Sabtu, 08 Oktober 2011

Normalisasi Sungai Citarum Harus disesuaikan dengan PPRI No. 42 2008 Tentang Pengelolaan Sumber Daya Air dan PPRI No. 38 Tahun 2011 Tentang Sungai


Sudah miliaran rupiah dana dikucurkan, sepanjang 16 tahun sejarah penanggulangan banjir di Citarum. Untuk proyek normalisasi tahap pertama, 1994-1999, dan dilanjutkan dengan proyek tahap kedua selama 1999-2007, proyek tersebut menguras dana sekitar 7,8 miliar yen. Endapan lumpur sebanyak 2 juta meter kubik dikeruk dari badan sungai sepanjang 6K,S meter. Alur Citarum juga diluruskan, supaya alirannya lancar. Proyek tersebut mencakup pengerukan sembilan anak sungai, yang total panjangnya 44,3 km.
Adakah kemajuan berarti dari upaya ini? Kalau menurut Kepala BBWS Citarum, Mudjiadi, pengerukan itu masih seujung kuku atau hanya Sekedar solusi jangka pendek. Pangkal persoalannya saat ini, volume erosi dari hulu Citarum sangat tinggi. "Apa pun bentuk rekayasa fisik yang selama ini sudah direalisasikan adalah solusi sesaat untuk mengurangi dampak banjir," kata Mudjiadi.
Jika problem banjir di Citarum mau dituntaskan secara menyeluruh, maka sungai tersebut harus direhabilitasi, serta ditertibkan dari permukiman bantaran sungai. Reboisasi gagal tutupan hijau di hulu, umpamanya yang ada di Gunung Wayang, TUU, Malabar, Puntang, Burangrang, Mandalawangi, sudah jadi sasaran gerakan reboisasi yang digulirkan Kementerian Lingkungan Hidup, Pemprov Jabar, dan Perhutani.
Biayanya? Kalau dihitung-hitung dari 2003, Pemprov Jabar mengalokasikan Rp 25-30 miliar/tahun untuk Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis (GRLK) dengan target 37.758 ha lahan kritis di luar kawasan hutan negara.
Kepala Dinas Kehutanan Jawa Barat Anang Sudarna mengatakan, pihaknya kesulitan memperbaiki hulu Citarum. Sebagian besar lahan sudah dimiliki masyarakat, adapun 78% atau 560.249,8 ha dari total kawasan DAS Citarum yang luasnya 718.269 ha adalah hutan rakyat. Sisanya milik pemerintah yang dikelola Perhutani dan PTPN.
Mayoritas hutan rakyat sekarang sudah beralih fungsi jadi perkebunan dan pertanian. "Kami sedang mencoba mengajak masyarakat beralih profesi atau alih komoditas agar mereka meninggalkan pertanian konvensional. Tapi, memang tidak serta-merta langsung berhasil," ungkap Anang. Ganjalannya, menurut dia, ada di keterbatasan anggaran sosialisasi dan penolakan masyarakat.
Tanpa dibarengi dengan perbaikan taraf ekonomi masyarakat, Anang memperkirakan rehabilitasi hutan yang berlangsung akan jalan di tempat. Menurut Anang, belum lama ini Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan telah memasukkan proposal penanganan banjir Citarum terintegrasi ke Menkokesra.
Kebutuhan penanganan hulu sungai dan sembilan anak Sungai Citarum dalam proposal tersebut menembus angka Rp. 3,4 triliun. Sementara Sekretaris Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Padjadjaran Chay Asdak berpendapat bahwa kegagalan penanganan hulu Citarum bersumber pada sederet faktor.
Pertama, pemerintah tidak tegas dalam menerapkan aturan tentang penataan ruang, Akibatnya perambahan hutan marak di kawasan hulu. Celakanya lagi, pemerintah seolah menutup mata atas praktik jual beli tanah di hutan lindung yang dilakukan oknum Perhutani, PTPN, ataupun pemerintah daerah.
Kedua, sejak proyek normalisasi Citarum digulirkan, pemerintah hanya fokus pada perbaikan badan sungai, seperti pengerukan lumpur dan menata kawasan hilir. Sementara penataan hulu terabaikan. Menurut Chay, itu adalah kesalahan fatal.
Ketiga, tidak adanya konsistensi. Berbagai program perbaikan hulu seperti GRLK, Mitra Cai, dan Citarum Bergetar, gagal total. "Semua program tersebut hanya pada tataran konsep. Pemerintah berhenti pada penanaman bibit pohon, setelah itu pohon dicabut lagi oleh masyarakat," katanya.
Keempat, pemerintah belum mengesahkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu. Padahal, RPP itu sangat penting supaya penanganan Citarum terintegrasi di satu pintu. Selama ini berbagai instansi ikut membenahi Citarum, tapi berjalan tanpa koordinasi. Citarum memang ladang proyek.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sumber Daya Air, BAB V tentang Konservasi Bagian Kesatu (Tujuan dan Lingkup Konservasi) Pasal 49
(1)   Konservasi sumber daya air ditujukan untuk menjaga kelangsungan keberadaan, daya dukung, daya tampung, dan fungsi sumber daya air.
(2)   Untuk mencapai tujuan konservasi sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan kegiatan :
a.       perlindungan dan pelestarian sumber air;
b.      pengawetan air; dan
c.       pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.

Bagian Kedua Perlindungan dan Pelestarian Sumber Air Pasal 50 :
(1)   Perlindungan dan pelestarian sumber air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) huruf a dilakukan melalui :
a.       pemeliharaan kelangsungan fungsi resapan air dan daerah tangkapan air;
b.      pengendalian pemanfaatan sumber air;
c.       pengisian air pada sumber air;
d.      pengaturan prasarana dan sarana sanitasi;
e.       perlindungan sumber air dalam hubungannya dengan kegiatan pembangunan dan pemanfaatan lahan pada sumber air;
f.       pengendalian pengolahan tanah di daerah hulu;
g.       pengaturan daerah sempadan sumber air;
h.      rehabilitasi hutan dan lahan; dan/atau
i.        pelestarian hutan lindung, kawasan suaka alam, dan kawasan pelestarian alam.
(3)   Perlindungan dan pelestarian sumber air dilakukan dengan kegiatan fisik dan/atau nonfisik.
(4)   Kegiatan perlindungan dan pelestarian sumber air dilakukan dengan mengutamakan kegiatan yang lebih bersifat nonfisik.
(5)   Perlindungan dan pelestarian sumber air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Menteri atau menteri yang terkait dengan bidang sumber daya air dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya.
(6)   Dalam melaksanakan perlindungan dan pelestarian sumber air sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Menteri atau menteri yang terkait dengan bidang sumber daya air dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya, memperhatikan kearifan lokal dan dapat melibatkan peran masyarakat.

Sedangkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2011 Tentang Sungai BAB II tentang Ruang Sungai Pasal 16 :
(1)   Garis sempadan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ditetapkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2)   Penetapan garis sempadan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan kajian penetapan garis sempadan.
(3)   Dalam penetapan garis sempadan harus mempertimbangkan karakteristik geomorfologi sungai, kondisi sosial budaya masyarakat setempat, serta memperhatikan jalan akses bagi peralatan, bahan, dan sumber daya manusia untuk melakukan kegiatan operasi dan pemeliharaan sungai.
(4)   Kajian penetapan garis sempadan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat paling sedikit mengenai batas ruas sungai yang ditetapkan, letak garis sempadan, serta rincian jumlah dan jenis bangunan yang terdapat di dalam sempadan.
(5)   Kajian penetapan garis sempadan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan oleh tim yang dibentuk oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai kewenangannya.
(6)   Tim kajian penetapan garis sempadan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) beranggotakan wakil dari instansi teknis dan unsur masyarakat.

Pasal 17
(1)   Dalam hal hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) menunjukkan terdapat bangunan dalam sempadan sungai maka bangunan tersebut dinyatakan dalam status quo dan secara bertahap harus ditertibkan untuk mengembalikan fungsi sempadan sungai.
(2)   Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi bangunan yang terdapat dalam sempadan sungai untuk fasilitas kepentingan tertentu yang meliputi :
a.       bangunan prasarana sumber daya air;
b.      fasilitas jembatan dan dermaga;
c.       jalur pipa gas dan air minum; dan
d.      rentangan kabel listrik dan telekomunikasi.

Com

Selasa, 27 September 2011

SUDAHKAH UURI NO 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN TEREALISASIKAN ?

Landasan hukum dilaksanakannya pembaruan agraria di Indonesia adalah UUPA 1960. Sebagai kebijakan dasar dalam pembangunan Indonesia maka UUPA 1960 dalam jiwanya mempunyai landasan filosofis sesuai dengan Pancasila, yang kemudian juga mempunyai landasan konstitusional yakni UUD 1945, yang secara terang dicantumkan dalam pasal 33 ayat 3 bahwa : “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.” kemudian dituangkan pada konsideran berpendapat huruf c, yakni;
“.... Lain dari itu hukum agraria nasional harus mewujudkan penjelmaan dari pada azas kerokhanian, Negara dan cita-cita Bangsa, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Perikemanusiaan,
Kebangsaan, Kerakyatan dan Keadilan Sosial....”

Jadi “Dasar Demokrasi Ekonomi" di mana produksi dikerjakan oleh semua untuk semua di bawah pimpinan atau pemilikan anggota-anggota masyarakat dan kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan bukan kemakmuran perorangan. Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas Kekeluargaan serta kemakmuran masyarakat.

Hari Tani Nasional yang setiap tahunnya diperingati pada tanggal 24 September, merupakan tonggak bersejarah bagi kaum tani Indonesia dan ditetapkannya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5/1960 sebagai landasan hukum dan politik bagi diaturnya hubungan antara kaum tani dengan alat produksinya.Oleh karena itu, jiwa dan semangat UUPA 1960 sangat tegas ingin menjebol ketidakadilan struktural itu dalam rangka menyiapkan prakondisi sosial untuk membangun kehidupan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur.

Berbagai persoalan dihadapi oleh kaum tani Indonesia yang di dominasi pelaksanaan kebijakannya oleh neoliberal, kian memperparah keadaan yang telah ada,pada hakikatnya hanya bermuatan kepentingan neoliberalisme. Semua itu tidak mengubah tradisi lama yang membiarkan rakyat tani menghadapi sendiri berbagai bencana, baik bencana alam seperti kekeringan, banjir, maupun bencana yang diakibatkan oleh kebijakan neoliberal.

Situasi ini mengakibatkan, menambah barisan peraturan yang bertentangan dengan semangat yang tertuang dalam konstitusi Indonesia dimana peran pemerintah yang seharusnya melindungi dan memenuhi hak asasi manusia, dan menjaga kekayaan alam Indonesia tapi justru menjadi berpihak kepada pemodal.Impor berbagai pangan seperti beras, kedelai, jagung, bahkan ayam, susu dan daging sapi hingga saat ini jumlah mencapai jutaan ton. Demikian juga Impor input pertanian seperti benih padi hibrida.

Bagi Serikat Petani Indonesia (SPI) kesemua itu adalah penyebab makin langgengnya kemiskinan terutama dipedesaan.Oleh karena itu semestinya tanggal 24 September 2011 ini seluruh bangsa Indonesia menundukkan kepala merenungkan dan memikirkan masa depan kehidupan jutaan rakyat tani yang ada di seluruh pelosok Tanah Air.

Setelah melihat realitas penderitaan kehidupan rakyat tani sepanjang sejarah bangsa, maka merupakan kewajiban kita semua untuk mentransformasikan kehidupan dan sistem sosial menuju penghidupan lebih baik dan lebih mulia.Banyak petani yang beralih asalnya bercocok tanam sekarang beralih menjadi peternak dan ada juga sebagai pembuat bata,sedangkan lahannya ada yang dijual ada juga yang dibiarin begitu saja seperti halnya di daerah pedesaan banyak yang di bangun perumahan-perumahan atau villa-villa.

Lahan pertanian memiliki peran dan fungsi strategis bagi masyarakat Indonesia yang bercorak agraris karena terdapat sejumlah besar penduduk Indonesia yang menggantungkan hidup pada sektor pertanian. Dengan demikian, lahan tidak saja memiliki nilai ekonomis, tetapi juga sosial, bahkan memiliki nilai religius. 

Dalam rangka pembangunan pertanian yang berkelanjutan, lahan merupakan sumber daya pokok dalam usaha pertanian, terutama pada kondisi yang sebagian besar bidang usahanya masih bergantung pada pola pertanian berbasis lahan. Lahan merupakan sumber daya alam yang bersifat langka karena jumlahnya tidak bertambah, tetapi kebutuhan terhadap lahan selalu meningkat.

Alih fungsi lahan pertanian merupakan ancaman terhadap pencapaian ketahanan dan kedaulatan pangan. Alih fungsi lahan mempunyai implikasi yang serius terhadap produksi pangan, lingkungan fisik, serta kesejahteraan masyarakat pertanian dan perdesaan yang kehidupannya bergantung pada lahannya. Alih fungsi lahan-lahan pertanian subur selama ini kurang diimbangi oleh upaya-upaya terpadu mengembangkan lahan pertanian melalui pencetakan lahan pertanian baru yang potensial. 

Di sisi lain, alih fungsi lahan pertanian pangan menyebabkan makin sempitnya luas lahan yang diusahakan dan sering berdampak pada menurunnya tingkat kesejahteraan petani. Oleh karena itu, pengendalian alih fungsi lahan pertanian pangan melalui perlindungan lahan pertanian pangan merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan ketahanan dan kedaulatan pangan, dalam rangka meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan petani dan masyarakat pada umumnya.

Perlindungan lahan pertanian pangan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam penataan ruang wilayah. Untuk itu, perlindungan lahan pertanian pangan perlu dilakukan dengan menetapkan kawasan-kawasan pertanian pangan yang perlu dilindungi.

Kawasan pertanian pangan merupakan bagian dari penataan kawasan perdesaan pada wilayah kabupaten. Dalam kenyataannya lahan-lahan pertanian pangan berlokasi di wilayah kota juga perlu mendapat perlindungan. Perlindungan kawasan pertanian pangan dan lahan pertanian pangan meliputi perencanaan dan penetapan, pengembangan, penelitian, pemanfaatan dan pembinaan, pengendalian, pengawasan, pengembangan sistem informasi, perlindungan dan pemberdayaan petani, peran serta masyarakat, dan pembiayaan. 

Perlindungan kawasan dan lahan pertanian pangan dilakukan dengan menghargai kearifan budaya lokal serta hak-hak komunal adat.Mengacu pada UURI No 41 tahun 2009 tentang Perlindungan  Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Pasal 3 bahwa :
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan diselenggarakan dengan tujuan:
a. melindungi kawasan dan lahan pertanian pangan secara berkelanjutan;
b. menjamin tersedianya lahan pertanian pangan secara berkelanjutan;
c. mewujudkan kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan;
d. melindungi kepemilikan lahan pertanian pangan milik petani;
e. meningkatkan kemakmuran serta kesejahteraan petani dan masyarakat;
f. meningkatkan perlindungan dan pemberdayaan petani;
g. meningkatkan penyediaan lapangan kerja bagi kehidupan yang layak;
h. mempertahankan keseimbangan ekologis; dan
i. mewujudkan revitalisasi pertanian.

Sesuai dengan UURI No 7 tahun 1996 tentang Pangan dalam Pasal 3 yaitu:
Tujuan pengaturan, pembinaan, dan pengawsan pangan adalah :
a. Tersediannya pangan yang memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan gizi bagi kepentingan kesehatan manusia.
b. Terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab; dan
c. Terwujudnya tingkat kecukupan pangan dengan harga yang wajar dan terjangkau sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Pembangunan di bidang pangan harus memberikan manfaat bagi kemanusiaan dan kesejahteraan masyarakat, baik lahir maupun batin, karena manfaat tersebut dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat secara adil dan merata dengan tetap bersandarkan pada daya dan potensi yang berkembang di dalam negeri.

Perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab merupakan prasyarat terjadinya persaingan yang sehat bagi terbentuknya harga yang wajar bagi pihak yang menghasilkan dan mengkonsumsi pangan, sedangkan "terjangkau" dimaksudkan sebagai jaminan ketersediaan pangan, baik fisik maupun kemampuan ekonomi pihak yang mengkonsumsi pangan.

Ditahun ini harga beras sudah melebihi nilai uang Dollar dan sayuran-sayuranpun sudah meningkat harganya.Yang di khawatirkan apakah bahan kimia yang disemprotkan kepada sayuran dan padi tidak akan menjadi masalah terhadap kesehatan dan pencemaran. 

Allah SWT berfirman:
Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya. Sesungguhnya Kami benar-benar telah mencurahkan air (dari langit), kemudian Kami belah bumi dengan sebaik-baiknya, lalu Kami tumbuhkan biji-bijian di bumi itu, anggur dan sayur-sayuran, Zaitun dan pohon kurma, kebun-kebun (yang) lebat, dan buah-buahan serta rumput-rumputan, untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu. (QS ‘Abasa [80]: 24-32)



Rabu, 21 September 2011

AIR SELOKAN MELUAP JALAN MENJADI BANJIR




Tata Ruang Indonesia 21/09/2011.Jalan sebagai bagian sistem transportasi nasional mempunyai peranan penting terutama dalam mendukung ekonomi, sosial budaya, lingkungan, politik, serta pertahanan dan keamanan. Dari aspek ekonomi, jalan sebagai modal sosial masyarakat merupakan katalisator di antara proses produksi, pasar, dan konsumen akhir. Dari aspek sosial budaya, keberadaan jalan membuka cakrawala masyarakat yang dapat menjadi wahana perubahan sosial, membangun toleransi, dan mencairkan sekat budaya. Dari aspek lingkungan, keberadaan jalan diperlukan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan. Dari aspek politik, keberadaan jalan menghubungkan dan mengikat antardaerah, sedangkan dari aspek pertahanan dan keamanan, keberadaan jalan memberikan akses dan mobilitas dalam penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan.
Diawal musim hujan ini sebagian daerah yaitu tepatnya didaerah bandung kulon kelurahan melong jalan melong sari merupakan jalan kecil paling sedikit dua jalur untuk dua arah  terkena dampak banjir,yang mana penyebab banjir tersebut berawal dari aliran selokan/drainase arah utara dan selokan arah timur yang berada di pinggir jalan, yang mana selokan/drainase ini hampir sejajar dengan jalan.Dengan derasnya air dari arah timur dan dari arah utara menyebabkan air meluap keluar dan menggenangi jalan setinggi 70 cm  sehingga kendaraan yang akan melewati jalan tersebut berhenti atau mogok bagi kendaraan yang mencoba melewati genangan air tersebut.dengan adanya banjir tersebut mengundang warga dan anak-anak untuk terjun membantu kendaraan yang mogok di genangan air tersebut.Menurut pemantauan wartawan Lembaga Kajian Tata Ruang Indonesia di lihat dari lapangan/lokasi banjir yang menyebabkan banjir itu karena selokan/drainase yang berada di pinggir jalan itu seharusnya di bawah jalan atau tidak boleh sejajar dengan jalan  jadi selokan tersebut harus di keruk tanahnya biar lebih dalam,apabila air besar datang tidak akan meluap keluar atau menggenangi jalan.Dan di jalan ini tidak ada trotoar/tempat pejalan kaki,jadi setiap bubarnya pegawai pabrik Kahatex menyebabkan kemacetan yang panjang di jalan tersebut karena banyak orang orang yang berjalan kaki di bahu jalan sehingga kendaraan yang mau lewat harus pelan-pelan dan waspada takut menyenggol orang yang sedang berjalan kaki. Prasarana jalan merupakan fasilitas yang sangat penting dalam menunjang kehidupan dan
peningkatan kualitas hidup masyarakat. Proses penyediaannya sangat membutuhkan biaya yang
besar, bukan saja biaya untuk membangun konstruksinya melainkan juga biaya sosial yang
mungkin ditimbulkannya. Pembangunan jalan juga sangat membutuhkan sejumlah besar bahan
alam yang berpotensi mengganggu keserasian lingkungan, sehingga menjadi sangat logis apabila
kita bersama turut bertanggung jawab dalam memelihara agar jalan berfungsi dengan optimal bagi semua komponen masyarakat dan pengguna jalan khususnya serta masyarakat bukan pengguna jalan perlu meningkatkan rasa memiliki dan rasa turut memelihara
fungsi jalan tersebut. Kus/TRI 

Rabu, 14 September 2011

SUNGAI CITARUM MASUK 9 BESAR SUNGAI TERPOLUTAN DI DUNIA

Sungai Citarum. Di Indonesia sungai ini memang sudah dianggap sebagai sungai paling tercemar. Tapi siapa sangka sungai yang berada di kawasan Bandung, Jawa Barat Indonesia, ditahbiskan Huffpost sebagai salah satu tuan rumah polutan terburuk di planet bumi. Fakta yang menyedihkan, dengan sekitar 5 juta penduduk tinggal di dekat sungai, Citarum tetap menjadi sumber utama air bagi kebutuhan hidup sehari-hari.

Populasi dunia yang kian melejit hingga mencapai 7 milyar manusia, menggelitik divisi hijau salah satu media online terbesar di AS, Huffington Post untuk melakukan perjalanan virtual ke tempat-tempat paling polutif di dunia. Huffpost Green, nama divisi itu, memilih 9 tempat yang ditahbiskan sebagai tempat paling tercemar di dunia.

Tempat-tempat itu merentang mulai dari jalan tol di Los Angeles, kota paling tercemar di Linfen, Cina hingga jalan-jalan di London, bahkan Sungai Citarum di Bandung, Jawa Barat. Dunia, begitu dipenuhi polusi yang disebabkan dari unsur kimia, udara, air, polusi minyak. Kondisi itu, tulis HuffPost, telah menghancurkan lingkungan, memicu kematian prematur, membusukan sumber-sumber kehidupan dunia dan memperburuk perubahan iklim. Di mana saja tempat-tempat tersebut, tengok ulasan berikut dan temukan di kota mana angka kematian melewati angka kelahiran hingga 260 persen, atau kota mana yang 50 ribu penduduknya mengalami kematian dini akibat polusi udara.

Linfen Cina, adalah kota paling tercemar di Bumi. Menurut Mother Nature Network, jika seseorang menjemur pakaian diluar, maka mereka akan berubah hitam sebelum benar-benar kering. Terletak di sabuk pertambangan batu bara di Cina, menghabiskan sehari di kota itu setara dengan menghabiskan tiga bungkus rokok. Tiga juta orang telah terkena dampak polusi akibat partikel batu bara di tambang Linfen belum lagi ditambah residu pembakaran kendaraan bermotor dan emisi industri.

Berikut adalah Los Angeles. Menurut Asosiasi Paru-Paru Amerika, Los Angeles adalah kota dengan pencemaran ozon terparah di AS. Tahun lalu kadar rata-rata ozon di kota itu mengalami tingkat terburuk dibanding kota di AS mana pun dan rata-rata partikel cemaran sangat tinggi alias berada di sepuluh terbawah di dunia. Los Angeles mungkin dipandang sebagai kota terkenal, namun ia memiliki masalah sangat pelik. Dewan Sumber Daya Udara lokal memperkirakan polusi udara kota itu telah menyebabkan 9.200 kematian prematur setiap tahun di California.

Delta Niger, Nigera. Dengan lebih dari 6.800 insiden luapan minyak, atau 300 kejadian saban tahun, satu muntahan minyak perhari dan 9 hingga 13 juta barel minyak tumpah selama 50 tahun, Niger Delta tetaplah menyandang predikat lokasi paling tercemar minyak di planet ini.

Akibat kerusakan pemipaan dan kontaminasi minyak terus menerus, kawasan bakau, sungai dan kehidupan liar di Delta itu sepenuhnya mengalami kehancuran. Amerika Serikat menyumbang delapan persen pencemaran minyak itu di Ngeria. Maklum saja, Nigeria adalah pemasok minyak untuk AS, terbesar kelima. Shell menyatakan 90 persen tumpahan minyak disebabkan oleh pencoleng militan yang mengakses pipa-pipa minyak untuk mencuri.

Greater London, Inggris. Greater London, atau London Besar telah mengalami sebagian polusi udara terburuk di dunia sebagai hasil dari gas buang kendaran, pabrik, pertanian dan polusi rumah tangga. Angka harapan hidup warga Inggris berkurang hingga 9 tahun akibat polusi udara buruk. Inggris dianggap sebagai negara Eropa penghasil nitrogen oksida terbesar, memaparkan pada 1,5 juta orang terhadap polusi berkadar tidak aman. Menurut laporan dari Parlemen Inggris, 50 ribu orang mengalami kematian dini tiap tahun akibat polusi ulah manusia itu.

Dzerzhinsk, Rusia. Antara 1930 dan 1998, Dzerzhink adalah situs pembuangan bagi 300 ribu ton sampah kimia yang tidak ditangani secara aman. Sekitar 300 ribu orang terkena dampak dari polusi racun dan kimiawi yang dihasilkan lingkungan, seperti gas sarin dan VX. Polusi tingkat parah itu adalah hasil dari pembuatan senjata kimiawi pabrikan era Perang Dingin. Menurut Mother Nature Network, pada 2003, angka kematian kota itu melewati angka kelahiran, mencapai 260 persen.

Greater Phoenix, Amerik Serikat (AS). Kawasan Phoenix-Mesa-Scottsdale didaulat sebagai tempat terburuk di AS pada atas cemaran partikel bulat sangat parah, terdiri dari kandungan campuran debu, soot dan aerosol. Kawasan di negara bagian Arizona ini mengalami polusi akibat partikel bulat setiap jam, setiap hari pada setiap tahun!

La Oroya Peru. Perusahaan penambangan dan peleburan bijih logam, Doe Run Peru, telah lama mencemari kawasan la Oraya. Lebih dari 35 ribu penduduk La Oroya terkena dampak langsung pencemaran zinc, timbal, tembaga, timah dan belerang dioksida dari proses produksi perusahaan tersebut. Menurut Time, 99 persen anak-anak di kota tambang itu memiliki darah dengan kadar logam yang melewati ambang batas normal. Sudah sejak 1922, kota di Pegunungan Andes, Peru itu tercemari oleh aktivitas penambangan.
Danau Karachay, Rusia. Wilayah ini memang sudah dianggap sebagai lokasi paling tercemar di Planet Bumi. Lokasi produksi senjata nuklir Rusia ini berubah menjadi lokasi pembuangan sampah nuklir yang kini telah menumpuk 120 juta curri radiokatif. Fakta yang tak mungkin lagi dibantah.

Tingkat radiasi yang dihasilkan kawasan itu sebanding dengan dosis mematikan meski hanya dalam satu jam terpapar. Menurut NRDC, sampah itu juga setara dengan buangan dari semua tangki sampah di Reservasi Hanford Washington. Bentuk sesungguhnya kejahatan pencemaran itu terhadap lingkungan adalah, sampah radioaktif juga menyusup ke pasokan air tanah wilayah tersebut.

Apakah para pejabat pengelola Sungai Citarum sudah tidak mempunyai rasa malu dengan di berikanya gelar oleh salah satu Media Online terbesar di AS, Huffington Post, sebagai salah satu sungai paling tercemar di dunia.

Rudy Sanjaya

Bandung Penuhi Amanah UURI No. 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan

PT Indonesia AirAsia mengoperasikan dua unit Airbus A320 untuk melayani penerbangan Bandung-Kuala Lumpur dan Bandung-Singapura.

Pendaratan Pesawat Airbus A320 Milik Air Asia di Bandara Husein Sastranegara
Presdir AirAsia Dharmadi mengatakan pengoperasian pesawat ini merupakan bagian dari rencana perusahaan menggaet lebih banyak penumpang dari Malaysia dan Singapura ke Bandung.

“Ini merupakan komitmen kami dalam mendukung sektor pariwisata Bandung atau Jabar,” katanya.

AirAsia mempunyai 6 jadwal penerbangan dalam satu hari dari Bandung untuk tujuan Medan, Denpasar, Kuala Lumpur dan Singapura. Hal tersebut diungkakan oleh Mario bagian Informasi PT Indonesia AirAsia di Jakarta saat dikonfirmasi via Telepon oleh Pemimpin Redaksi.

Menurut Ahmad Sudirman bagian informasi PT. Angkasa Pura II Husein sastranegara via telepon dengan Pemimpin Redaksi Media Kajian & TATA RUANG Indonesia bahwa dengan telah di overlay sepanjang 1,8 Km bahwa Bandara Husein Sastranegara aman untuk dilandasi Pesawat Jenis Airbus A320 yang dimiliki oleh PT Indonesia AirAsia.

“Bandara Husein aman karena menggunakan runway dari arah timur” jelas Ahmad. Kemudian “masalah Gunung Bohong yang menjadi penghalang jalur masih dalam tahap penyelesaian” tambahnya.

Ahmad Sudirman mengatakan sekitar 1000 orang penumpang yang keluar masuk melewati Bandara Husein Sastranegara. Hal ini menunjang Bandung Visit Years 2011 dimana Kota Bandung akan berulang tahun yang ke 201.

BANDAR Udara Husein Sastranegara, Bandung, memang dikenal sebagai bandara yang memiliki tingkat kesulitan yang sangat tinggi. Husein Sastranegara juga terbilang paling sulit. Hal tersebut disampaikan oleh Capt R Muh Syafei, mantan Pilot Garuda Indonesia.

Karena dikelilingi oleh pegunungan, bandara ini hanya memiliki satu celah untuk masuk, yaitu celah Padalarang. Dari celah itu pesawat bisa mendarat atau menerbangkan pesawat di runway yang tergolong pendek.

Bandara Husein Sastranegara masuk dalam bandara dengan tingkat kesulilitan IV atau yang paling sulit. Selain Husein Sastranegara ada bandara lain yang sama sulitnya, yaitu bandara lama Padang, Bandara Samratulangi (Manado), dan Bandara Patimura (Ambon).
Dada Rosada - Walikota Bandung

Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Kota Bandung berencana memapas gunung Bohong di Kota Cimahi untuk mempermudah pesawat mendarat.

Selama ini, setiap pesawat yang datang dari Jakarta atau lainnya selalu memutar sebelum mendarat di Bandara Husein karena ada Gunung Bohong. Jadi gunung itu akan dipapas. "Tahun ini baru akan dibicarakan," Kata Wali Kota Bandung Dada Rosada.

Airbus A320 adalah jenis kelompok pesawat penum-pang komersial jarak dekat sampai menengah yang diproduksi oleh Airbus.

Jenis pesawat ini dilengkapi dengan sistem Fly-By-Wire, yang mengoperasikan kontrol pesawat (flight control) melalui sinyal elektronik dan tidak memakai kabel.

Keuntungan dari penggunaan sistem ini, tidak hanya efisien yang berdampak pada penghematan pengguna-an bahan bakar, juga dapat meningkatkan keselamatan penerbangan melalui kontrol yang dilakukan oleh pilot dan pemantauan data melalui komputer (computer monitor input) yang biasa disebut dengan flight envelop protection.

Pesawat ini bisa beroperasi di bandara manapun dengan minimum panjang landasan pacu hanya 1.8 Km.

Com/Mulyadi/Pemimpin Redaksi

Sabtu, 10 September 2011

KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA JAKARTA DALAM RANGKA PENGADAAN RUANG TERBUKA HIJAU

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta saat ini tengah gencar untuk menambah perluasan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Meski sejak 10 tahun lalu RTH sudah ditetapkan 13,9% dari luas wilayah Jakarta, namun hingga kini belum dapat tercapai. RTH di Jakarta saat ini baru mencapai 9% dari luas wilayah ibukota 650 kilometer persegi. Selain itu juga banyak daerah resapan air atau RTH yang berubah fungsi menjadi perkantoran, pusat bisnis, perumahan, dan peruntukan lahan lainnya yang tidak sesuai dengan rencana tatakota. Upaya Pemprov DKI Jakarta tersebut bergayung sambut dengan telah disahkannya Undang-Undang nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang menggantikan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang.
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang ini, mengatur sistem penataan ruang secara menyeluruh. Yakni, mencakup perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian. Kewenangan penataan ruang itu diberikan kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Hampir semua daerah di Indonesia telah memiliki rencana tata ruang wilayah. Hanya, pengaturannya kurang terperinci dan sanksi yang diberikan lemah.
Seluruh rencana tata ruang, baik tingkat Nasional, Provinsi, Kabupaten, maupun Kota, harus dibuat untuk proyeksi 20 tahun. Salah satu ketentuan penting yang diatur undang-undang Penataan Ruang yang baru, yaitu Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yang mengatur mengenai keberadaan ruang terbuka hijau (RTH).
Proporsi RTH pada wilayah kota ditetapkan paling sedikit 30% dari luas wilayah kota. RTH itu terbagi atas ruang terbuka hijau publik dan ruang terbuka hijau privat. Ruang terbuka hijau publik merupakan RTH yang dimiliki dan dikelola pemerintah daerah kota yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum. Hal itu meliputi taman kota, taman pemakaman umum, dan jalur hijau sepanjang jalan, sungai, dan pantai. Yang masuk ruang terbuka hijau privat adalah kebun atau halaman rumah atau gedung milik masyarakat atau swasta yang ditanami tumbuhan.
Besaran RTH publik itu paling sedikit 20% di antara luas wilayah kota, sedangkan untuk RTH privat paling sedikit 10%. Untuk memenuhi tuntutan keselarasan lingkungan hidup perkotaan yang telah dituangkan dalam UU penataan ruang tersebut, pemerintah hendaknya memulai dengan melibatkan berbagai pihak dalam penataan ruang kota.
Sedikitnya ada 4 pihak yang dapat dilibatkan dalam pelaksanaan pengelolaan ruang terbuka hijau kota Jakarta, yaitu: pertama, masyarakat kota yang berkepentingan terhadap tersedianya ruang terbuka hijau dengan berbagai fungsi lingkungannya (ekologis-nya); ke dua, masyarakat pendatang, yang cenderung memanfaatkan ruang terbuka hijau sebagai lahan tempat tinggal dan tempat usaha ekonomi; ke tiga, para pengusaha (swasta), sebagai pelaku yang melihat ruang terbuka hijau sebagai lahan yang kurang berfungsi dan berusaha memanfaatkannya dengan penggunaan peruntukan lain yang lebih ekonomis; dan pihak ke empat adalah media massa, yang dapat membantu untuk membentuk pandangan masyarakat terhadap fungsi dan manfaat serta keberadaan ruang terbuka hijau kota.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dapat mengajak keempat pihak tersebut untuk bersama-sama mewujudkan ruang terbuka hijau. Selain itu, tak kalah pentingnya juga adalah dengan memaksimalkan keberadaan Dinas Pertamanan dan Keindahan Kota (DPKK) DKI Jakarta dalam peran dan fungsinya.
Dalam pengelolaan ruang terbuka hijau, DPKK DKI Jakarta semestinya ditunjang dengan anggaran yang memadai agar mereka tidak kedodoran dalam mengelola, merawat, dan memelihara ruang terbuka hijau di Jakarta. Untuk itu, sejak tahun 2000 telah dijajaki pengembangan pengelolaan ruang terbuka hijau dengan sistem kemitraan (public private partnership). Pengelolaan ruang terbuka hijau dengan pendekatan kemitraan masyarakat tersebut harus terus dikembangkan.
Hal penting yang perlu di ingat juga adalah membangun kerjasama antarwilayah, karena DKI Jakarta bagaimanapun tak dapat bergerak sendiri dalam menata tata ruang kotanya. Terakhir, tentang perizinan pemanfaatan ruang kota hendaknya diwujudkan sebagai upaya penertiban pemanfaatan ruang. Izin yang dikeluarkan harus diatur dan diterbitkan pemerintah. Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan konsep tataruang, baik yang dilengkapi izin maupun tidak berizin, harus dikenai sanksi administratif, sanksi pidana penjara, dan sanksi pidana denda dengan tegas. Semua itu demi mewujudkan kualitas hidup masyarakat kota Jakarta.
Awal tahun 2008 ini Jakarta diwarnai dengan penggusuran. Mulai dari penggusuran usaha Kaki-5 hingga pemukiman miskin. Argumentasi pemerintah kali ini berkait dengan “kebutuhan” akan adanya ruang terbuka Hijau (RTH) di Jakarta. Apabila bicara tentang Ruang terbuka Hijau, maka dapat dikatakan bahwa luas RTH di Jakarta saat ini belum sesuai dengan target sebagaimana diatur dalam RTRW 2010 di mana RTH ditargetkan sebesar 13.94% dari luas Jakarta atau sebesar 9.544 H.
Untuk “menutupi” angka tersebut maka Pemerintah DKI Jakarta melakukan serangkaian kebijakan, salah satunya adalah penggusuran, yang ditujukan untuk mengembalikan kembali RTH tersebut. Untuk tahun 2008, Dinas Pertamanan DKI Jakarta menargetkan penambahan ruang terbuka hijau (RTH) mencapai 4-5 hektare. Untuk penambahan RTH seluas itu, Dinas Pertamanan mengajukan anggaran pada Rancangan Anggaran Pembangunan dan Belanja Daerah (APBD) 2008 sebesar Rp 40 miliar.
Ada beberapa pola untuk memenuhi target penambahan RTH di DKI Jakarta yaitu: Mempertahankan RTH seperti taman atau lahan hijau yang sudah ada dan Membeli lahan hijau milik warga, meski luasnya tidak seberapa. Selain dua langkah tersebut, pemerintah DKI Jakarta juga mengambil langkah lain yaitu penggusuran. Penggusuran PKL dan juga pemukiman miskin, yang sering disebut sebagai pemukiman liar oleh Pemerintah.
Ketika kebutuhan akan RTH dirasakan sebagai kebutuhan bersama, seiring dengan fenomena banjir besar yang menenggelamkan Jakarta tiap tahunnya, perspektif untuk melihat mana yang penting menjadi kabur. Kebutuhan akan adanya RTH mengalahkan kebutuhan dasar warga untuk bermukim. Untuk memiliki tempat tinggal.
Dalam master plan DKI 1965-1985, RTH masih 27,6 persen. Kemudian proyeksi versi pemerintah pada tahun 1985-2005, RUTR DKI masih menyisakan RTH 26,1 persen. Tahun 2000-2010, menurut RUTR, DKI hanya memproyeksikan RTH 13 persen. Target RTH DKI pada tahun 2010 itu adalah 9.544 hektare. Padahal realisasi tahun 2003 hanya 7.390 hektare. Ini menunjukkan adanya eksploitasi besar-besaran terhadap RTH.
Dari data tersebut terlihat bahwa ini terjadi pada tahun 1997 dan mengalami peningkatan tajam pada tahun 1999-2001. Contoh alih fungsi yang tampak kasat mata adalah pembangunan apartemen di wilayah Selatan Jakarta, serta hutan kota di Cibubur yang dijual untuk dikonversi menjadi pembangunan kawasan komersial.
Selain dialokasikan untuk pembangunan apartemen, pusat perbelanjaan, dan jugakawasan komersil, RTH yang berwujud taman publik pun semakin berkurang jumlahnya. Alih fungsi RTH menjadi bangunan-bangunan apartemen, mall, pom bensin, dan pembangunan kawasan komersial menunjukan keberpihakan pemerintah kepada para pemodal. Dengan alasan pembangunan, “warna” peruntukan lahan bisa diubah-ubah. Yang semula hijau bisa menjadi kuning atau bahkan pink. Alih fungsi lahan pun terjadi. Keistimewaan bagi pemodal terus difasilitasi oleh Pemerintah Daerah. Ketika banjir terjadi, Pemerintah Daerah justru mengalihkan sasaran tembak ke rakyat miskin kota yang bermukin di wilayah-wilayah yang dianggap ilegal oleh Pemerintah, seperti bantaran sungai dan kolong tol/jembatan, dan bukan kepada para pemodal yang dengan inventasinya telah mengokupasi RTH di wilayah Jakarta.
Pada kenyataannya Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta kesulitan menambah luasan ruang terbuka hijau (RTH) dan mengembalikan fungsi taman yang ada di Jakarta. Di DKI, banyak RTH yang sudah berubah fungsi menjadi pusat perdagangan, pusat bisnis, dan permukiman. Sementara taman-taman yang ada di DKI juga banyak dikuasai pedagang kaki lima (PKL). Warga tidak lagi memiliki ruang terbuka hijau untuk sekadar berekreasi dan berinteraksi.
Muhamad Dahroni, SH

AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup) alam Sistem Hukum Lingkungan Di Indonesia dan Negara Asia Tenggara



Nama  Penyusun     YUDISTIRO, S.H., M.H.
Profesi                    :  Dosen Fakultas Hukum Universitas Pasundan Bandung
Penerbit                  Pasundan Law Faculty Alumnus Press Bandung
Judul                       :  AMDAL (Analisis Mengenai Dampak  Lingkungan  Hidup) alam Sistem Hukum 
                                 Lingkungan Di  Indonesia dan  Negara Asia   Tenggara 
Kota Penerbit          :  Bandung
Bulan Tahun Terbit   :   Juli 2011
Jumlah Halaman      :  293 Halaman.         
ISBN                      :   978-979-16720-2-3.


AMDAL merupakan kajian dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, dibuat pada tahap perencanaan, dan digunakan untuk pengambilan keputusan.Hal-hal yang dikaji dalam proses AMDAL: aspek fisik-kimia, ekologi, sosial-ekonomi, sosial-budaya, dan kesehatan masyarakat sebagai pelengkap studi kelayakan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.  (Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup). Agar pelaksanaan AMDAL berjalan efektif dan dapat mencapai sasaran yang diharapkan, pengawasannya dikaitkan dengan mekanisme perizinan. Peraturan pemerintah tentang AMDAL secara jelas menegaskan bahwa AMDAL adalah salah satu syarat perizinan, dimana para pengambil keputusan wajib mempertimbangkan hasil studi AMDAL sebelum memberikan izin usaha/kegiatan. Seiring dengan era kemajuan pembangunan di segala bidang, banyak menyisakan bencana kerusakan lingkungan yang mencengangkan di Indonesia  ini. Seperti halnya dengan polusi dan kerusakan lingkungan di perkotaan dan pedesaan saat ini. Banjir, tanah longsor, erosi, pencemaran air, udara, dan berbagai kerusakan lainnya merupakan satu mata rantai yang dapat meruntuhkan keberlangsungan kehidupan manusia seutuhnya. Perubahan iklim lingkungan tersebut sangat terkait dengan menipisnya kesadaran dan kepedulian terhadap dampak negatif aktivitas manusia dan pembangunan yang semakin meningkat.
Penanganan dampak dengan program AMDAL itu hanya sebatas pada dimensi prosedural belaka. Tidak adanya keseriusan secara utuh bahwa institusi Negara maupun swasta yang menyelenggarakan pembangunan fisik seharusnya sadar dan penuh tanggung jawab terhadap konsekuensi logis akibat dari keberlanjutan aktivitas ekonomi tersebut. Kondisi ini akan menjadi permasalahan serius bagi perwujudan keberhasilan penanganan dampak lingkungan kalau terus dibiarkan. Indikator dari kondisi tersebut berawal dari kurang jelasnya konsep dan sinergisitas antara Pemerintah sebagai pembuat kebijakan dan swasta sebagai media pelaksana proyek dalam merumuskan kebijakan mengenai pengelolaan lingkungan. Di lain hal faktor keikutsertaan seluruh stakeholder dalam proses penanganan dampak negatif maupun positif penyelenggaraan pembangunan tumpuan utamanya adalah masyarakat. Karena wujud dari tujuan pembangunan itu sendiri semata-mata demi kepentingan masyarakat luas.
Selama ini, Partisipasi masyarakat dalam pembangunan sering dikesampingkan. Imbasnya berujung pada penanganan dampak lingkungan dari sebuah pembangunan infrastruktur, supra struktur. Dimana kepercayaan tingkat elit Pemerintah hanya melibatkan kaum pemodal (swasta) mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasannya yang kurang efektif dan tidak efisien. Artinya kesatuan hidup masyarakat dan lingkungannya seharusnya menjadi bagian terpenting subjek dari orientasi pembangunan sama sekali tidak mendapat posisi yang jelas.
Alhasil, dualisme tujuan antara pembangunan yang berwawasan manusia serta lingkungan hidupnya dan pembangunan yang berorientasi fisik dan ekonomi pasar. Ini menyebabkan realisasi penerapan AMDAL pada proyek pembangunan bersifat setengah hati dan tidak berpihak pada masyarakat dan lingkungan. Realitas sosial saat ini, banyaknya program AMDAL, Pemerintah melalui instansi-instansinya di seluruh Indonesia terkesan tidak sinergis dan koordinatif dengan kondisi riil di lapangan. Dokumen mengenai analisis dampak lingkungan yang mungkin masih dipertanyakan , apakah muncul dari hasil identifkasi, observasi maupun elaborasi yang kritis. Malahan makin diragukan tahap implementasinya bisa terealisasi dengan baik. Bias permasalahan mengenai arti dampak sosial pembangunan dapat memperparah kesatuan manusia dan lingkungan hidup sekitarnya. Artinya pembangunan keberlanjutan jangan sampai menistakan dampak sosial, kesehatan, dampak positif, dampak negatif yang secara fisik dan naluriah menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan alam Nusantara.
Dalam Buku ini penyusun membandingan pelaksanaan AMDAL Di Indoneasia dan di beberapa negara Asia Tenggara seperti : Malaysia, Philipina dan Singapura. Dalam kesempatan ini, saya menyadari sepenuhnya bahwa uraian yang tedapat dalam buku ini masih terdapat kekurangan, kelemahan dan ketidak sempurnaan dalam pemaparan dan penyajiannya, sehingga sudah tentu akan mendatangkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif dari semua pihak yang sangat diharapkan

Yudistiro, SH.MH