Minggu, 28 Agustus 2011

RENUNGAN TATA RUANG INDONESIA

Nyatakanlah cintamu pada negeri ini dengan mentaati HUKUM...!! Bukan dengan bangga melanggar atau melangkahi semua aturan. Dahuluu..., Bangsa kita dijajah dengan aturan hukum yang menindas. Kenapa kemerdekaan yang didapat diartikan bebas dari semua aturan...???

Pondasi Hukum Merupakan Harga Diri Bangsa Indonesia



Dengan Hormat,
    Saya bangga pada hasil kerja Lembaga Kajian Tata Ruang Indonesia selama ini. Dalam jangka panjang, anak-anak bangsa perlu dibekali strategi, bukan sekedar menyadari potensi.
    Tidak mengajari, namun membekali untuk mengerti sekaligus memahami, biarlah mereka merdeka untuk menyadari eksistensi dirinya terhadap lingkungan (mikro-makro) diantara kotak-kotak ruang kehidupan untuk saling berinteraksi.
    Untuk itu, Lembaga ini belum akan berfikir dan tidak akan berfikir, untuk berubah dari kebutuhan pemahaman masyarakat banyak, segala lapisan dan kepentingan peran kecil kita.
    Observasi, sinkronisasi, verifikasi, dan harmonisasi pada ranah pengkajian, tidak boleh digeser menjadi investigasi dan justifikasi.
    Jangan berubah substansi, ekspresi untuk menegaskan artikulasi perjuangan. tetap teguh jadi bagian peneliti melalui kegiatan-kegiatan terpublikasi.
Selamat Berjuang dan Tetap Memandu..!!  (
Tedie Subarsyah Sumadikara)

Saya tidak tahu akan diberikan hidup oleh Tuhan sampai umur berapa. Tetapi permohonanku kepada-Nya ialah, supaya hidupku itu hidup yang manfaat. Manfaat bagi tanah air dan bangsa, manfaat bagi sesama manusia. Permohonanku ini saya panjatkan pada tiap-tiap sembahyang. Sebab Dialah Asal dari segala asal, Dialah Purwaning Dumadi.
Soekarno 6 - 6 - 1957

Audit Lingkungan Hidup

Kawah Putih - Ciwidey - Kab. Bandung - JABAR
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2009
TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
 

Paragraf 12
Audit Lingkungan Hidup

Pasal 48
Pemerintah mendorong penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk melakukan audit lingkungan hidup dalam rangka meningkatkan kinerja lingkungan hidup.


Pasal 49
(1) Menteri mewajibkan audit lingkungan hidup kepada:
a. usaha dan/atau kegiatan tertentu yang berisiko tinggi terhadap lingkungan hidup; dan/atau
b. penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang menunjukkan ketidaktaatan terhadap peraturan perundang-undangan.
(2) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib melaksanakan audit lingkungan hidup.
(3) Pelaksanaan audit lingkungan hidup terhadap kegiatan tertentu yang berisiko tinggi dilakukan secara berkala.


Pasal 50

(1) Apabila penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1), Menteri dapat melaksanakan atau menugasi pihak ketiga yang independen untuk melaksanakan audit lingkungan hidup atas beban biaya penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan.
(2) Menteri mengumumkan hasil audit lingkungan hidup.


Pasal 51

(1) Audit lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 dan Pasal 49 dilaksanakan oleh auditor lingkungan hidup.
(2) Auditor lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki sertifikat kompetensi auditor lingkungan hidup.
(3) Kriteria untuk memperoleh sertifikat kompetensi auditor lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi kemampuan:
a. memahami prinsip, metodologi, dan tata laksana audit lingkungan hidup;
b. melakukan audit lingkungan hidup yang meliputi tahapan perencanaan, pelaksanaan, pengambilan kesimpulan, dan pelaporan; dan
c. merumuskan rekomendasi langkah perbaikan sebagai tindak lanjut audit lingkungan hidup.
(4) Sertifikat kompetensi auditor lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan oleh lembaga sertifikasi kompetensi auditor lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

dari Lembaga Kajian Tata Ruang Indonesia :
Panorama ini harus tetap dipertahankan sebagai lambang dari masyarakat yang menjaga lingkungan hidup dan taat pada aturan. Kita Harapkan tetap Lestari.

SOSIALISASI PERDA KOTA SURABAYA NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG RTRW KOTA SURABAYA

PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA
NOMOR 3 TAHUN 2007
TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SURABAYA
ASAS, TUJUAN VISI, MISI DAN STRATEGI
Pasal 6
Rencana Tata Ruang Wilayah disusun berasaskan :
a.    pemanfaatan ruang secara efisien dan efektif bagi semua kepentingan secara utuh terpadu, berdayaguna dan berhasilguna, serasi, selaras, seimbang, dan berkelanjutan;
b.    keterbukaan, persamaan, kepastian, kemanfaatan, keadilan, dan perlindungan hukum.

Pasal 7
Penataan ruang wilayah bertujuan :
a.    terselenggaranya pemanfaatan ruang wilayah yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan sesuai dengan kemampuan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup serta kebijaksanaan pembangunan nasional dan daerah;
b.    terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang kawasan lindung, kawasan budidaya dan kawasan tertentu;
c.    terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia;
d.    tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas untuk :
1.    mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas, berbudi luhur dan sejahtera;
2.    mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia;
3.    meningkatkan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya buatan secara berdayaguna, berhasilguna dan tepat guna untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia;
4.    mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mencegah serta menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan;
5.    mewujudkan keseimbangan kepentingan kesejahteraan dan keamanan.

Pasal 8
(1)    Visi Daerah adalah Menuju Surabaya sebagai kota jasa yang nyaman, berdaya, berbudaya, dan berkeadilan.
(2)    Misi Daerah, adalah :
a.    meningkatkan kualitas penataan ruang kota dan infrastruktur kota yang menjamin aksesibilitas publik, berwawasan lingkungan, dan nyaman;
b.    meningkatkan akses, kesadaran, partisipasi, dan kontrol publik dalam penyusunan kebijakan dan penyelenggaraan layanan publik;
c.    mengembangkan aktualisasi dan kearifan budaya lokal warga kota dalam tata pergaulan global;
d.    mewujudkan penegakan hukum yang berkeadilan secara konsisten;
e.    meningkatkan iklim usaha yang kondusif dan berkeadilan.

Pasal 9
(1)    Upaya untuk mewujudkan Visi dan Misi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dilakukan dengan :
a.    meningkatkan kemampuan dan daya saing dalam berbagai bidang dalam rangka menghadapi kompetisi di era otonomi dan globalisasi;
b.    pengembangan jati diri, karakteristik dan citra kota sebagai Kota Pahlawan melalui aktualisasi sejarah perjuangan dan nilai-nilai kepahlawanan dalam pelaksanaan pembangunan dan kehidupan sosial kemasyarakatan;
c. pembangunan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mewujudkan penerapan teknologi tepat guna dalam mendukung pelaksanaan pembangunan yang berhasilguna dan berdaya guna;
d. penyediaan dan peningkatan prasarana dan sarana dasar untuk mendukung aktifitas kehidupan pada suatu kota meliputi perumahan, fasilitas umum sosial, serta penyediaan lapangan pekerjaan;
e. pembangunan dan peningkatan sistem transportasi, utilitas, dan telekomunikasi untuk mempermudah aksesibilitas, arus distribusi, dan jaringan komunikasi dari dan menuju kota baik dalam lingkup lokal, nasional, maupun internasional;
f.  pembangunan dan peningkatan prasarana dan sarana perdagangan dan jasa yang mampu mendukung aktifitas pelayanan dalam skala lokal, regional, nasional maupun internasional;
g. pengembangan sumber daya manusia untuk penyediaan tenaga potensial dalam mendukung pelaksanaan pembangunan melalui pendidikan dan pelatihan mulai tingkat dasar, menengah, dan tinggi;
h. peningkatan potensi budaya lokal, melalui pengembangan kesenian lokal dan pemeliharaan / pelestarian warisan budaya lokal;
i. menjaga stabilitas keamanan untuk mewujudkan iklim usaha dan investasi yang aman dan nyaman.
(2)    Dalam rangka mewujudkan Visi dan Misi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Implementasi Rencana Tata Ruang Wilayah juga didukung oleh Rencana Visi Surabaya (Surabaya Vision Plan) sebagai pedoman investasi dan pengembangan wilayah perkotaan.

Pasal 10
(1)    Untuk mewujudkan tujuan penataan ruang wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, ditetapkan strategi pengembangan ruang wilayah secara terpadu baik untuk wilayah darat maupun laut.
(2)    Strategi pengembangan ruang wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a.    strategi pengembangan kawasan lindung wilayah darat dan laut;
b.    strategi pengembangan kawasan budidaya wilayah darat dan laut;
c.    strategi pengembangan sistem transportasi, utilitas, dan telekomunikasi;
d.    strategi penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara, penatagunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan.



Dari Lembaga Kajian Tata Ruang Indonesia : 
Sudah sangat baik untuk pengaturan Kota Surabaya, hanya perlu Penyesuaian dengan UU RI No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

Sosialisasi UU No. 22/2009 Tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan



Tanjung Pura, Kab. Langkat - Sumatra Utara
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009
TENTANG
LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN



 
Konsiderans


a. bahwa Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagai bagian dari sistem transportasi nasional harus dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran berlalu lintas dan Angkutan Jalan dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi dan pengembangan wilayah;
Jalan di Daerah Tanjungpura Kab. Langkat - SUMUT
c. bahwa perkembangan lingkungan strategis nasional dan internasional menuntut penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, otonomi daerah, serta akuntabilitas penyelenggaraan negara;
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas Lalu Lintas, Angkutan Jalan, Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Kendaraan, Pengemudi, Pengguna Jalan, serta pengelolaannya.
2. Lalu Lintas adalah gerak Kendaraan dan orang di Ruang Lalu Lintas Jalan.



BAB III
RUANG LINGKUP KEBERLAKUAN UNDANG-UNDANG

Pasal 4
Undang-Undang ini berlaku untuk membina dan menyelenggarakan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, dan lancar melalui:
a. kegiatan gerak pindah Kendaraan, orang, dan/atau barang di Jalan;
b. kegiatan yang menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendukung Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan
c. kegiatan yang berkaitan dengan registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor dan Pengemudi, pendidikan berlalu lintas, Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, serta penegakan hukum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.



BAB IV
PEMBINAAN

Pasal 5

(1) Negara bertanggung jawab atas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan pembinaannya dilaksanakan oleh Pemerintah.
(2) Pembinaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. perencanaan;
b. pengaturan;
c. pengendalian; dan
d. pengawasan.
(3) Pembinaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh instansi pembina sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya yang meliputi:
a. urusan pemerintahan di bidang Jalan, oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang Jalan;
b. urusan pemerintahan di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
c. urusan pemerintahan di bidang pengembangan industri Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang industri;
d. urusan pemerintahan di bidang pengembangan teknologi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang pengembangan teknologi; dan
e. urusan pemerintahan di bidang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor dan Pengemudi, Penegakan Hukum, Operasional Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, serta pendidikan berlalu lintas, oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia.



Pasal 6

(1) Pembinaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang dilakukan oleh instansi pembina sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) meliputi:
a. penetapan sasaran dan arah kebijakan pengembangan sistem Lalu Lintas dan Angkutan Jalan nasional;
b. penetapan norma, standar, pedoman, kriteria, dan prosedur penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang berlaku secara nasional;
c. penetapan kompetensi pejabat yang melaksanakan fungsi di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan secara nasional;
d. pemberian bimbingan, pelatihan, sertifikasi, pemberian izin, dan bantuan teknis kepada pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota; dan
e. pengawasan terhadap pelaksanaan norma, standar, pedoman, kriteria, dan prosedur yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah.
(2) Dalam melaksanakan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dapat menyerahkan sebagian urusannya kepada pemerintah provinsi dan/atau pemerintah kabupaten/kota.
(3) Urusan pemerintah provinsi dalam melakukan pembinaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan meliputi:
a. penetapan sasaran dan arah kebijakan sistem Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi dan kabupaten/kota yang jaringannya melampaui batas wilayah kabupaten/kota;
b. pemberian bimbingan, pelatihan, sertifikasi, dan izin kepada perusahaan angkutan umum di provinsi; dan
c. pengawasan terhadap pelaksanaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi.
(4) Urusan pemerintah kabupaten/kota dalam melakukan pembinaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan meliputi:
a. penetapan sasaran dan arah kebijakan sistem Lalu Lintas dan Angkutan Jalan kabupaten/kota yang jaringannya berada di wilayah kabupaten/kota;
b. pemberian bimbingan, pelatihan, sertifikasi, dan izin kepada perusahaan angkutan umum di kabupaten/kota; dan
c. pengawasan terhadap pelaksanaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan kabupaten/kota.



BAB V
PENYELENGGARAAN

Pasal 7

(1) Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dalam kegiatan pelayanan langsung kepada masyarakat dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, badan hukum, dan/atau masyarakat.
(2) Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi instansi masing-masing meliputi:
a. urusan pemerintahan di bidang Jalan, oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang Jalan;
b. urusan pemerintahan di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
c. urusan pemerintahan di bidang pengembangan industri Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang industri;
d. urusan pemerintahan di bidang pengembangan teknologi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang pengembangan teknologi; dan
e. urusan pemerintahan di bidang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor dan Pengemudi, Penegakan Hukum, Operasional Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, serta pendidikan berlalu lintas, oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia.



Pasal 8
Penyelenggaraan di bidang Jalan meliputi kegiatan pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan pengawasan prasarana Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a, yaitu:
a. inventarisasi tingkat pelayanan Jalan dan permasalahannya;
b. penyusunan rencana dan program pelaksanaannya serta penetapan tingkat pelayanan Jalan yang diinginkan;
c. perencanaan, pembangunan, dan optimalisasi pemanfaatan ruas Jalan;
d. perbaikan geometrik ruas Jalan dan/atau persimpangan Jalan;
e. penetapan kelas Jalan pada setiap ruas Jalan;
f. uji kelaikan fungsi Jalan sesuai dengan standar keamanan dan keselamatan berlalu lintas; dan
g. pengembangan sistem informasi dan komunikasi di bidang prasarana Jalan.



Pasal 9
Penyelenggaraan di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b meliputi:
a. penetapan rencana umum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
b. Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas;
c. persyaratan teknis dan laik jalan Kendaraan Bermotor;
d. perizinan angkutan umum;
e. pengembangan sistem informasi dan komunikasi di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
f.  pembinaan sumber daya manusia penyelenggara sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan
g. penyidikan terhadap pelanggaran perizinan angkutan umum, persyaratan teknis dan kelaikan Jalan Kendaraan Bermotor yang memerlukan keahlian dan/atau peralatan khusus yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.



Pasal 10
Penyelenggaraan di bidang industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf c meliputi:
a. penyusunan rencana dan program pelaksanaan pengembangan industri Kendaraan Bermotor;
b. pengembangan industri perlengkapan Kendaraan Bermotor yang menjamin Keamanan dan Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan
c. pengembangan industri perlengkapan Jalan yang menjamin Keamanan dan Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.



Pasal 11
Penyelenggaraan di bidang pengembangan teknologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf d meliputi:
a. penyusunan rencana dan program pelaksanaan pengembangan teknologi Kendaraan Bermotor;
b. pengembangan teknologi perlengkapan Kendaraan Bermotor yang menjamin Keamanan dan Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan
c. pengembangan teknologi perlengkapan Jalan yang menjamin Ketertiban dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.



Pasal 12
Penyelenggaraan di bidang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor dan Pengemudi, Penegakan Hukum, Operasional Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, serta pendidikan berlalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf e meliputi:
a. pengujian dan penerbitan Surat Izin Mengemudi Kendaraan Bermotor;
b. pelaksanaan registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor;
c. pengumpulan, pemantauan, pengolahan, dan penyajian data Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
d. pengelolaan pusat pengendalian Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
e. pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli Lalu Lintas;
f.  penegakan hukum yang meliputi penindakan pelanggaran dan penanganan Kecelakaan Lalu Lintas;
g. pendidikan berlalu lintas;
h. pelaksanaan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas; dan
i. pelaksanaan manajemen operasional Lalu Lintas.




Pasal 13

(1) Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dilakukan secara terkoordinasi.
(2) Koordinasi Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
(3) Forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan bertugas melakukan koordinasi antarinstansi penyelenggara yang memerlukan keterpaduan dalam merencanakan dan menyelesaikan masalah Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
(4) Keanggotaan forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas unsur pembina, penyelenggara, akademisi, dan masyarakat.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diatur dengan peraturan pemerintah.
Bagian Keenam
Hak dan Kewajiban Pejalan Kaki dalam Berlalu Lintas

Pasal 131

(1) Pejalan Kaki berhak atas ketersediaan fasilitas pendukung yang berupa trotoar, tempat penyeberangan, dan fasilitas lain.
(2) Pejalan Kaki berhak mendapatkan prioritas pada saat menyeberang Jalan di tempat penyeberangan.
(3) Dalam hal belum tersedia fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejalan Kaki berhak menyeberang di tempat yang dipilih dengan memperhatikan keselamatan dirinya.



Pasal 132
(1) Pejalan Kaki wajib:
a. menggunakan bagian Jalan yang diperuntukkan bagi Pejalan Kaki atau Jalan yang paling tepi; atau
b. menyeberang di tempat yang telah ditentukan.
(2) Dalam hal tidak terdapat tempat penyeberangan yang ditentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Pejalan Kaki wajib memperhatikan Keselamatan dan Kelancaran Lalu Lintas.
(3) Pejalan Kaki penyandang cacat harus mengenakan tanda khusus yang jelas dan mudah dikenali Pengguna Jalan lain.

Pariwisata Tangkuban Perahu Lembang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 32 TAHUN 2009
TENTANG
PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP




Pasal 112
Setiap pejabat berwenang yang dengan sengaja tidak melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap peraturan perundang-undangan dan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 dan Pasal 72, yang mengakibatkan terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan yang mengakibatkan hilangnya nyawa manusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Yudistiro, S.H.,M.Hum mengatakan bahwa :
 Pasal 112 dalam Undang - Undang RI No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah “Peringatan keras bagi para Pejabat Pemerintah Daerah dalam mengeluarkan izin pengelolaan kepada pihak swasta yang berdampak  pada Lingkungan Hidup”.

MALAPETAKA BANGSA

MONUMEN PERJUANGAN RAKYAT JAWA BARAT

Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat
Kejadian – kejadian yang terjadi di alam Indonesia yang sama – sama kita cintai, musibah demi musibah disamping keterpurukan ekonomi bangsa yang belum terselesaikan. Dosa – dosa apa yang telah kita langgar? Kita menyadari terlalu banyak baik perintah, anjuran dan keterangan Allah SWT dan Rasulnya sengaja kita lalaikan, dan kita abaikan. Atas dasar itulah Allah memberi peringatan atas kejadian yang menimpa bangsa ini. Setiap kisah kehidupan yang terus berlangsung sebenarnya bagi orang-orang yang cerdas apalagi  bagi seorang cendikiawan punya sentuhan positif untuk mengasah ketajaman daya analisisnya. Setiap peristiwa yang terjadi, sebenarnya bagi orang bijak ada sisi istimewa didalamnya.

Setiap bencana yang meluluh-lantahkan kebagnggaan materi, terjadinya tsunami, gempa disana – sini, banjir hampir disetiap pelosok negeri, wabah penyakit dari berbagai jenis, tawuran dari anak – anak sampai orang dewasa sudah menjadi kebiasan bangsa ini. Sebenarnya bagi orang yang sadar, merasakan sentuhan makna yang teramat dalam, setiap malapetaka yang menyulap suasana suka menjadi duka, bagi orang yang peka jiwanya mampu menerka pelajaran yang berharga (Mengapa hal ini terjadi?). Metode berpikir yang paling sederhana bahkan cara yang dianggap paling primitifpun kuasa memunculkan mutiara pemikiran kelas atas, mampu membahas tuntas persoalan-persoalan kehidupan seruwet atau serumit apapun, Itulah keajaiban nyata yang menjadi tahta kemuliaan manusia sekaligus merupakan demarkasi dengan mahluk lain, Sekecil apapun dan seremeh apapun peristiwa kehidupan , bagi manusia yang berakal tentu tidak akan pernah dianggap sepele karena adanya yang kecil tidak terpisahkan dengan yang besar, adanya yang kecil menjadi cikal bakal terwujudnya hal yang besar.

Ketika berbagai bencana telah merusak kehidupan dan keindahan negeri dengan julukan Untaian Mutiara Khatu-listiwa, tak boleh terpana hanya pada pemandangan buruk akibat bencana, perasaan tak boleh terkurung oleh kepedihan para korban bencana. Akal tak boleh dangkal menyimpulkan penyebab bencana, hanya gejala-gejala alam, tetapi mestinya setiap yang mempunyai akal tidak mencekal sebuah pertanyaan itu adalah (kenapa gejala alam itu terjadi?). bila pertanyaan itu terjawab maka, inilah pelajaran yang amat berharga. Allah SWT berfirman yang artinya : “Sungguh benar-benar pada kisah-kisah mereka terdapat pelajaran bagi orang-orang yang punya akal”(Q.S. Yusuf ayat 111). Allah SWT telah simpulkan mengapa Dia (Allah) menurunkan siksa dan bencana pada ayat sebelumnya dengan firmannya yang artinya : “dan tidak dapat ditolak siksa kami dari pada orang-orang yang berdosa”. (Q.S. Yusuf ayat 110).

Allah SWT bahkan telah memper-tegas pada ayat-Nya yang lain dengan mengawali firman-Nya dengan dua huruf Tauqid (penguat) La dan Qad, berarti Allah SWT meyakinkan kepada setiap pemba-canya ayat tersebut agar benar-benar meyakini isi ayat tersebut dengan seyakin yakinnya tanpa sedikitpun ada keraguan. Allah SWT berfirman yang artinya : “ Dan sesungguhnya kami telah membinasakan umat-umat sebelum kamu, karena mereka berbuat kezhaliman” (Q.S Yunus ayat 14).

Bagaimanakah seorang mukmin menyikapi terhadap bencana yang sedang menimpa negeri ini? Perasaan seorang muslim yang shalih ketika bencana menimpa negeri ini, walau tidak langsung mengenai kampung halamannya, apakah ia merasa tenang? Karena ia yakin secara pribadi adalah orang yang baik ? mukmin sejati ? Tidak, ia tidak merasa aman meskipun manusia seluruh dunia mengakui keshalihannya, karenanya ia bisa saja terkena imbas dari azab yang Allah SWT turunkan pada orang-orang zhalim yang ada disekitarnya. Ia yakin benar dengan tuntutan Robb-Nya. Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Anfal ayat 25 yang artinya : “Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang zhalim saja, diantara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah SWT amat keras siksaannya”.
H. Darussalam Chairuman

1. Senantiasa beristighfar
Begitulah Allah SWT tuntut untuk mematuhi dan melaksanakan perintah-Nya bila ingin selamat dari bencana.  Allah SWT berfirman yang artinya : “Dan Allah SWT sekali-kali tidak akan mengazab mereka,sedang kamu berada diantara mereka, Dan tidaklah pula Allah SWT akan mengazab mereka sedang beristighfar” (Q.S. Al-Anfal ayat 33).

Ibnu Katsir menukil sabda Nabi Muhammad saw ketika menjelaskan Surat Al-Anfal ayat 33 yang artinya : ”Seorang hamba aman dari azab Allah SWT selama ia beristighfar kepada Allah azzawajala” (HR Ahmad).

2. Senantiasa Kembali kepada Allah SWT
Allah SWT mengingatkan kepada kita. “Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang adzab kepadamu, kemudian kamu dapat ditolong (lagi). Dan ikutilah sebaik-baiknya apa yang telah diturunkan kepadamu dari Rabbmu, sebelum dating adzab kepadamu dengan tiba-tiba, sedang kamu tidak menyangka dari-Nya” (Q.S. Azzumar ayat 54-55).

“ Bila seorang hamba dengan tulus kembali kepada ajaran, ilmu Rabbnya berarti ia menjadikan Allah SWT sebagai walinya. Ialah pemilik seluruh kekuatan” ( Q.S Al-Baqarah Ayat 165)
Demikianlah sebagai sumber keselamatan.

3. Senantiasa melakukan Islah
Kezhaliman, pelanggaran dan dosa merebak, boleh jadi karena manusia cenderung memperturutkan hawa nafsunya (Q.S. Yusuf Ayat 53) atau terbelenggu  mereka dengan kebodohannya (Q.S. Al-Ahzab Ayat 72).

    Apabila gerakan-gerakan islah (reformasi) yang mengajak kembali kepada Islam justru dicurigai dan disudutkan, mungkinkah Negeri tersebut akan terlepas dari bencana? Allah SWT telah mengingatkan dan berfirman yang artinya : “Dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zhalim, sedang penduduknya, orang-orang menga-dakan perbaikan yang positif ”.  (Q.S Hud ayat 17). 
(Wassalam : H. Darussalam Chairuman)

SOSIALISASI UURI No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi

UURI NO. 36 TAHUN 1999
TENTANG
TELEKOMUNIKASI

Konsiderans
Tujuan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Penyelenggaraan telekomunikasi mempunyai arti strategis dalam upaya memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, memperlancar kegiatan pemerintahan, mendukung terciptanya tujuan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, serta meningkatkan hubungan antar bangsa. Pengaruh globalisasi dan perkembangan teknologi telekomunikasi yang sangat pesat telah mengakibatkan perubahan yang mendasar dalam penyelenggaraan dan cara pandang terhadap telekomunikasi. Segala sesuatu yang berkaitan dengan perubahan mendasar dalam penyelenggaraan dan cara pandang terhadap telekomunikasi tersebut, perlu dilakukan penataan dan pengaturan kembali penyelenggaraan telekomunikasi nasional.

Proses Penggalian Kabel oleh Petugas Teknis Lapangan
Pasal 12
(1) Dalam rangka pembangunan, pengoperasian, dan atau pemeliharaan jaringan telekomunikasi, penyelenggara telekomunikasi dapat memanfaatkan atau melintasi tanah negara dan atau bangunan yang dimiliki atau dikuasai Pemerintah.
(2) Pemanfaatan atau pelintasan tanah negara dan atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku pula terhadap sungai, danau, atau laut, baik permukaan maupun dasar.
(3) Pembangunan, pengoperasian dan atau pemeliharaan jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan dari instansi pemerintah yang bertanggung jawab dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dari LKTRI :
Selamat atas kehadiran Undang-Undang ini, agar kinerjanya dapat ditingkatkan.

Tapak Sejarah LINGGARJATI

Gedung Perundingan Linggarjati
Brief History of Linggarjati Agreement Building
Year 1918      :   This place used to be a hut belonged to Mrs. Jasitem
Year 1921      :   The hut was renovated by Mr. Tersana
Year 1930      :   Built into a permanent house and became the residence of van OS family.
Year 1935      :   Rented by Mr. Theo Huitker and became a hotel named RUSTOORD.
Year 1942      :   Japan invaded Indonesia and took over the hotel, Its name change into HOKAY
                          RYOKAN.
Year 1945      :   After Proclamation of Indonesia Independence on August 17, 1945 this hotel’s
                          name became ‘MERDEKA’
Year 1946      :   A historical agreement between the Indonesia and Dutch goverment took place this
                          building, This agreement resulted in text called of Linggarjati, based on  the name
                          of village. People then called this building as House of the Text of Linggarjati.
1948 - 1950   :   When the second Dutch millitary aggresive action broke up, this building was used
                          as the Dutch military base
1950 - 1975  :   It was used as State Elementary School of Linggarjati
Tahun 1975    :   Mr. Hatta and Mrs. Sjahrir visited this building. They brought a message from the
                         goverment that this building  would be renovated by the State Oil Company. Bat
                         this renovation effort stopped and this building was still used as an elementary
                         school Linggarjati.
1976              :  The goverment handed the building to Departement of Education and Culture and
                        used as a Historical Museum of Linggarjati Agreement


Riwayat Gedung Perundingan Linggarjati
Tahun 1918     :    Ditempai ini berdiri Gubuk milik Ibu Jasitem
Tahun 1921     :    Oleh seorang Belanda bernama Tersana dirombak menjadi semi permanen.
Tahun 1930     :    Dibangun menjadi permanen dan menjadi rumah tinggal keluarga van Os
Tahun 1935     :    Dikontrak oleh Theo Huitker dan dijadikan Hotel bernama RUSTOORD
Tahun 1942     :    Jepang menjajah bangsa Indonesia dan hotel ini diganti namanya menjadi Hotel HOKAY
                            RYOKAN.
Tahun 1945     :    Setelah Proklamasi Kemerdekaan RI maka hotel ini diberi nama Hotel Merdeka
Tahun 1946     :    Digedung ini berlangsung Peristiwa Bersejarah yaitu perundingan antara Indonesia dengan
                            Pemerintahan Belanda yang menghasikan Naskah Linggarjati Gedung ini sering disebut
                            Gedung Perundingan Linggarjati.
1948 - 1950   :    Sejak aksi militer tentara ke - II, gedung ini dijadikan markas Belanda.
1950 - 1975   :    Ditempati oleh Sekolah Dasar Negeri Linggarjati.
Tahun 1975     :    Bung Hatta dan Ibu Sjahrir berkunjung dengan membawa pesan bahwa gedung ini akan
                            dipugar oleh Pertamina, tapi usaha ini hanya sampai pembuatan bangunan sekolah untuk
                            sekolah Dasar Linggarjati
Tahun 1976     :    Gedung ini oleh Pemerintah diserahkan kepada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
                            untuk dijadikan museum memorial.


Isi Perjanjian Linggarjati
Delegasi-delegasi Belanda dan Indonesia dalam rapat pada hari ini telah mendapatkan kata sepakat tentang persetujuan di bawah ini, hal mana terbukti dari pemarapan naskah yang tersebut dalam bahasa Belanda dan bahasa Indonesia masing-masing berlipat tiga.
Pemerintah Belanda, dalam hal ini berwakilkan Komisi Jenderal, dan Pemerintah Republik Inonesia, dalam hal ini berwakilkan Delegasi Indonesia, oleh karena mengandung keinginan yang ikhlas hendak menetapkan perhubungan yang baik antara kedua bangsa, Belanda dan Indonesia, dengan mengadakan cara dan bentuk-bangun yang baru, bagi kerjasama dengan sukarela, yang merupakan jaminan sebaik-baiknya bagi kemajuan yang bagus, serta dengan kukuh-teguhnya dari pada kedua negeri itu, di dalam masa datang, dan yang membukakan jalan kepada kedua bangsa itu untuk mendasarkan perhubungan antara kedua belah pihak atas dasar-dasar yang baru, menetapkan mupakat seperti berikut, dengan ketentuan akan menganjurkan persetujuan ini selekas-lekasnya untuk memperoleh kebenaran dari pada majlis-majlis perwakilan rakyatnya masing-masing.

Gedung Perundingan Linggarjati
Fatsal 1.
Pemerintah Belanda mengakui kenyataan kekuasaan de facto Pemerintah Republik Indonesia atas Jawa, Madura, dan Sumatra.
Adapun daerah-daerah yang diduduki oleh tentara Serikat atau tentara Belanda dengan berangsur-angsur dan dengan kerjasama antara kedua belah pihak akan dimasukkan pula ke dalam Daerah Republik. Untuk menyelenggarakan yang demikian itu, maka dengan segera akan dimulai melakukan tindakan yang perlu-perlu, supaya, selambatnya pada waktu yang disebutkan dalam pasal 12, termasuknya daerah-daerah yang terserbut itu telah selesai.

Fatsal 2.
Pemerintah Belanda dan Pemerintah Republik Indonesia bersama-sama menyelenggarakan segera berdirinya sebuah negara berdaulat dan berdemokrasi, yang berdasarkan perserikatan, dan dinamai Negara Indonesia Serikat.

Fatsal 3.
Negara Indonesia Serikat itu akan meliputi daerah Hindia Belanda seluruhnya, dengan ketentuan, bahwa, jika kaum penduduk dari pada sesuatu bagian daerah, setelah dimusyawaratkan dengan lain-lain bagian daerah pun juga, menyatakan menurut aturan demokratis, tidak atau masih belum suka masuk ke dalam perserikatan Negara Indonesia Serikat itu, maka untuk bagian daerah itu bolehlah diwujudkan semacam kedudukan istimewa terhadap Negara Indonesia Serikat itu terhadap Kerajaan Belanda.

Fatsal 4.
(1)    Adapun negara-negara yang kelak merupakan Negara Indonesia Serikat itu, ialah Republik Indonesia, Borneo dan Timur-Besar, yaitu dengan tidak mengurangi hak kaum penduduk dari pada sesuatu bagian daerah, untuk menyatakan kehendaknya, menurut aturan demokratis, supaya kedudukannya dalam Negara Indonesia Serikat itu diatur dengan cara lain.
(2)    Dengan tidak menyalahi ketentuan di dalam pasal 3 tadi dan di dalam ayat ke (1) pasal ini, Negara Indonesia Serikat boleh mengadakan aturan istimewa tentang daerah ibu negerinya.

Fatsal 5.
(1)    Undang-undang Dasar dari pada Negara Indonesia Serikat itu ditetapkan nanti oleh sebuah persidangan pembentuk negara, yang akan didirikan dari pada wakil-wakil Republik Indonesia dan wakil-wakil sekutu lain-lain yang akan termasuk kelak dalam Negara Indonesia Serikat itu, yang wakil-wakil itu ditunjukkan dengan jalan demokratis, serta dengan mengingat ketentuan ayat yang berikut dalam pasal ini.
(2)    Kedua belah pihak akan bermusyawarat tentang cara turut campurnya dalam persidangan pembentuk negara itu oleh Republik Indonesia, oleh daerah-daerah yang tidak termasuk dalam daerah kekuasaan Republik itu dan oleh golongan-golongan penduduk yang tidak ada atau tidak cukup perwakilannya, segala itu dengan mengingat tanggung-jawab dari pada Pemerintah Belanda dan Pemerintah Republik Indonesia masing-masing.

Fatsal 6.
(1)    Pemerintah Belanda dan Pemerintah Republik Indonesia untuk membela-perliharakan kepentingan-kepentingan bersama daripada Negeri Belanda dan Indonesia akan bekerja bersama untuk membentuk Persekutuan Belanda-Indonesia, yang dengan terbentuknya itu Kerajaan Belanda, yang meliputi Negeri Belanda, Hindia Belanda, Suriname dan Curacao ditukar sifatnya menjadi persetujuan itu, yang terdiri pada satu pihak dari pada Kerajaan Belanda, yang meliputi Negeri Belanda, Suriname dan Curacao dan pada pihak lainnya dari pada Negara Indonesia Serikat.
(2)    Yang tersebut di atas ini tidaklah mengurangi kemungkinan untuk mengadakan pula aturan kelak kemudian, berkenaan kedudukan antara Negeri Belanda dengan Suriname dan Curacao satu dengan lainnya.

Fatsal 7.
(1)    Untuk membela peliharakan kepentingan-kepentingan yang tersebut di dalam pasal di atas ini, Persekutuan Belanda-Indonesia itu akan mempunyai alat-alat kelengkapan sendiri.
(2)    Alat-alat kelengkapan itu akan dibentuk kelak oleh Pemerintah Kerajaan Belanda dan Pemerintah Negeri Indonesia Serikat; mungkin juga oleh majlis-majlis perwakilan negara-negara itu.
(3)    Adapun yang akan dianggap kepentingan-kepentingan bersama itu ialah kerja-bersama dalam hal perhubungan luar-negeri, pertahanan dan, seberapa perlu keuangan, serta juga hal-hal ekonomi dan kebudayaan.

Fatsal 8.
Di pucuk Persekutuan Belanda-Indonesia itu duduk Raja Belanda. Keputusan-keputusan bagi mengusahakan kepentingan-kepentingan bersama itu ditetapkan oleh kelengkapan Persekutuan itu atas nama Baginda Raja.

Fatsal 9.
Untuk membela-peliharakan kepentingan-kepentingan Negara Indonesia Serikat di Negeri Belanda dan kepentingan-kepentingan Kerajaan Belanda di Indonesia, maka Pemerintah masing-masingnya kelak mengangkat Komisaris Luhur.

Fatsal 10.
Anggar-anggar Persekutuan Belanda-Indonesia itu antara lain-lain akan mengandung ketentuan-ketentuan tentang :
a)    pertanggungan hak-hak kedua belah pihak yang satu terhadap yang lain dan jaminan-jaminan kepastian kedua belah pihak menetapi kewajiban-kewajiban yang satu kepada yang lain;
b)    hal kewarganegaraan untuk warganegara Belanda dan warganegara Indonesia, masing-masing di daerah lainnya;
c)    aturan cara bagaimana menyelesaikannya, apabila dalam alat-alat kelengkapan Kerajaan Belanda memberi bantuan kepada Negara Indonesia Serikat, untuk selama masa Negara Indonesia Serikat itu tidak akan cukup mempunyai alat-alat kelengkapan sendiri;
d)    pertanggungan dalam kedua bagian Persekutuan itu, akan ketentuan hak-hak dasar kemanusiaan dan kebebasan-kebebasan, yang dimaksudkan juga oleh Piagam Persekutuan Bangsa-Bangsa.

Fatsal 11.
(1)    Anggar-anggar itu akan direncanakan kelak oleh suatu permusyawaratan antara wakil-wakil Kerajaan Belanda dan Negara Indonesia Serikat yang hendak dibentuk itu.
(2)    Anggar-anggar itu terus berlaku, setelah dibenarkan oleh majlis-majlis perwakilan rakyat kedua belah pihak masing-masingnya.

Fatsal 12.
Pemerintah Belanda dan Pemerintah Republik Indonesia akan mengusahakan, supaya berwujudnya Negara Indonesia Serikat dan Persekutuan Belanda-Indonesia itu telah selesai, sebelum tanggal 1 Januari 1949.

Fatsal 13.
Pemerintah Belanda dengan segera akan melakukan tindakan-tindakan agar supaya, setelah terbentuknya Persekutuan Belanda Indonesia itu, dapatlah Negara Indonesia Serikat diterima menjadi anggauta di dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Fatsal 14.
Pemerintah Republik Indonesia mengakui hak orang-orang bukan bansa Indonesia akan menuntut dipulihkan hak-hak mereka yang dibekukan dan dikembalikan barang-barang milik mereka, yang lagi berada di dalam daerah kekuasaannya de facto. Sebuah panitya bersama akan dibentuk untuk menyelenggarakan pemulihan atau pengembalian itu.

Fatsal 15.
Untuk mengubah sifat Pemerintah Hindia, sehingga susunannya dan cara bekerjanya seboleh-bolehnya sesuai dengan pengakuan Republik Indonesia dan dengan bentuk-susunan menurut hukum negara, yang direkakan itu, maka Pemerintah Belanda akan mengusahakan, supaya dengan segera dilakukan aturan-aturan undang-undang, akan supaya sementara menantikan berwujudnya Negara Indonesia Serikat dan Persekutuan Belanda-Indonesia itu, kedudukan Kerajaan Belanda dalam hukum negara dan hukum bangsa-bangsa disesuaikan dengan keadaan itu.

Fatsal 16.
Dengan segera setelah persetujuan itu menjadi, maka kedua belah pihak melakukan pengurangan kekuatan balatentaranya masing-masing.
Kedua belah pihak akan bermusyawarat tentang sampai seberapa dan lambat-cepatnya melakukan pengurangan itu; demikian juga tentang kerja-bersama dalam hal ketentaraan.

Fatsal 17.
(1)    Untuk kerja-bersama yang dimaksudkan dalam persetujuan ini antara Pemerintah Belanda dan Pemerintah Republik Indonesia, hendak diwujudakan sebuah badan, yang terdiri dari pada delegasi-delegasi yang ditunjukkan oleh tiap-tiap pemerintah itu masing-masingnya, dengan sebuah sekretariat bersama.
(2)    Pemerintah Belanda dan Pemerintah Republik Indonesia, bila ada tumbuh perselisihan berhubung dengan persetujuan ini, yang tidak dapat diselesaikan denga perundingan antara dua delegasi yang terserbut itu, maka menyerahkan keputusan kepada arbitrage. Dalam hal itu persidangan delegasi-delegasi itu akan ditambah dengan seorang ketua bangsa lain, dengan suara memutuskan, yang diangkat dengan semupakat antara dua pihak delegasi itu, atau, jika tidak berhasil semupakat itu, diangkat oleh ketua Dewan Pengadilan Internasional.

Fatsal penutup.
Persetujuan ini dikarangkan dalam bahasa Belanda dan bahasa Indonesia.
Kedua-duanya naskah itu sama kekuatannya.

Jakarta, 15 Nopember 1946

SOSIALISASI PERDA PROV. JABAR No. 1 Tahun 2008

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 1 TAHUN  2008 TENTANG
PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG KAWASAN BANDUNG UTARA

Pasal 5
Pengaturan mengenai pengendalian pemanfaatan ruang di KBU dalam Peraturan Daerah ini merupakan dasar bagi:
a.    pengaturan pemanfaatan ruang di KBU;
b.    penetapan perizinan;
c.    penyusunan  evaluasi terhadap rencana tata ruang wilayah Kabupaten Bandung, Kota Bandung, Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat;
d.    pemberian hak atas tanah yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang.

Pasal 6 *
Secara administratif KBU berada di wilayah administrasi :
a.     Kabupaten Bandung, meliputi  3 (tiga)  kecamatan, 18 (delapan belas) desa dan 2 (dua) kelurahan.
b.    Kota  Bandung,  meliputi  10 (sepuluh)  kecamatan,  30 (tiga  puluh)  kelurahan.
c.    Kota  Cimahi,   meliputi  2 (dua)  kecamatan  dan  8  (delapan) kelurahan.
d.    Kabupaten  Bandung Barat, meliputi  6 (enam)  kecamatan dan 49 (empat puluh sembilan) desa.

BOSCHA Lembang - Jawa Barat
Pasal 17
(1)    Penataan  lingkungan dan  pelestarian kawasan  Observatorium  Bosscha, diarahkan kepada upaya untuk mempertahankan fungsi Observatorium Bosscha yang terintegrasi dengan penataan kawasan sekitarnya.
(2)    Dalam rangka penataan lingkungan dan pelestarian  Observatorium Bosscha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan upaya-upaya sebagai berikut : 
a.    membatasi jenis lampu yang dipergunakan untuk penerangan luar, lampu hias, atau lampu iklan;
b.    pada radius 2 (dua) kilometer dari Observatorium Bosscha diwajibkan untuk melindungi lampu-lampu luar agar tidak menyebar ke langit;
c.    membatasi penggunaan jenis-jenis lampu yang tingkat pencahayaannya sukar untuk dikurangi;
d.    membatasi penggunaan lampu-lampu sorot di luar rumah dan pada papan reklame;
e.    membatasi waktu penggunaan penerangan, yaitu waktu menyalakan lampu hanya pada periode tertentu di malam hari;
f.    mengurangi wilayah-wilayah perkerasan yang terkena sinar lampu;
g.    mengharuskan papan-papan reklame berlampu diberi pelindung agar sinarnya tidak menghambur ke langit;
h.    jenis lansekap ditentukan yang tidak berdaya pantul besar;
I.    membatasi atau mengatur jenis aktivitas malam pada arena terbuka;
j.    pembatasan jenis kegiatan yang menimbulkan polusi udara;
k.    menghijaukan wilayah terbuka untuk mengurangi jumlah partikel debu;
l.    membatasi lalu lintas kendaraan berat dan penggalian tanah di sekitar Observatorium Bosscha.

)*    Isi Wilayah Kecamatan dan Desa bisa dilihat di Peraturan Daerah Keseluruhannya. Karena terlalu Panjang maka kami singkat dengan memasukan Wilayah Kota dan Kabupatennya saja.

Dari Lembaga Kajian Tata Ruang Indonesia :
Dengan Lahirnya Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No. 1 Tahun 2008 Tentang Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kawasan Bandung Utara. Semoga dapat menjadikan Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat dapat melaksanakan aturan ini sebagaimana yang diamanahkan.

Sosialisasi UURI No 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen

Universitas Padjadjaran (Jl. Dipatiukur Bandung Jawa Barat)
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 14 TAHUN 2005
TENTANG
GURU DAN DOSEN

Konsiderans
    Pembangunan nasional dalam bidang pendidikan adalah upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia serta menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil, makmur, dan beradab berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Untuk menjamin perluasan dan pemerataan akses, peningkatan mutu dan relevansi, serta tata pemerintahan yang baik dan akuntabilitas pendidikan yang mampu menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global perlu dilakukan pemberdayaan dan peningkatan mutu guru dan dosen secara terencana, terarah, dan berkesinambungan.

Pasal 45

Dosen wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, dan memenuhi kualifikasi lain yang dipersyaratkan satuan pendidikan tinggi tempat bertugas, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

Pasal 46
(1)    Kualifikasi akademik dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 diperoleh melalui pendidikan tinggi program pascasarjana yang terakreditasi sesuai dengan bidang keahlian.
(2)    Dosen memiliki kualifikasi akademik minimum:
a.    lulusan program magister untuk program diploma atau program sarjana; dan
b.    lulusan program doktor untuk program pascasarjana.
(3)    Setiap orang yang memiliki keahlian dengan prestasi luar biasa dapat diangkat menjadi dosen.
(4)    Ketentuan lain mengenai kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dan keahlian dengan prestasi luar biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditentukan oleh masing-masing senat akademik satuan pendidikan tinggi.

Pasal 47
(1)    Sertifikat pendidik untuk dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 diberikan setelah memenuhi syarat sebagai berikut:
a.    memiliki pengalaman kerja sebagai pendidik pada perguruan tinggi sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun;
b.    memiliki jabatan akademik sekurang-kurangnya asisten ahli; dan
c.    lulus sertifikasi yang dilakukan oleh perguruan tinggi yang menyelenggarakan program pengadaan tenaga kependidikan pada perguruan tinggi yang ditetapkan oleh Pemerintah.
(2)    Pemerintah menetapkan perguruan tinggi yang terakreditasi untuk menyelenggarakan program pengadaan tenaga kependidikan sesuai dengan kebutuhan.
(3)    Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikat pendidik untuk dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penetapan perguruan tinggi yang terakreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 49
(1)    Profesor merupakan jabatan akademik tertinggi pada satuan pendidikan tinggi yang mempunyai kewenangan membimbing calon doktor.
(2) Profesor memiliki kewajiban khusus menulis buku dan karya ilmiah serta menyebarluaskan gagasannya untuk mencerahkan masyarakat.
(3) Profesor yang memiliki karya ilmiah atau karya monumental lainnya yang sangat istimewa dalam bidangnya dan mendapat pengakuan internasional dapat diangkat menjadi profesor paripurna.
(4) Pengaturan lebih lanjut mengenai profesor paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh setiap perguruan tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Dari LKTRI : 
Undang - Undang ini dapat menjadi acuan dalam menjalankan profesi Dosen dan tugas Profesor

Sosialisasi Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 02 Tahun 2008

Terminal Leuwipanjang
Peraturan Daerah Kota Bandung
Nomor 02 Tahun 2008
Tentang
Penyelenggaraan Perhubungan Di Kota Bandung
Pasal 5
Untuk memberikan arah yang jelas tentang pembangunan transportasi jalan yang ingin dicapai, terpadu dengan moda transportasi lainnya Pemerintah Daerah menyusun Jaringan Transportasi Jalan Daerah yang diwu-judkan dengan menetapkan Rencana Umum Jaringan Transportasi Jalan Daerah.

Pasal 6
(1)    Rencana Umum Jaringan Trans-portasi Jalan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 memuat :
a.    rencana lokasi ruang kegiatan yang harus dihubungkan oleh ruang lalu lintas termasuk jaringan jalan tidak sebidang dan perekayasaaan ruas – ruas jalan serta persimpangan;
b.    prakiraan – prakiraan perpindah-an orang dan/atau barang menu-rut asal dan tujuan perjalanan;
c.    arah kebijakan peranan trans-portasi di jalan dan keseluruhan moda transportasi;
d.    rencana kebutuhan lokasi simpul;
e.    rencana kebutuhan ruang lalu lintas.
(2)    Rencana kebutuhan jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi rencana kebutuhan jaringan jalan perkotaan dan lingkungan, jaringan jalan Propinsi dan jalan Negara di Daerah serta jaringan jalan bebas hambatan.
(3)    Prakiraan – prakiraan perpindahan orang dan/atau barang menurut asal dan tujuan perjalanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i, ditetapkan berdasarkan hasil survei secara berkala;
(4)    Arah kebijakan sebagaimana di-maksud pada ayat (1) huruf c, meli-puti penetapan rencana angkutan dalam berbagai moda sesuai dengan potensi yang akan dikembangkan.
(5)    Rencana kebutuhan simpul seba-gaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, meliputi rencana kebutuhan Terminal penumpang, Terminal barang, Shelter/ halte bus dan Stasiun Kereta Api.

Pasal 7
Untuk mewujudkan Rencana Umum Jaringan Transportasi Jalan sebagai-mana dimaksud dalam Pasal 6, Wali-kota menyusun rencana detail trans-portasi jalan yang meliputi kegiatan :
a.    penunjukan dan penetapan rencana lokasi untuk pembangunan ja-ringan jalan, terminal dan/atau tempat perberhentian (shelter/ halte), penetapan rencana jaringan trayek, jaringan lintas, wilayah operasi taxi dan/atau angkutan khusus lainnya, kerjasama trans-portasi antar daerah untuk pelaya-nan angkutan umum diperbatasan;
b.    mengusulkan rencana lokasi untuk jaringan jalan negara dan jalan propinsi di Daerah, kepada Menteri dan Gubernur untuk ditetapkan kedalam satu kesatuan sistem jaringan jalan negara dan jalan propinsi;
c.    mengusulkan penetapan rencana jaringan lintas dan trayek di Daerah kepada Menteri dan Gubernur untuk ditetapkan dalam kesatuan sistem jaringan trayek Antar Kota Antar Propinsi dan Trayek Antar Kota Dalam Propinsi;
d.    mengusulkan penunjukan lokasi Terminal di Daerah kepada Men-teri melalui Gubernur untuk dite-tapkan sebagai Terminal tertunjuk Antar Kota Antar Propinsi dan Ter-minal Antar Kota Dalam Propinsi;
e.    rencana lokasi Terminal lokal dan tempat pemberhentian (shelter/ halte) ditetapkan oleh Walikota.

Terminal Cicaheum
Terminal Cicaheum
Pasal 8
Setiap lahan yang telah ditetapkan sebagai rencana lokasi pembangunan jaringan jalan dan terminal diberikan atau dipasang tanda batas peruntukan yang jelas dengan patok rencana jalan dan terminal, serta diumumkan kepada masyarakat.

Pasal 9
Untuk kepentingan pengamanan rencana pembangunan jaringan jalan dan terminal, setiap orang, badan hukum dilarang :
a.    mencabut, menggeser dan/atau menghilangkan patok rencana jalan dan terminal;
b.    membangun dan/atau melakukan kegiatan di luar peruntukkan yang telah ditetapkan.