang termudah, karena pada hakekatnya hal inilah sebenarnya yang mendasari lahirnya semua peradaban urban. Kemampuan manusia untuk hidup bersama dalam komunitas (collective community) yang lalu berkembang menjadi urbanco-existance lahir dari kepentingan bersama untuk melindungi diri dari keganasan lingkungan alam. Perbedaannya hanya bahwa keganasan alam saat ini sebagian besar di sebabkan oleh ulah umat manusia sendiri.
Belum pernah dalam sejarahnya, manusia (homo sapiens) berada dalam situasi yang begitu mengancam keberlangsungan hidupnya sebagai makhluk. Claude Levi Strauss mengatakan bahwa “pada saat manusia tidak lagi mengenali batas dari kekuasaannya, maka dia cenderung untuk menghancurkan dirinya sendiri”. Sesuai dengan argumen Ulric Beck (lihat bukunya mengenai RiskSociety), maka kita semua berharap bahwa ancaman yang begitu serius terhadap keberadaannya akan membangkitkan kemampuan manusia untuk secara kolektif mengatasi bahaya itu dengan cara membangun sebuah habitat yang berkelanjutan. (Oleh : Dr. Ing. Jo Santoso)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar