Kamis, 25 Agustus 2011

260 Hektar Hutan Bakau Jadi Kebun Sawit


Seluas 260 hektar hutan bakau dari 520 hektar yang ada di Desa Kuala Serapuh Kecamatan Tanjungpura, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, beralih fungsi menjadi perkebunan sawit.
"Akibat alih fungsi lahan bakau tersebut kini masyarakat di Dusun III Lubuk Jaya, Desa Kuala Serapuh, Kecamatan Tanjungpura, terancam luapan air pasang," ujar Suroso, salah seorang warga di Tanjungpura, Minggu (19/6/2011).
Di Pulau Serwak, Pulau Teluk Nibung, dan Paluh Cincang, Desa Kuala Serapuh Tanjungpura, ada hutan mangrove (bakau), diperkirakan seluas 520 ha. "Namun, sekarang kondisinya sudah sangat memprihatinkan, di mana seluas 260 ha telah beralih fungsi untuk dijadikan lahan perkebunan sawit oleh seorang warga Tanjungpura," kata Suroso, yang mewakili 116 orang masyarakat yang berada di sana.
Warga Tanjungpura itu terus melakukan pembersihan areal hutan mangrove, nipah, lenggadai, perepat, nirih, buta-buta, api-api di lahan tersebut.
Pembersihan lahan tersebut terlihat untuk dijadikan areal perkebunan sawit dengan membangun tanggul melingkar menggunakan dua unit alat berat (beco) agar luapan air pasang maupun limpahan air sungai tidak masuk ke areal, yang akan dijadikan perkebunan sawit. "Kondisi hutan tersebut telah rata dengan tanah dan kini sangat memprihatinkan," kata Suroso.
Sementara itu, salah seorang warga Kuala Serapuh lainya, Suprapto, menjelaskan pula, akibat dari penanggulan tersebut kini masyarakat terancam penyebaran luapan air pasang dan luapan banjir sungai.
Yang akan jadi korban adalah ratusan hektar areal pertanian dan permukiman masyarakat yang berada di Lubuk Jaya, Desa Kuala Serapuh, Kecamatan Tanjungpura," katanya.
Untuk itulah, mereka sangat berharap perhatian dari Muspida Langkat, termasuk Kepala Wilayah Kecamatan Tanjungpura, untuk menyelesaikan persoalan tersebut.
Secara terpisah, Wakil Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Partai Amanat Nasional Sumatera Utara, Surkani, berharap agar Polres Langkat, Dinas Kehutanan dan Perkebunan segera menindak lanjuti laporan warga tersebut.
Termasuk juga piminan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Komisi I DPRD Langkat, di mana surat yang dilayangkan masyarakat dapat pula ditindaklanjuti secepatnya. "Segera turunkan tim kelapangan mencermati laporan warga masyarakat yang terancam kebanjiran dengan beralih fungsinya lahan mangrove tersebut," kata Surkani.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999
Tentang Kehutanan

Konsiderans
Hutan, sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada Bangsa Indonesia, merupakan kekayaan yang dikuasai oleh Negara, memberikan manfaat serbaguna bagi umat manusia, karenanya wajib disyukuri, diurus, dan dimanfaatkan secara optimal, serta dijaga kelestariannya untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, bagi generasi sekarang maupun generasi mendatang.
Hutan, sebagai salah satu penentu sistem penyangga kehidupan dan sumber kemakmuran rakyat, cenderung menurun kondisinya, oleh karena itu keberadaannya harus dipertahankan secara optimal, dijaga daya dukungnya secara lestari, dan diurus dengan akhlak mulia, adil, arif, bijaksana, terbuka, profesional, serta bertanggung-gugat.
Pengurusan hutan yang berkelanjutan dan berwawasan mendunia, harus menampung dinamika aspirasi dan peran serta masyarakat, adat dan budaya, serta tata nilai masyarakat yang berdasarkan pada norma hukum nasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar