Berdasarkan kesepakatan dengan BPKP, Departemen Keuangan dan Bapennas disepakati pengelolaan jaringan gas bumi bagi rumah tangga berbentuk KSP sesuai Peraturan Presiden No 67 Tahun 2005 tentang Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur.
Demikian diungkapkan Dirjen Migas, Evita H. Legowo pada acara seminar mengenai peluang dan tantangan bisnis gas kota yang diselenggarakan FWESDM. Karena pembangunan jaringan gas kota menggunakan dana negara maka Beliau melanjutkan, infrastruktur jaringan pipa menjadi aset milik negara dan pada tahap pengelolaannya nanti harus seizin Menteri Keuangan selaku pemegang aset negara. “Untuk itu, dalam waktu dekat kami akan segera mengajukan ijin pengelolaan kepada Menteri Keuangan, ujar Dirjen Migas.
Tahun 2007 lalu pemerintah telah melakukan beberapa pre-feasibility study dan pada tahun 2008, melakukan UKL dan UPL, membuat Front End Engineering Design (FEED) dan Detail Engineering Design for Construction (DEDC) diantaranya untuk Blora, Palembang, Bekasi, Depok, Surabaya dan Medan. Tahun ini pemerintah memper-siapkan alokasi gas, proses pelelangan umum untuk konstruksi dan pengawasan pemba-ngunan, pengadaan untuk konstruksi, mempersiapkan aspek legalnya pengoperasian jaringan dan gas sales agreement.
Pembangunan infrastruktur jaringan pipa gas kota bukanlah perkara mudah, selain keterbatasan dana yang dimiliki pemerintah, juga diperlukan koordinasi dengan pemerintah daerah dan instansi terkait, agar tidak terjadi tumpang tindih serta memberikan pemahaman kepada masyarakat untuk mengalihkan penggunaan bahan bakar minyak ke gas.
Akibat keterbatasan dana tersebut, maka pihak swasta diharapkan dapat lebih berperan dalam kegiatan ini. Meski memiliki keterbatasan dana namun pemerintah berencana untuk tetap melanjutkan pembangunan pipa jaringan distribusi gas untuk rumah tangga berdasarkan road map yang sudah ada, karena program ini memberikan dampak positif bagi masyarakat maupun pemerintah. /Com
BAB VI
PELAKSANAAN PENATAAN RUANG
Bagian Kesatu
Perencanaan Tata Ruang
Paragraf 1
Umum
Pasal 14 (1) Perencanaan tata ruang dilakukan untuk menghasilkan:
Pasal 15 Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, rencana tata ruang wilayah provinsi, dan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota mencakup ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi.
Pasal 16 (1) Rencana tata ruang dapat ditinjau kembali.
Pasal 17
Pasal 18
Demikian diungkapkan Dirjen Migas, Evita H. Legowo pada acara seminar mengenai peluang dan tantangan bisnis gas kota yang diselenggarakan FWESDM. Karena pembangunan jaringan gas kota menggunakan dana negara maka Beliau melanjutkan, infrastruktur jaringan pipa menjadi aset milik negara dan pada tahap pengelolaannya nanti harus seizin Menteri Keuangan selaku pemegang aset negara. “Untuk itu, dalam waktu dekat kami akan segera mengajukan ijin pengelolaan kepada Menteri Keuangan, ujar Dirjen Migas.
Tahun 2007 lalu pemerintah telah melakukan beberapa pre-feasibility study dan pada tahun 2008, melakukan UKL dan UPL, membuat Front End Engineering Design (FEED) dan Detail Engineering Design for Construction (DEDC) diantaranya untuk Blora, Palembang, Bekasi, Depok, Surabaya dan Medan. Tahun ini pemerintah memper-siapkan alokasi gas, proses pelelangan umum untuk konstruksi dan pengawasan pemba-ngunan, pengadaan untuk konstruksi, mempersiapkan aspek legalnya pengoperasian jaringan dan gas sales agreement.
Pembangunan infrastruktur jaringan pipa gas kota bukanlah perkara mudah, selain keterbatasan dana yang dimiliki pemerintah, juga diperlukan koordinasi dengan pemerintah daerah dan instansi terkait, agar tidak terjadi tumpang tindih serta memberikan pemahaman kepada masyarakat untuk mengalihkan penggunaan bahan bakar minyak ke gas.
Akibat keterbatasan dana tersebut, maka pihak swasta diharapkan dapat lebih berperan dalam kegiatan ini. Meski memiliki keterbatasan dana namun pemerintah berencana untuk tetap melanjutkan pembangunan pipa jaringan distribusi gas untuk rumah tangga berdasarkan road map yang sudah ada, karena program ini memberikan dampak positif bagi masyarakat maupun pemerintah. /Com
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 26 TAHUN 2007
TENTANG
PENATAAN RUANG
NOMOR 26 TAHUN 2007
TENTANG
PENATAAN RUANG
PELAKSANAAN PENATAAN RUANG
Bagian Kesatu
Perencanaan Tata Ruang
Paragraf 1
Umum
Pasal 14
a. rencana umum tata ruang; dan
b. rencana rinci tata ruang.
b. rencana rinci tata ruang.
(2) Rencana umum tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a secara berhierarki terdiri atas:
a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;
b. rencana tata ruang wilayah provinsi; dan
c. rencana tata ruang wilayah kabupaten dan rencana tata ruang wilayah kota.
b. rencana tata ruang wilayah provinsi; dan
c. rencana tata ruang wilayah kabupaten dan rencana tata ruang wilayah kota.
(3) Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:
(4) Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b disusun sebagai perangkat operasional rencana umum tata ruang.
(5) Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan huruf b disusun apabila:
a. rencana umum tata ruang belum dapat dijadikan dasar dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang; dan/atau
b. rencana umum tata ruang mencakup wilayah perencanaan yang luas dan skala peta dalam rencana umum tata ruang tersebut memerlukan perincian sebelum dioperasionalkan.
(6) Rencana detail tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dijadikan dasar bagi penyusunan peraturan zonasi.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tingkat ketelitian peta rencana tata ruang diatur dengan peraturan pemerintah.
(2) Peninjauan kembali rencana tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menghasilkan rekomendasi berupa:
a. rencana tata ruang yang ada dapat tetap berlaku sesuai dengan masa berlakunya; atau
b. rencana tata ruang yang ada perlu direvisi.(3) Apabila peninjauan kembali rencana tata ruang menghasilkan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, revisi rencana tata ruang dilaksanakan dengan tetap menghormati hak yang dimiliki orang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan tata cara peninjauan kembali rencana tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah.
(1) Muatan rencana tata ruang mencakup rencana struktur ruang dan rencana pola ruang.
(2) Rencana struktur ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi rencana sistem pusat permukiman dan rencana sistem jaringan prasarana.
(3) Rencana pola ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi peruntukan kawasan lindung dan kawasan budi daya.
(4) Peruntukan kawasan lindung dan kawasan budi daya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi peruntukan ruang untuk kegiatan pelestarian lingkungan, sosial, budaya, ekonomi, pertahanan, dan keamanan.
(5) Dalam rangka pelestarian lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dalam rencana tata ruang wilayah ditetapkan kawasan hutan paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas daerah aliran sungai.
(6) Penyusunan rencana tata ruang harus memperhatikan keterkaitan antarwilayah, antarfungsi kawasan, dan antarkegiatan kawasan.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan rencana tata ruang yang berkaitan dengan fungsi pertahanan dan keamanan sebagai subsistem rencana tata ruang wilayah diatur dengan peraturan pemerintah.
(1) Penetapan rancangan peraturan daerah provinsi tentang rencana tata ruang wilayah provinsi dan rencana rinci tata ruang terlebih dahulu harus mendapat persetujuan substansi dari Menteri.
(2) Penetapan rancangan peraturan daerah kabupaten/kota tentang rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota dan rencana rinci tata ruang terlebih dahulu harus mendapat persetujuan substansi dari Menteri setelah mendapatkan rekomendasi Gubernur.
(3) Ketentuan mengenai muatan, pedoman, dan tata cara penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan Menteri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar