Kamis, 25 Agustus 2011

5W 1H TERHADAP GAJAH


Pintu gerbang Taman Nasional Way Kambas







Ironi Bencana Gajah Lampung
Keberadaan hutan seharusnya memberikan dampak positif bagi masyarakat. Tetapi terjadinya kerusakan hutan, justru menjadi potensi bencana. Salah satu bencana akibat kerusakan hutan di Lampung adalah terjadinya bencana gajah.
Bencana ini seolah menggambarkan terjadinya konflik antara masyarakat dan satwa gajah, yang baru-baru ini terjadi kembali di Kecamatan Way Jepara, Lampung Timur. Gajah diketahui berasal dari Taman Nasional Way Kambas (TNWK), yang berbatasan langsung dengan 36 desa di sekitarnya. TNWK merupakan rumah perlindungan bagi sekitar 350 gajah Sumatera dari ancaman kepunahan.
Selama lima bulan terakhir, tercatat sudah terjadi 17 kali bencana gajah dengan warga yang tinggal di sekitar hutan penyangga TNWK. Akibatnya, ratusan hektar lahan pertanian padi, jagung, singkong serta perkebunan milik warga rusak dimakan dana diinjak-injak gajah. Sedangkan di lain pihak, dua gajah penghuni TNWK tewas akibat tindakan aparat dan warga.

Taman Nasional Way Kambas
Pada awalnya status kawasan taman nasional way kambas merupakan tempat suaka margasatwa di tahun 1924, kemudian ditingkatkan menjadi suaka alam pada tahun 1937, berdasarkan Keputusan Gubernur Hindia Belanda Nomor 14 Stbl 1937 tanggal 26 Januari 1937. kemudian pada tahun 1989 melalui Keputusan Menteri Kehutanan No.444/ Menhut/II/1989, kawasan ini dinyatakan menjadi Taman Nasional.
Kawasan Taman Nasional Way Kambas dengan luas 130.000 ha yang saat ini dikelola oleh Balai Konservasi Sumber daya Alam Tingkat I Propinsi Lampung, yang sebagian besar merupakan dataran rendah yang sedikit bergelombang dengan ketinggian yang bervariasi dari 0- 98 meter diatas permukaan laut, dengan memiliki dua musim yang berbeda, musim hujan antara bulan Okbober sampai April dan musim kering antara bulan Mei sampai September.
Taman Nasional Way kambas memiliki potensi pariwisata yang cukup tinggi dengan keindahan alam yang cukup menarik dan bervariasi, mulai dari keindahan alam, ekosistem, hutan magrove, hutan pantai, hutan hujan, dataran rendah dan lain-lain kesemuanya ini bisa dinikmati dengan cara menyelusuri sungai-sungai besar yang ada di sekitar Taman Nasional Way Kambas, seperti Way Panet dan Way Wako dengan menggunakan kapal motor speed Board.
Taman Nasional Way Kambas memiliki beberapa potensi yang cukup menarik utuk dikunjungi oleh wisatawan baik Domestik maupun mancanegara karena taman ini terdapat :
Taman Nasional Way Kambas secara administratif pemerintahan terletak di Kecamatan Way Jepara, Labuan Meringgai, Sukadana, Purbolinggo, Rumbia dan Seputih Surabaya, Kabupaten Lampung Tengah, Propinsi Lampung. 

Jenis–jenis Fauna yang terdapat dalam kawasan ini terdiri dari berbagai spesies satwa liar yang terkenal di dunia misalnya;
��Harimau Sumatera (Panthera Sumatra)
��Anjing Liar Asia (Cuon Apinus )
��Tapir (Tapirus Indicus)
��Badak
��Gajah Sumatera (Elephans Maximus Sumateranus)
��Enam jenis primata, yaitu jenis kera merupakan potensi yang cukup besar, sehingga pada tahun 1983 diselenggarakan kursus primata guna mendidik kader konsevasi dalam bidang primata. Adapun ke enam jenis ini adalah Siamang, Owa-owa, Lutung, Kera , Beruk, Siumpai.
��Jenis reptilia yang dapat dijumpai adalah buaya yang terdapat di rawa-rawa dan sungai-sungai yang mnyebar di kawasan Taman Nasional Way Kambas.
��Jenis burung ditaman ini mencapai + 286 jenis burung, seperti Bangau putih, Rangkok, Ibis jambul hitam, pecuk ular, raja udang dan lain-lain

Di dalam kawasan Taman Nasional Way Kambas juga terdapat Pusat Pelatihan Gajah (Elephant Training Centre) dengan areal seluas + 500 ha yang dioperasikan mulai tanggal 29 Agustus 1985. dalam daerah ini wisatawan dapat menyaksikan bagaimana Gajah yang semula liar, tetapi bisa dijinakkan dan dilatih menjadi sahabat untuk membuat atraksi maupun rekreasi dan juga untuk kepentingan lain.

Jenis Flora yang terdapat di Taman Nasional Way Kambas seperti ;
��Berdasarkan ekosistem didominasi
O   Hutan Mangrove, seperti Api-api, Rhizophorasp Nipah, di sepanjang Way Kambas, Sekapuk, Wako, Way Pegadungan
O   Hutan Rawa, seperti Geam, Nibung, di Way Biru Wako dan Way Panet.
O   Hutan Pantai seperti Ketapang, Cemara Laut, Pandan, yang terdpat di sepanjang pantai dari Kuala Penet sampai Kuala seputih.
O   Hutan daratan rendah seperti Meranti, Salam, Rawang,Minyak yang terdapat di daerah Susukan Baru, Plang Ijo, Way Kanan, Rantau Jaya Ilir, Rasau, dan sekitarnya.
��Berdasarkan Type Vegetasi
O   Hutan skunder yang terdiri dari Meranti, Minyak, Sempur, Suren, Puspa, Jabon, Rengas.
O   Rawa atau daerah basah, seperti Nibung, inang merah, dan jenis rumput.
O   Tanaman Reboisasi pada vegetasi Alang- alang ; Lamtogung, Kaliandra, dan Jambu Monyrt.
Dari penjelasan diatas potensi alam Taman Nasional Way kambas yang memiliki nilai ekonomis tinggi, maka kawasan ini dapat menjadi salah satu daya tarik wisatawan baik dalam negeri maupun luar negeri, baik untuk rekreasi, penelitian, observasi, wisata alam dan sebagainya.

Potensi Flora
Taman Nasional Way Kambas merupakan perwakilan ekosistem hutan dataran rendah yang terdiri dari hutan rawa air tawar, padang alang-alang/semak belukar, dan hutan pantai di Sumatera. Kawasan ini terdiri dari hutan rawa air tawar, padang alang-alang/semak belukar dan hutan payau/pantai dengan jenis floranya yaitu : Api-api (Avicenia marina), Pidada (Sonneratia sp.), Nipah (Nypa fructicans), gelam (Melaleuca leucadendron), Salam (Eugenia polyantha), Rawang (Glocchidion boornensis), Ketapang (Terminalia cattapa), Cemara Laut (Casuarina equisetifolia), Pandan (Pandanus sp.), Puspa (Schima walichii), Meranti (Shorea sp.), Minyak (Diptorecapus gracilis), Merbau (Instsia sp.), Pulai (Alstonia angustiloba), Bayur (Pterospermum javanicum), Keruing (Dipterocarpus sp.), Laban (Vitex pubescens) dan lain-lain.

Potensi Fauna
Taman Nasional Way Kambas merupakan habitat Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis), Gajah Sumatera (Elephas maximus), Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrensis), Tapir (Tapirus indicus), Beruang madu (Helarctos malayanus), Anjing hutan (Cuon alpinus), Rusa (Cervus unicolor), Ayam hutan (Gallus gallus), Rangkong (Buceros sp.), Owa (Hylobates moloch), Lutung Merah (Presbytis rubicunda), Siamang (Hylobates syndactylus), Bebek Hutan (Cairina scutulata), Burung Pecuk Ular (Anhinga melanogaster) dan sebagainya.
(dikutip dari : http://www.dephut.go.id/informasi/tamnas/tn5kam.html)
Humas Way Kambas : Dedi (081369378999)


Saran LKTRI :
  1. Luas wilayah yang telah ditetapkan untuk taman nasional, jangan diganggu-gugat oleh konorbasi kota.
  2. Lahan-lahan yang ada didalam pada dasarnya bukan untuk dijadikan PIR, atau Pertanian bagi para pensiunan yang menempati sebagian lahan didalamnya, termasuk penduduk lokal.
  3. Harus dibangun Lembaga Institut Taman Marga Satwa Dunia, agar riset-riset dan penelitian yang ada didalamnya dapat dipertanggungjawabkan, dan masyarakat yang ada di seluruh dunia harus mengetahuinya.
  4. Petugas yang ada harus disesuaikan dengan satwa yang ada serta perlengkapan dan peralatan yang dibutuhkan untuk mobilisasi sesuai dengan luas wilayah tersebut.
  5. Harus ada rumah sakit khusus yang menangani satwa yang dilindungi didalam taman nasional termasuk penyakit yang berdampak terhadap mereka dan manusia yang berada di sekelilingnya.
  6. Harus ada pendanaan dari dunia untuk menjaga kelestariannya.
  7. Perbatasan itu harus dibatasi dengan pagar yang jelas, atau penanganan sistem yang canggih sehingga dapat dikontrol dari pusat pemerintahan Ibukota RI dengan layar monitor.
  8. Penegakkan Hukum dan perlindungan harus ditegakkan secara murni dan konsekwen, karena itu adalah asset Bangsa Indonesia dan Dunia.
  9. Semua riset yang ada didalam harus ada pertanggungjawaban bagi Bangsa Indonesia dan dunia.
  10. Taman Nasional adalah tanggungjawab kita semua, karena jangan sampai terjadi, Pencurian, Penambangan, Pertanian lokal, dan sebagainya, yang pada dasarnya hanya mengambil keuntungan secara sepihak, ataupun tidak dapat akuntabilitasnya.
  11. Berapa biaya bimbingan Gajah tersebut sampai bisa menjadi gajah yang bisa mengisi kebun binatang Dunia dan sebagainya.
  12. Sistem transportasi didalamnya harus dibenahi layaknya seperti taman safari.
  13. Perhatian pemerintah tidak lepas dari biaya para petugas yang mengurus didalam, agar mereka juga dapat memberikan hasil yang baik dalam menjaga Taman Nasional.
  14. Dari Pemasukan Tiket yang masuk juga harus transparan.
  15. Dimana Hutan Di Indonesia ini yang masih lengkap dengan binatang yang ada di Way Kambas selain di Kebun Binatang...???

PENGELUARAN "IMB“ HARUS MENGACU PADA UU 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG KHUSUSNYA PASAL 8 DAN 9


sebuah bangunan yang akan dibangun di bawah Jaringan Transmisi Tegangan Tinggi di Leuwigajah - Cimahi Selatan
Sesuai dengan undang-undang tentang bangunan gedung dalam pasal 1 ayat 1 bahwa bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada diatas atau di dalam tanah atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatan baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan sosial budaya, kegiatan usaha, maupun kegiatan khusus.
Bangunan gedung mempunyai peranan yang sangat strategis dalam pembentukan watak, perwujudan produktivitas dan jati diri manusia. Oleh karena itu penyelenggaraan bangunan gedung perlu diatur dan dibina demi kelangsungan dan peningkatan kehidupan serta penghidupan masyarakat sekaligus untuk mewujudkan bangunan gedung yang fungsional, seiambang, serasi, dan selaras dengan lingkungan.
Hasil dari pemantauan wartawan tata ruang Indonesia ada bangunan yang sedang di bangun untuk GRIYA-MART dijalan leuwigajah berada di kawasan cimahi selatan (di samping Kantor Cabang PLN Cimahi Selatan Leuwigajah) di bawah jaringan listrik tegangan tinggi (SUTET). Hal ini sangat membahayakan dan tidak sesuai dengan undang-undang RI no 28 tahun 2002 tentang bangunan gedung dalam pasal 13 yaitu persyaratan jarak bebas bangunan gedung meliputi : a) Garis sempadan bangunan gedung dengan as jalan, tepi sungai, tepi pantai, jalan kereta api, dan jaringan tegangan tinggi.
Yang dimaksud dengan garis sempadan adalah garis yang membatasi jarak batas minimum dari bidang terluar suatu masa bangunan gedung terhadap batas lahan yang di kuasai antara masa bangunan lainnya,batas tepi sungai/pantai ,jalan kereta api rencana saluran dan jaringan listrik tegangan tinggi.
Mengacu pada Peraturan Pemerintah RI no 36 tahun 2005 tentang peraturan pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung Pasal 21 ayat 2 : 1) Setiap bangunan gedung yang didirikan tidak boleh melanggar ketentuan minimal jarak bebas bangunan gedung yang di tetapkan dalam RTRW Kabupaten/kota; 2) Ketentuan jarak bebas bangunan gedung ditetapkan dalam bentuk : a.Garis sempadan bangunan gedung dengan as jalan, tepi sungai, tepi pantai, jalan kereta api, jaringan       tegangan tinggi.
Serta sesuai dengan Peraturan menteri Pekerjaan Umum No 29 Tahun 2006 Tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung yaitu : - Pembangunan bangunan gedung pada daerah hantaran udara (transmisi) tegangan tinggi perlu mendapatkan persetujuan kepala daerah dengan pertimbangan sebagai berikut : a) Tidak bertentangan dengan rencana tata ruang dan tata bangunan daerah; b) Letak bangunan minimal 10 (sepuluh) meter diukur dari as (proyeksi) jalur tegangan tinggi terluar; c) Letak bangunan tidak boleh melebihi atau melampaui garis sudut 45 derajat diukur dari as (proyeksi) jalur tegangan tinggi terluar; dan d) Setelah mendapat pertimbangan teknis dari para ahli terkait. 
Dengan dipenuhinya persyaratan teknis bangunan gedung sesuai fungsi dan klasifikasinya maka diharapkan kegagalan konstruksi maupun kegagalan bangunan gedung dapat dihindari sehingga pengguna bangunan dapat hidup lebih tenang dan sehat, rohaniah, dan jasmaniah, yang akhirnya dapat lebih baik bekerja, bermasyarakat, dan bernegara. Pengaturan bangunan gedung dilandasi oleh asas kemanfaatan, keselamatan, keseimbangan, keserasian bangunan gedung dan lingkungannya bagi masyarakat yang berprikemanusiaan dan berkeadilan. Penegakan hukum menjadi bagian yang penting dalam upaya melindungi kepentingan semua pihak agar memperoleh keadilan dalam hak dan kewajibannya. Perlu juga dimasyarakatkan dan di terapkan mengenai sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 46 ayat 5 dan pasal 47 ayat 3 UURI NO 28 TAHUN 2002 Tentang Bangunan Gedung.
Bagaimana mungkin ini bisa terjadi, di Negeri yang sudah mempunyai aturan perundang-undangan yang cukup jelas....??????????? / Kusnadi 

untuk melihat UU tentang Bangunan Gedung dapat dilihat di sini

Saran LKTRI :
Sebagai masukan bagi PEMDA Cimahi, dalam mengeluarkan izin agar mengacu pada UU dan Peraturan daerah yang mengatur tentang Bangunan Gedung

Perkembangan Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia


Berdasarkan dana Dinas Perkebunan (Disbun) Riau Tahun 2009, luas area perkebunan kelapa sawit di Riau sudah mencapai 2 juta ha lebih. Luas ini setara dengan sekitar 35% sawit nasional yang saat ini luasnya mencapai 7,3 juta ha lebih pada tahun 2010.
Menurut Ahmad, Riau merupakan salah satu sentral pengembangan kelapa sawit nasional di Indonesia. Namun berdasarkan data statistik, saat ini jumlah perkenbunan  sawit di Riau masih yang terluas di Indonesia dibandingkan dengan daerah lainnya.
Diakui Ahmad, pada awalnya, komoditas kelapa sawit bukanlah menjadi komoditas utama sektor perkebunan yang dikembangkan di Indonesia. Tapi dalam perkembangannya, perkebunan kelapa sawit di Indonesia terus tumbuh dengan pesat, dimana Pulau Sumatera menjadi sentera perkebunan sawit nasional khususnya di bagian barat.
“Pengembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia dimulai sejak era 1970-an, atau sekitar 30 tahun yang lalu. Berdasarkan data perkebunan, pada awalnya di Indonesia khususnya di Sumatera, pada tahun 1979 luas perkebunan sawit kita hanya 250 ribu ha saja,” jelasnya.
Dalam perkembangannya, menurut Ahmad, perkebunan sawit di Indonesia berkembang dengan pesat. Bahkan data terakhir menyebutkan, jumlah perkebunan kelapa sawit di Indonesia sudah mencapai 7,3 juta ha lebih. Dari jumlah itu, mampu menghasilkan sedikitnya 21,5 juta ton crude palm oil (CPO) per tahunnya.
”Perkembangan perkebunan kepala sawit terjadi sejak dua tahun terakhir kita perkirakan ke depannya akan jauh lebih pesat lagi. Bahkan, pada 2014 mendatang, jumlahnya bisa mencapai 10 juta ha lebih,” ujarnya.
Pesatnya perkembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia, menurutnya, karena komoditas ini semakin penting artinya bagi dunia, yaitu sebagai salah satu sumber bahan bakar alternatif. Selain itu, kelapa sawit juga merupakan salah satu komoditi  unggulan nasional yang berperan sangat penting dalam perekonomian Indonesia, terutama dalam penyerapan tenaga kerja, kontributor penting terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional, dan devisa negara. 
Di samping itu, industri kelapa sawit berperan dalam pemerataan pembangunan, terutama menumbuhan pusat-pusat perekonomian baru di wilayah-wilayah pedesaan di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi bahkan di Papua ke depannya. “Kita tidak bisa terus menerus berharap dari perluasan, kita juga akan berupaya melakukan peningkatan produktivitas,” pungkasnya.
Menurut UURI No.18 Tahun 2004 Tentang Perkebunan Pasal 1 Ayat 1 : Perkebunan adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan/atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan serta manajemen untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat.
Dalam Bagian Ketiga tentang Ruang Lingkup Perkebunan Pasal 5 mengatur Ruang lingkup pengaturan perkebunan meliputi : a. perencanaan; b. penggunaan tanah; c. pemberdayaan dan pengelolaan usaha; d. pengolahan dan pemasaran hasil; e. penelitian dan pengembangan; f. pengembangan sumber daya manusia; g. pembiayaan; dan h. pembinaan dan pengawasan.
Dalam Pasal 5 huruf a tersebut ada kata perencanaan. Dan Perencanaan itu diambil dari kata rencana, sedangkan rencana itu adalah salah satu bentuk dari perbuatan hokum administrasi Negara yang menciptakan hubungan – hukum (yang mengikat antara penguasa dan para Warga Masyarakat (Prof. Dr. Mr. S. Prajudi Atmosudirjo – “Hukum Administrasi Negara” Edisi Revisi).
Menurut UURI No.18 Tahun 2004 Tentang Perkebunan Bab II Tentang Perencanaan Perkebunan Pasal 6 : (1) Perencanaan perkebunan dimaksudkan untuk memberikan arah, pedoman, dan alat pengendali pencapaian tujuan penyelenggaraan perkebunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3. (2) Perencanaan perkebunan terdiri dari perencanaan nasional, perencanaan provinsi, dan perencanaan kabupaten/kota. (3) Perencanaan perkebunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan oleh Pemerintah, provinsi, dan kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan masyarakat. 
Pasal 7 Menurut UURI No.18 Tahun 2004 Tentang Perkebunan :  (1) Perencanaan perkebunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dilakukan berdasarkan : a. rencana pembangunan nasional; b. rencana tata ruang wilayah; c. kesesuaian tanah dan iklim serta ketersediaan tanah untuk usaha perkebunan; d. kinerja pembangunan perkebunan; e. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; f. sosial budaya; g. lingkungan hidup; h. kepentingan masyarakat; i. pasar; dan j. aspirasi daerah dengan tetap menjunjung tinggi keutuhan bangsa dan negara. (2) Perencanaan perkebunan mencakup : a. wilayah; b. tanaman perkebunan; c. sumber daya manusia; d. kelembagaan; e. keterkaitan dan keterpaduan hulu-hilir; f. sarana dan prasarana; dan g. pembiayaan./ Com


260 Hektar Hutan Bakau Jadi Kebun Sawit


Seluas 260 hektar hutan bakau dari 520 hektar yang ada di Desa Kuala Serapuh Kecamatan Tanjungpura, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, beralih fungsi menjadi perkebunan sawit.
"Akibat alih fungsi lahan bakau tersebut kini masyarakat di Dusun III Lubuk Jaya, Desa Kuala Serapuh, Kecamatan Tanjungpura, terancam luapan air pasang," ujar Suroso, salah seorang warga di Tanjungpura, Minggu (19/6/2011).
Di Pulau Serwak, Pulau Teluk Nibung, dan Paluh Cincang, Desa Kuala Serapuh Tanjungpura, ada hutan mangrove (bakau), diperkirakan seluas 520 ha. "Namun, sekarang kondisinya sudah sangat memprihatinkan, di mana seluas 260 ha telah beralih fungsi untuk dijadikan lahan perkebunan sawit oleh seorang warga Tanjungpura," kata Suroso, yang mewakili 116 orang masyarakat yang berada di sana.
Warga Tanjungpura itu terus melakukan pembersihan areal hutan mangrove, nipah, lenggadai, perepat, nirih, buta-buta, api-api di lahan tersebut.
Pembersihan lahan tersebut terlihat untuk dijadikan areal perkebunan sawit dengan membangun tanggul melingkar menggunakan dua unit alat berat (beco) agar luapan air pasang maupun limpahan air sungai tidak masuk ke areal, yang akan dijadikan perkebunan sawit. "Kondisi hutan tersebut telah rata dengan tanah dan kini sangat memprihatinkan," kata Suroso.
Sementara itu, salah seorang warga Kuala Serapuh lainya, Suprapto, menjelaskan pula, akibat dari penanggulan tersebut kini masyarakat terancam penyebaran luapan air pasang dan luapan banjir sungai.
Yang akan jadi korban adalah ratusan hektar areal pertanian dan permukiman masyarakat yang berada di Lubuk Jaya, Desa Kuala Serapuh, Kecamatan Tanjungpura," katanya.
Untuk itulah, mereka sangat berharap perhatian dari Muspida Langkat, termasuk Kepala Wilayah Kecamatan Tanjungpura, untuk menyelesaikan persoalan tersebut.
Secara terpisah, Wakil Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Partai Amanat Nasional Sumatera Utara, Surkani, berharap agar Polres Langkat, Dinas Kehutanan dan Perkebunan segera menindak lanjuti laporan warga tersebut.
Termasuk juga piminan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Komisi I DPRD Langkat, di mana surat yang dilayangkan masyarakat dapat pula ditindaklanjuti secepatnya. "Segera turunkan tim kelapangan mencermati laporan warga masyarakat yang terancam kebanjiran dengan beralih fungsinya lahan mangrove tersebut," kata Surkani.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999
Tentang Kehutanan

Konsiderans
Hutan, sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada Bangsa Indonesia, merupakan kekayaan yang dikuasai oleh Negara, memberikan manfaat serbaguna bagi umat manusia, karenanya wajib disyukuri, diurus, dan dimanfaatkan secara optimal, serta dijaga kelestariannya untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, bagi generasi sekarang maupun generasi mendatang.
Hutan, sebagai salah satu penentu sistem penyangga kehidupan dan sumber kemakmuran rakyat, cenderung menurun kondisinya, oleh karena itu keberadaannya harus dipertahankan secara optimal, dijaga daya dukungnya secara lestari, dan diurus dengan akhlak mulia, adil, arif, bijaksana, terbuka, profesional, serta bertanggung-gugat.
Pengurusan hutan yang berkelanjutan dan berwawasan mendunia, harus menampung dinamika aspirasi dan peran serta masyarakat, adat dan budaya, serta tata nilai masyarakat yang berdasarkan pada norma hukum nasional.