|
Gedung Perundingan Linggarjati |
|
Brief History of Linggarjati Agreement Building
Year 1918 : This place used to be a hut belonged to Mrs. Jasitem
Year 1921 : The hut was renovated by Mr. Tersana
Year 1930 : Built into a permanent house and became the residence of van OS family.
Year 1935 : Rented by Mr. Theo Huitker and became a hotel named RUSTOORD.
Year 1942 : Japan invaded Indonesia and took over the hotel, Its name change into HOKAY
RYOKAN.
Year 1945 : After Proclamation of Indonesia Independence on August 17, 1945 this hotel’s
name became ‘MERDEKA’
Year 1946 : A historical agreement between the Indonesia and Dutch goverment took place this
building, This agreement resulted in text called of Linggarjati, based on the name
of village. People then called this building as House of the Text of Linggarjati.
1948 - 1950 : When the second Dutch millitary aggresive action broke up, this building was used
as the Dutch military base
1950 - 1975 : It was used as State Elementary School of Linggarjati
Tahun 1975 : Mr. Hatta and Mrs. Sjahrir visited this building. They brought a message from the
goverment that this building would be renovated by the State Oil Company. Bat
this renovation effort stopped and this building was still used as an elementary
school Linggarjati.
1976 : The goverment handed the building to Departement of Education and Culture and
used as a Historical Museum of Linggarjati Agreement
Riwayat Gedung Perundingan Linggarjati
Tahun 1918 : Ditempai ini berdiri Gubuk milik Ibu Jasitem
Tahun 1921 : Oleh seorang Belanda bernama Tersana dirombak menjadi semi permanen.
Tahun 1930 : Dibangun menjadi permanen dan menjadi rumah tinggal keluarga van Os
Tahun 1935 : Dikontrak oleh Theo Huitker dan dijadikan Hotel bernama RUSTOORD
Tahun 1942 : Jepang menjajah bangsa Indonesia dan hotel ini diganti namanya menjadi Hotel HOKAY
RYOKAN.
Tahun 1945 : Setelah Proklamasi Kemerdekaan RI maka hotel ini diberi nama Hotel Merdeka
Tahun 1946 : Digedung ini berlangsung Peristiwa Bersejarah yaitu perundingan antara Indonesia dengan
Pemerintahan Belanda yang menghasikan Naskah Linggarjati Gedung ini sering disebut
Gedung Perundingan Linggarjati.
1948 - 1950 : Sejak aksi militer tentara ke - II, gedung ini dijadikan markas Belanda.
1950 - 1975 : Ditempati oleh Sekolah Dasar Negeri Linggarjati.
Tahun 1975 : Bung Hatta dan Ibu Sjahrir berkunjung dengan membawa pesan bahwa gedung ini akan
dipugar oleh Pertamina, tapi usaha ini hanya sampai pembuatan bangunan sekolah untuk
sekolah Dasar Linggarjati
Tahun 1976 : Gedung ini oleh Pemerintah diserahkan kepada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
untuk dijadikan museum memorial.
Isi Perjanjian Linggarjati
Delegasi-delegasi Belanda dan Indonesia dalam rapat pada hari ini telah mendapatkan kata sepakat tentang persetujuan di bawah ini, hal mana terbukti dari pemarapan naskah yang tersebut dalam bahasa Belanda dan bahasa Indonesia masing-masing berlipat tiga.
Pemerintah Belanda, dalam hal ini berwakilkan Komisi Jenderal, dan Pemerintah Republik Inonesia, dalam hal ini berwakilkan Delegasi Indonesia, oleh karena mengandung keinginan yang ikhlas hendak menetapkan perhubungan yang baik antara kedua bangsa, Belanda dan Indonesia, dengan mengadakan cara dan bentuk-bangun yang baru, bagi kerjasama dengan sukarela, yang merupakan jaminan sebaik-baiknya bagi kemajuan yang bagus, serta dengan kukuh-teguhnya dari pada kedua negeri itu, di dalam masa datang, dan yang membukakan jalan kepada kedua bangsa itu untuk mendasarkan perhubungan antara kedua belah pihak atas dasar-dasar yang baru, menetapkan mupakat seperti berikut, dengan ketentuan akan menganjurkan persetujuan ini selekas-lekasnya untuk memperoleh kebenaran dari pada majlis-majlis perwakilan rakyatnya masing-masing.
|
Gedung Perundingan Linggarjati |
Fatsal 1.
Pemerintah Belanda mengakui kenyataan kekuasaan
de facto Pemerintah Republik Indonesia atas Jawa, Madura, dan Sumatra.
Adapun daerah-daerah yang diduduki oleh tentara Serikat atau tentara Belanda dengan berangsur-angsur dan dengan kerjasama antara kedua belah pihak akan dimasukkan pula ke dalam Daerah Republik. Untuk menyelenggarakan yang demikian itu, maka dengan segera akan dimulai melakukan tindakan yang perlu-perlu, supaya, selambatnya pada waktu yang disebutkan dalam pasal 12, termasuknya daerah-daerah yang terserbut itu telah selesai.
Fatsal 2.
Pemerintah Belanda dan Pemerintah Republik Indonesia bersama-sama menyelenggarakan segera berdirinya sebuah negara berdaulat dan berdemokrasi, yang berdasarkan perserikatan, dan dinamai Negara Indonesia Serikat.
Fatsal 3.
Negara Indonesia Serikat itu akan meliputi daerah Hindia Belanda seluruhnya, dengan ketentuan, bahwa, jika kaum penduduk dari pada sesuatu bagian daerah, setelah dimusyawaratkan dengan lain-lain bagian daerah pun juga, menyatakan menurut aturan demokratis, tidak atau masih belum suka masuk ke dalam perserikatan Negara Indonesia Serikat itu, maka untuk bagian daerah itu bolehlah diwujudkan semacam kedudukan istimewa terhadap Negara Indonesia Serikat itu terhadap Kerajaan Belanda.
Fatsal 4.
(1) Adapun negara-negara yang kelak merupakan Negara Indonesia Serikat itu, ialah Republik Indonesia, Borneo dan Timur-Besar, yaitu dengan tidak mengurangi hak kaum penduduk dari pada sesuatu bagian daerah, untuk menyatakan kehendaknya, menurut aturan demokratis, supaya kedudukannya dalam Negara Indonesia Serikat itu diatur dengan cara lain.
(2) Dengan tidak menyalahi ketentuan di dalam pasal 3 tadi dan di dalam ayat ke (1) pasal ini, Negara Indonesia Serikat boleh mengadakan aturan istimewa tentang daerah ibu negerinya.
Fatsal 5.
(1) Undang-undang Dasar dari pada Negara Indonesia Serikat itu ditetapkan nanti oleh sebuah persidangan pembentuk negara, yang akan didirikan dari pada wakil-wakil Republik Indonesia dan wakil-wakil sekutu lain-lain yang akan termasuk kelak dalam Negara Indonesia Serikat itu, yang wakil-wakil itu ditunjukkan dengan jalan demokratis, serta dengan mengingat ketentuan ayat yang berikut dalam pasal ini.
(2) Kedua belah pihak akan bermusyawarat tentang cara turut campurnya dalam persidangan pembentuk negara itu oleh Republik Indonesia, oleh daerah-daerah yang tidak termasuk dalam daerah kekuasaan Republik itu dan oleh golongan-golongan penduduk yang tidak ada atau tidak cukup perwakilannya, segala itu dengan mengingat tanggung-jawab dari pada Pemerintah Belanda dan Pemerintah Republik Indonesia masing-masing.
Fatsal 6.
(1) Pemerintah Belanda dan Pemerintah Republik Indonesia untuk membela-perliharakan kepentingan-kepentingan bersama daripada Negeri Belanda dan Indonesia akan bekerja bersama untuk membentuk Persekutuan Belanda-Indonesia, yang dengan terbentuknya itu Kerajaan Belanda, yang meliputi Negeri Belanda, Hindia Belanda, Suriname dan Curacao ditukar sifatnya menjadi persetujuan itu, yang terdiri pada satu pihak dari pada Kerajaan Belanda, yang meliputi Negeri Belanda, Suriname dan Curacao dan pada pihak lainnya dari pada Negara Indonesia Serikat.
(2) Yang tersebut di atas ini tidaklah mengurangi kemungkinan untuk mengadakan pula aturan kelak kemudian, berkenaan kedudukan antara Negeri Belanda dengan Suriname dan Curacao satu dengan lainnya.
Fatsal 7.
(1) Untuk membela peliharakan kepentingan-kepentingan yang tersebut di dalam pasal di atas ini, Persekutuan Belanda-Indonesia itu akan mempunyai alat-alat kelengkapan sendiri.
(2) Alat-alat kelengkapan itu akan dibentuk kelak oleh Pemerintah Kerajaan Belanda dan Pemerintah Negeri Indonesia Serikat; mungkin juga oleh majlis-majlis perwakilan negara-negara itu.
(3) Adapun yang akan dianggap kepentingan-kepentingan bersama itu ialah kerja-bersama dalam hal perhubungan luar-negeri, pertahanan dan, seberapa perlu keuangan, serta juga hal-hal ekonomi dan kebudayaan.
Fatsal 8.
Di pucuk Persekutuan Belanda-Indonesia itu duduk Raja Belanda. Keputusan-keputusan bagi mengusahakan kepentingan-kepentingan bersama itu ditetapkan oleh kelengkapan Persekutuan itu atas nama Baginda Raja.
Fatsal 9.
Untuk membela-peliharakan kepentingan-kepentingan Negara Indonesia Serikat di Negeri Belanda dan kepentingan-kepentingan Kerajaan Belanda di Indonesia, maka Pemerintah masing-masingnya kelak mengangkat Komisaris Luhur.
Fatsal 10.
Anggar-anggar Persekutuan Belanda-Indonesia itu antara lain-lain akan mengandung ketentuan-ketentuan tentang :
a) pertanggungan hak-hak kedua belah pihak yang satu terhadap yang lain dan jaminan-jaminan kepastian kedua belah pihak menetapi kewajiban-kewajiban yang satu kepada yang lain;
b) hal kewarganegaraan untuk warganegara Belanda dan warganegara Indonesia, masing-masing di daerah lainnya;
c) aturan cara bagaimana menyelesaikannya, apabila dalam alat-alat kelengkapan Kerajaan Belanda memberi bantuan kepada Negara Indonesia Serikat, untuk selama masa Negara Indonesia Serikat itu tidak akan cukup mempunyai alat-alat kelengkapan sendiri;
d) pertanggungan dalam kedua bagian Persekutuan itu, akan ketentuan hak-hak dasar kemanusiaan dan kebebasan-kebebasan, yang dimaksudkan juga oleh Piagam Persekutuan Bangsa-Bangsa.
Fatsal 11.
(1) Anggar-anggar itu akan direncanakan kelak oleh suatu permusyawaratan antara wakil-wakil Kerajaan Belanda dan Negara Indonesia Serikat yang hendak dibentuk itu.
(2) Anggar-anggar itu terus berlaku, setelah dibenarkan oleh majlis-majlis perwakilan rakyat kedua belah pihak masing-masingnya.
Fatsal 12.
Pemerintah Belanda dan Pemerintah Republik Indonesia akan mengusahakan, supaya berwujudnya Negara Indonesia Serikat dan Persekutuan Belanda-Indonesia itu telah selesai, sebelum tanggal 1 Januari 1949.
Fatsal 13.
Pemerintah Belanda dengan segera akan melakukan tindakan-tindakan agar supaya, setelah terbentuknya Persekutuan Belanda Indonesia itu, dapatlah Negara Indonesia Serikat diterima menjadi anggauta di dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Fatsal 14.
Pemerintah Republik Indonesia mengakui hak orang-orang bukan bansa Indonesia akan menuntut dipulihkan hak-hak mereka yang dibekukan dan dikembalikan barang-barang milik mereka, yang lagi berada di dalam daerah kekuasaannya de facto. Sebuah panitya bersama akan dibentuk untuk menyelenggarakan pemulihan atau pengembalian itu.
Fatsal 15.
Untuk mengubah sifat Pemerintah Hindia, sehingga susunannya dan cara bekerjanya seboleh-bolehnya sesuai dengan pengakuan Republik Indonesia dan dengan bentuk-susunan menurut hukum negara, yang direkakan itu, maka Pemerintah Belanda akan mengusahakan, supaya dengan segera dilakukan aturan-aturan undang-undang, akan supaya sementara menantikan berwujudnya Negara Indonesia Serikat dan Persekutuan Belanda-Indonesia itu, kedudukan Kerajaan Belanda dalam hukum negara dan hukum bangsa-bangsa disesuaikan dengan keadaan itu.
Fatsal 16.
Dengan segera setelah persetujuan itu menjadi, maka kedua belah pihak melakukan pengurangan kekuatan balatentaranya masing-masing.
Kedua belah pihak akan bermusyawarat tentang sampai seberapa dan lambat-cepatnya melakukan pengurangan itu; demikian juga tentang kerja-bersama dalam hal ketentaraan.
Fatsal 17.
(1) Untuk kerja-bersama yang dimaksudkan dalam persetujuan ini antara Pemerintah Belanda dan Pemerintah Republik Indonesia, hendak diwujudakan sebuah badan, yang terdiri dari pada delegasi-delegasi yang ditunjukkan oleh tiap-tiap pemerintah itu masing-masingnya, dengan sebuah sekretariat bersama.
(2) Pemerintah Belanda dan Pemerintah Republik Indonesia, bila ada tumbuh perselisihan berhubung dengan persetujuan ini, yang tidak dapat diselesaikan denga perundingan antara dua delegasi yang terserbut itu, maka menyerahkan keputusan kepada arbitrage. Dalam hal itu persidangan delegasi-delegasi itu akan ditambah dengan seorang ketua bangsa lain, dengan suara memutuskan, yang diangkat dengan semupakat antara dua pihak delegasi itu, atau, jika tidak berhasil semupakat itu, diangkat oleh ketua Dewan Pengadilan Internasional.
Fatsal penutup.
Persetujuan ini dikarangkan dalam bahasa Belanda dan bahasa Indonesia.
Kedua-duanya naskah itu sama kekuatannya.
Jakarta, 15 Nopember 1946